Minggu, 22 Agustus 2021

Menggali pengalaman (GS.52) " Pengembangan Perkawinan dan Keluarga "

Pengembangan Perkawinan dan Keluarga 

Merupakan Tugas Semua Orang


“Keluarga adalah tempat pendidikan untuk memperkaya kemanusiaan. Supaya keluarga mampu mencapai kepenuhan hidup dan misinya, diperlukan komunikasi, hati penuh kebaikan, kesepakatan suamiisteri, dan kerja sama orangtua yang tekun dalam mendidik anakanak. Kehadiran aktif ayah sangat membantu pembinaan mereka dan pengurusan rumah tangga oleh ibu, terutama dibutuhkan oleh anak-anak yang masih muda, perlu dijamin, tanpa maksud supaya pengembangan peranan sosial wanita yang sewajarnya dikesampingkan. Melalui pendidikan hendaknya anak-anak dibina sedemikian rupa, sehingga ketika sudah dewasa mereka mampu dengan penuh tanggung jawab mengikuti panggilan mereka; panggilan religius; serta memilih status hidup mereka. Maksudnya apabila kelak mereka mengikat diri dalam pernikahan, mereka mampu membangun keluarga sendiri dalam kondisi-kondisi moril, sosial dan ekonomi yang menguntungkan. Merupakan kewajiban orang tua atau para pengasuh, membimbing mereka yang lebih muda dalam membentuk keluarga dengan nasehat bijaksana, yang dapat mereka terima dengan senang hati. Hendaknya para pendidik itu menjaga jangan sampai memaksa mereka, langsung atau tidak langsung untuk mengikat pernikahan atau memilih orang tertentu menjadi jodoh mereka.

Demikianlah keluarga, lingkup berbagai generasi bertemu dan saling membantu untuk meraih kebijaksanaan yang lebih penuh, dan mempadukan hak pribadi-pribadi dengan tuntutan hidup sosial lainnya, merupakan dasar bagi masyarakat. Oleh karena itu, siapa saja yang mampu memengaruhi persekutuan-persekutuan dan kelompokkelompok sosial, wajib memberi sumbangan yang efektif untuk mengembangkan perkawinan dan hidup berkeluarga. Hendaknya pemerintah memandang sebagai kewajibannya yang suci: untuk mengakui, membela dan menumbuhkan jati diri perkawinan dan keluarga; melindungi tata susila umum; dan mendukung kesejahteraan rumah tangga. Hak orangtua untuk melahirkan keturunan dan mendidiknya dalam pangkuan keluarga juga harus dilindungi. Hendaknya melalui perundang-undangan yang bijaksana serta pelbagai usaha lainnya, mereka yang malang, karena tidak mengalami kehidupan berkeluarga, dilindungi dan diringankan beban mereka dengan bantuan yang mereka perlukan.

Hendaknya umat kristiani, sambil menggunakan waktu yang ada dan membeda-bedakan yang kekal dari bentuk-bentuk yang dapat berubah, dengan tekun mengembangkan nilai-nilai perkawinan dan keluarga, baik melalui kesaksian hidup mereka sendiri maupun melalui kerja sama dengan sesama yang berkehendak baik. Dengan demikian mereka mencegah kesukaran-kesukaran, dan mencukupi kebutuhan-kebutuhan keluarga serta menyediakan keuntungan-keuntungan baginya sesuai dengan tuntutan zaman sekarang. Untuk mencapai tujuan itu semangat iman kristiani, suara hati moril manusia; dan kebijaksanaan serta kemahiran mereka yang menekuni ilmu-ilmu suci, akan banyak membantu. Hasil penelitian para pakar ilmu-pengetahuan, terutama dibidang biologi, kedokteran, sosial dan psikologi, dapat berjasa banyak bagi kesejahteraan perkawinan dan keluarga serta ketenangan hati, melalui pengaturan kelahiran manusia yang dapat di pertanggung jawabkan. Berbekalkan pengetahuan yang memadai tentang hidup berkeluarga, para imam bertugas mendukung panggilan suami-isteri melalui pelbagai upaya pastoral; pewartaan sabda Allah; ibadat liturgis; dan bantuan-bantuan rohani lainnya dalam hidup perkawinan dan keluarga mereka. Tugas para imam pula, dengan kebaikan hati dan kesabaran meneguhkan mereka ditengah kesukaran-kesukaran, serta menguatkan mereka dalam cinta kasih, supaya terbentuk keluarga-keluarga yang sungguh-sungguh berpengaruh baik.

Himpunan-himpunan keluarga, hendaknya berusaha meneguhkan kaum muda dan para suami-isteri sendiri, terutama yang baru menikah, melalui ajaran dan kegiatan; hidup kemasyarakatan, serta kerasulan. Akhirnya hendaknya para suami-isteri sendiri, yang diciptakan menurut gambar Allah yang hidup dan ditempatkan dalam tatahubungan antarpribadi yang autentik, bersatu dalam cinta kasih yang sama, bersatu pula dalam usaha saling menguduskan supaya mereka, dengan mengikuti Kristus sumber kehidupan, di saat-saat gembira maupun pengorbanan dalam panggilan mereka, karena cinta kasih mereka yang setia menjadi saksi-saksi misteri cinta kasih, yang oleh Tuhan diwahyukan kepada dunia dalam wafat dan kebangkitan-Nya”. (GS.52)  

 

Jumat, 20 Agustus 2021

Menggali pengalaman "Simpul Persaudaraan Kardinal Bergoglio"

 

"Simpul Persaudaraan Kardinal Bergoglio"

Ketika memangku reksa kegembalaan sebagai Uskup Agung Buenos Aires, Bergoglio sudah memiliki kebiasaan dialog, menjalin relasi, kerjasama dan persaudaraan dengan tradisi kepercayaan lain. Kardinal kelahiran Flores, Buenos Aires, 17 Desember 1936 ini aktif mengadakan kunjungan secara berkala dan hadir dalam acara-acara penting komunitas agama lain di Argentina. Bahkan, ia sering menggelar acara bersama dengan para pemuka agama lain untuk mempererat tali silaturahmi. Tak segan-segan, Bergoglio berkunjung dan masuk ke masjid untuk berbaur dengan saudara-saudari Muslim. Ia pun dengan senang hati menghadiri acara keagamaan orang Yahudi. Pertemuan-pertemuan berskala nasional dengan banyak denominasi Kristen dari berbagai aliran juga menjadi prioritas dalam agendanya.

Sikap keterbukaan dan kehangatan sapaannya dalam kancah dialog damai dan persaudaraan terpatri begitu kuat dalam hati para pemuka agama di Argentina. Pada November 2012, simpul kedekatannya dengan komunitas tradisi agama lain pun terkristalisasi dalam suatu pertemuan penuh makna. Bergoglio mengundang para pemimpin umat agama lain dalam suatu pertemuan persaudaraan. Perhelatan yang digelar di kompleks Katedral Buenos Aires ini menjadi ajakan untuk merefleksikan roh pemersatu dalam persaudaraan sebagai komunitas umat manusia. Undangannya itu pun mendapat sambutan hangat dari para tamunya. Kala itu, perwakilan Islam, Yahudi, Orthodoks, dan sejumlah denominasi Gereja Kristen Evangelis di Argentina berbondong-bondong menghadiri undangan Bergoglio. Para tamunya pun semakin terkesima ketika Sang Kardinal mengajak mereka masuk ke Katedral Buenos Aires untuk berdoa bersama. Seakan-akan ia membuka pintu Gereja Katedral lebar-lebar bagi umat beriman dan semua orang yang berkehendak baik demi perdamaian. Bergoglio merangkul para pemuka agama untuk mendoakan perdamaian di Timur Tengah yang dinodai dengan kebencian, permusuhan, penindasan, dan perang. Para tokoh agama Argentina menyebutnya sebagai “pembuka pintu” untuk orang lain di rumahnya, dan menawarkan sambutan hangat pada siapapun yang bertamu. (Catholic-news.com)


Pertanyaan Pendalaman:

1. Apa saja yang dilakukan oleh Mgr. Bergoglio semasa berkarya sebagai uskup agung Buenos Aires? 

2. Segi-segi kekatolikan apa yang ia tampakkan? 

3. Apa dampaknya bagi orang-orang di sekitarnya? 

 4. Semangat apa yang patut diteladani dari Mgr. Bergoglio?



Minggu, 08 Agustus 2021

Menggali pengalaman " Pergilah" (Gereja sebagai persekutuan terbuka)


 Pergilah Keluar, Pergilah! 

Pada tanggal 19 Mei 2013, sekitar 200 ribu orang-orang dari berbagai organisasi, kelompok, gerakan, hadir di lapangan Santo Petrus, Vatikan Roma, untuk menghadiri hari yang diperuntukkan bagi mereka.

 Mereka datang dari berbagai Negara dan daerah, untuk beraudiensi dan berdialog dengan Paus Fransiskus. Dalam dialog dengan Paus Fransiskus, ada empat pertanyaan yang diajukan antara lain:

 Pertama, Bagaimana kita bisa sampai tahap kedewasaan iman dan bagaimana cara untuk mengalahkan kelemahan yang ada dalam diri kita? 

 Paus Fransiskus menjawab pertanyaan yang pertama dengan sebuah cerita: Saya sungguh mempunyai keberuntungan karena saya tumbuh dalam keluarga yang mempunyai kehidupan rohani cukup kuat. Walaupun sederhana yang diajarkan namun secara konkret, dan saya bisa melaksanakannya. Nenek saya, mengajarkan saya tumbuh dalam iman, ia mengajarkan saya berdoa, menceritakan Kitab Suci, ajaran Gereja, dan juga tradisi Jumat Agung, Yesus wafat untuk kita, dan akan bangkit dari kematian-Nya. Saya menerima pewartaan yang pertama kali dari nenek saya. Ia mengajarkan juga untuk menyerahkan rasa takut kepada Tuhan. “Kita semua lemah, namun Tuhan lebih kuat. Dengan-Nya kita akan merasa aman, iman akan tumbuh jika kita hidup bersama Tuhan”, ujar Paus Fransiskus.

Kedua, Apakah yang paling penting dalam hidup?” 

Paus Fransiskus menjawab, “Yesus”. Jika kita berjalan bersama dalam sebuah organisasi/kelompok, tanpa menyertakan Yesus kelompok tidak akan berjalan. Kita diundang untuk hidup dalam Roh Kudus, jangan terlalu banyak berbicara, namun kesaksian yang hidup, sangatlah diperlukan”. 

Ketiga, Bagaimana caranya Gereja yang miskin dapat membantu yang miskin juga? Apa yang bisa dilakukan oleh Gereja kepada masyarakat dalam situasi jaman sekarang ini?

Paus Fransiskus menjawab: “Kita harus menghayati Injil dan memberikan yang baik yang bisa kita berikan. Gereja bukanlah gerakan politik, dan juga bukan sebuah organisasi. Kita bukanlah organisasi kemanusiaan, jika Gereja menjadi sebuah organisasi sosial/kemanusiaan saja, maka kita kehilangan garam terasa hambar, bila hanya sebuah organisasi yang kosong. Hal yang membahayakan adalah menutup diri sendiri. Menutup diri berarti kurang sehat, atau dapat dikatakan sakit. “Gereja harus keluar dari diri sendiri menuju keberadaannya”. Memang jika keluar, ada berbagai masalah, namun lebih baik daripada Gereja yang menutup diri, seperti Gereja yang sakit. “Pergilah Keluar, Pergilah!!” Keluar dari budaya keegoisan, budaya sampah, menuju pada budaya kebersamaan, bertemu dengan yang lain; dengan Yesus dan dengan saudara-saudari, mulai dari yang miskin, yang kurang diperhatikan, dan yang menderita”.

Keempat, Bagaimana dapat mewartakan iman? 

Paus Fransiskus menjawab: “Untuk mewartakan Kabar Gembira, diperlukan dua keutamaan: “Keberanian dan Kesabaran”, seperti saudara kita Shabhaz Bhatti, seorang pejabat pemerintah Pakistan, yang karena membela kebenaran dan orang miskin dia dibunuh tahun 2011. Ia telah memberikan kesaksian dengan gagah berani, sebagai martir. Kita semua dipanggil untuk menjadi saksi-Nya, menjadi martir dalam kehidupan sehari-hari, sekecil apapun. Seorang Kristiani harus bisa menjawab dan membedakan mana yang baik dan mana yang jahat. Kita mencoba untuk menyatukan diri bersama saudara-saudari kita yang kurang beruntung.” 

(Yohana Halimah/ Zenit dalam MISSIO KKI No.37/XVI/Agustus/2013)


PERTANYAAN PENDALAMAN:

1. Apa pandangan Paus Fransiskus tentang Gereja Katolik? 

2. Hal-hal apa saja yang menghambat Gereja (Umat) dalam pergaulannya di dunia? 

3. Apa semestinya sikap kita sebagai anggota Gereja saat ini?