Minggu, 04 Juli 2021

Mengamati pengalaman "Saya Tidak Ingin Diganggu!"

Saya Tidak Ingin Diganggu! 

“Biasanya saya mendahulukan ego saya ketika di rumah, apalagi jika sedang dikejar deadline. Saya akan sibuk di depan komputer, penuh konsentrasi dan tidak mudah diganggu. Ketika anak atau istri saya mengganggu, saya akan mudah emosi karena ‘tekanan deadline’ (atau kadang-kadang sebenarnya hanya ‘keasikan pribadi saya’) ditambah dengan permintaan/tekanan anak atau istri. Nada bicara saya akan mudah meninggi. Setelah itu istri akan marah juga. Dan pada akhirnya istri saya akan mengatakan ‘papa sekarang gampang marah’. Hal yang saya lakukan sekarang adalah memberi perhatian akan kebutuhan anak dan istri. Jika anak saya yang masih TK minta dibacakan sesuatu, saya bacakan sambil memberi dia kasih sayang dengan memangkunya dan memeluknya. Jika anak saya yang besar minta dibantu belajar, saya mencoba merelakan kepentingan saya dan memberi perhatian akan kebutuhan anak saya. Jika istri minta tolong sesuatu, saya segera meninggalkan konsentrasi saya, dan membantu istri terlebih dahulu. Kadang-kadang memang terlalu sulit. Sampai-sampai pekerjaan yang sedang dikerjakan jadi terbengkalai. Dan juga sulit untuk selalu tetap melakukan hal-hal yang baik tersebut. Perlu kesadaran penuh (akan niat memperhatikan istri dan anak) ketika permintaan anak dan istri itu datang. Salah satu kuncinya adalah penyerahan kepada Tuhan. ‘Pekerjaan dengan deadlinenya’ saya serahkan pada Tuhan. Walaupun waktu saya tidak sepenuhnya pada pekerjaan, saya yakin Tuhan akan mencukupkan waktunya. Ketika Tuhan turun tangan, dengan waktu yang terbatas pun (karena banyak gangguan dari anak dan istri) saya akan mampu menyelesaikannya. Ternyata ketika saya punya masalah. Itu adalah ujian dari Tuhan juga. Apa yang saya pentingkan di dunia ini? Mengerjakan tugas (yang kadang-kadang adalah kepentingan pribadi) atau mengasihi keluarga? Kalau saya lengah, saya pasti akan mementingkan tugas, dengan akibat emosi tinggi di rumah. Tetapi jika saya sadar akan ujian ini, saya akan memilih untuk mengasihi keluarga saya. Saya harap saya bisa tetap mempertahankan sikap ini sehingga bisa menjadi pria sejati seperti Kristus. 

Sumber: http://priasejatikatolik.org

Pendalaman:

1) Apa yang dikisahkan dalam cerita itu? 

2) Apa yang menjadi sebab kemarahan si Bapak keluarga dalam cerita itu? 

3) Apa yang menjadi kunci bagi Bapak keluarga itu untuk membuka relasi, komunikasi dengan istri serta anak-anaknya? 

4) Bagaiaman upaya Bapak keluarga itu untuk menjadi seorang pria sejati dalam keluarga? 

5) Bagaimana pengalaman relasi dengan anggota keluargamu sendiri?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar