Selasa, 12 Januari 2021

DIKTAT AGAMA KLS X 2019

 

                            Penulis: Ibu Endah 

DAFTAR ISI


KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR. Error! Bookmark not defined.

KOMPETENSI DASAR, MATERI, DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN.. Error! Bookmark not defined.

 

BAB I. MANUSIA MAHKLUK PRIBADI 3

A.    Aku Pribadi yang Unik. 3

B.     Mengembangkan Karunia Allah. 5

C.     Kesetaraan Laki-Laki dan Perempuan. 6

D. Keluhuran Manusia sebagai Citra Allah. 11

BAB II. MANUSIA MAHKLUK OTONOM.. 13

A.    Suara hati 13

B.     Bersikap kritis dan bertanggung jawab terhadap pengaruh media massa. 18

C.     Bersikap kritis terhadap gaya hidup yang berkembang dan ideologi. 19

BAB III. KITAB SUCI DAN TRADISI SUMBER IMAN AKAN YESUS KRISTUS. 20

Proses Penyusunan Kitab Suci Perjanjian Baru. 23

Kitab-kitab dalam Kitab Suci Perjanjian Baru. 28

BAB IV. YESUS MEWARTAKAN DAN MEMPERJUANGKAN KERAJAAN ALLAH.. 32

A.    Gambaran tentang kerajaan Allah zaman Yesus. 32

B.     YESUS MEWARTAKAN DAN MEMPERJUANGKAN KERAJAAN ALLAH.. 38

BAB V. SENGSARA, WAFAT, KEBANGKITAN, DAN KENAIKAN YESUS. 40

A. Sengsara dan Wafat Yesus. 40

B.     Kebangkitan dan kenaikan Yesus ke Surga. 43

BAB VI. YESUS, SAHABAT, TOKOH IDOLA, PUTRA ALLAH DAN JURU SELAMAT. 45

A.    Yesus Kristus sahabat sejati dan tokoh idola. 45

B. Yesus Putra Allah dan Juru Selamat 47

BAB VII. ROH KUDUS DA ALLAH TRITUNGGAL. 50

A.     Tritunggal Maha Kudus. 50

B.     Peranan Roh Kudus dalam Gereja. 54

DAFTAR PUSTAKA. 65


 

BAB I

MANUSIA MAHKLUK PRIBADI

 

Kata manusia berasal dari kata manu (Sansekerta) atau mens (Latin) yang berarti berpikir, berakal budi, atau homo (Latin) yang berarti manusia. Istilah “pribadi” dalam bahasa Yunani adalah hupostasis, diterjemahkan ke Latin sebagai persona (Inggris: Person) yang digunakan untuk menyebut manusia sebagai perseorangan (diri manusia atau diri sendiri), individu, ataupun karakter. Manusia sebagai makhluk pribadi berarti ingin menekankan dirinya sebagai diri manusia secara individu.

Istilah “Individu” berasal dari kata latin, “individuum” artinya “yang tidak terbagi”. Atau dalam bahasa Inggris “ In” yang berarti tidak, dan “devided” yang berarti terbagi atau terpisahkan. Jadi, merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai individu.

Karakteristik yang khas dari seseorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan (genotip) dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus. Maka manusia sebagai makhluk pribadi adalah manusia yang di dalamnya terdapat kesatuan unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga, jiwa dan roh, serta keunikan sebagai ciptaan Allah.

Secara kodrati, manusia merupakan makhluk monodualis. Artinya selain sebagai makhluk individu, manusia berperan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri atas unsur jasmani (raga) dan rohani (jiwa) yang tidak dapat dipisah-pisahkan.Jiwa dan raga inilah yang membentuk individu.

Dalam pembahasan tentang manusia makhluk pribadi terbagi dalam beberapa tema, yakni:

 

A. Aku Pribadi yang Unik.

Setiap orang adalah individu (in-devidere = tak dapat dipisahkan). Ia adalah makhluk yang unik (unique atau unus = satu), tak ada satu orang pun yang mempunyai kesamaan dengan orang lain. Bahkan manusia kembar sekalipun selalu mempunyai perbedaan. Kesadaran diri sebagai makhluk yang unik menjadi sangat penting bagi setiap individu, sebab bila tidak maka akan muncul berbagai sikap dan perilaku negatif dalam hidupnya. Dari kacamata iman, keunikan itu merupakan anugerah yang patut disyukuri dan dikembangkan, bukan disesali. Pembahasan tema “Aku Pribadi yang Unik“ ingin membantu dirimu lebih menyadari keunikan diri, agar kamu bisa mengambil sikap bertanggung jawab terhadap hidupmu sehingga mampu mengembangkan diri sesuai dengan kehendak Allah.

Bahkan manusia kembar sekalipun selalu mempunyai perbedaan. Perbedaan itu lebih jauh dan lebih dalam dari yang dapat dilihat, dirasa, didengar dan dikatakan. Pada umumnya perbedaan ini yang membuat orang iri hati, bertentangan, bermusuhan dan ingin saling meniadakan. Padahal dengan perbedaan itu justru orang dapat saling memperkaya dan melengkapi. Perbedaan itulah yang menjadi keunikan setiap manusia. Keunikan itu bisa diamati dari hal-hal fisik, psikis, bakat/ kemampuan serta pengalaman-pengalaman yang dimilikinya. Keunikan diri itu merupakan anugerah yang menjadikan diri seseorang berbeda dan dapat dikenal dan diperlakukan secara khusus pula.

Untuk mengatasi perbedaan itu, diperlukan sikap menerima diri apa adanya Jabatan dalam keorganisasian dapat digantikan oleh orang lain, tetapi kedudukan setiap manusia dalam seluruh kerangka ciptaan tidak dapat digantikan oleh orang lain. Peran orang tua dalam keluarga dapat saja digantikan oleh orang lain, tetapi peran sebagai ciptaan tidak mungkin digantikan oleh siapapun.

Tuhan menciptakan setiap manusia dengan tugas yang khas di dunia ini. Orang yang bersikap positif akan menerima keunikan itu sebagai anugerah, ia bangga bahwa dirinya berbeda, ia bersyukur bahwa apa pun yang ada pada dirinya merupakan pemberian Tuhan yang baik adanya. Dengan demikian, ia tidak akan minder, ia tidak berniat menjadi sama seperti orang lain, ia tidak akan menganggap dirinya tidak berharga, ia tidak akan melakukan tindakan yang melawan kehendak Tuhan akibat ketidakpuasan terhadap dirinya, hidupnya akan tenang dan mampu bergaul dengan siapa saja. Ada orang yang kurang menerima keunikan diri. Orang yang demikian akan merasa tidak puas, bahkan dapat melakukan tindakan apa pun demi menutupi keterbatasan diri, misalnya operasi plastik. Orang yang demikian sering beranggapan seolah penampilan luar lebih penting.

Singkatnya, manusia adalah makhluk yang indah dan “istimewa”. Keistimewaan dan keagungan manusia ini hendaknya sungguh disadari oleh semua peserta didik. Sebagai orang beriman kristiani yang sungguh-sungguh ingin semakin memahami, menerima, bangga, dan percaya diri, Yesus adalah teladan yang paling utama dan pertama. Dari semula Ia menyadari diri sebagai manusia yang berbeda dengan yang lainnya. Dari cara berpikir, bersikap dan bertindak, Ia tidak ragu menunjukkan diri sebagai pribadi yang tidak sama dengan yang lainnya. Sebagai seorang pribadi kita harus menyadari, mengerti dan menerima diri apa adanya. Dengan demikian kitapun akan dapat semakin mengembangkan diri dan melakukan sesuatu dengan kesadaran diri (self-consciousness), penerimaan diri (self-acceptance), kepercayaan diri (self-confidence) dan perasaan aman diri (selfassurance) yang tinggi. Dengan dasar itu kita dapat mengisi hidup, meraih cita-cita dan melaksanakan panggilan Allah.

Manusia sebagai mahkluk yang unik adalah “citra Allah atau segambar dengan Allah ” (Kej.1: 26-31 ), agar sebagai citra Allah manusia bisa berperanan layaknya seperti Allah maka manusia diberikan karunia akal budi, talenta, kekendak bebas, dan hati nurani,

 

B.    Mengembangkan Karunia Allah.

Orang muda seringkali tidak menyadari kemampuan-kemampuan dan talenta yang ada dalam diri mereka, di lain pihak merekapun sulit menerima keterbatasan keterbatasannya. Hal ini mungkin tidak bisa dilepaskan dari pengaruh lingkungan, di mana mereka diperlakukan sebagai anak-anak. Akibatnya mereka tidak bisa mengembangkan diri secara maksimal. Dalam pembahasan ini kita diajak untuk menyadari bahwa setiap manusia adalah unik dan diberikan kemampuan dan potensi yang berbeda-beda. Sebagai kaum beriman patutlah kita bersyukur kepada Tuhan dengan cara mengembangkan bakat dan kemampuan dengan sebaik-baiknya. Keunggulan diri berkaitan dengan bakat dan kemampuan hendaknya tidak membuat setiap orang merasa lebih unggul dari yang lain, sehingga dapat memunculkan sikap sombong dan arogan. Demikian halnya dengan keterbatasan yang ada tidak membuat orang menjadi rendah diri, minder atau bahkan merasa menjadi orang yang tidak berguna.

Menurut Aristoteles, manusia akan bahagia jika ia secara aktif merealisasikan bakat-bakat dan potensinya. Manusia adalah makhluk yang mempunyai banyak potensi, tetapi potensi-potensi itu akan menjadi nyata jika kita merealisasikannya. Kebahagiaan tercapai dalam mempergunakan atau mengaktifkan bakat dan kemampuannya. 

Setiap orang mempunyai kemampuan dan bakat-bakat dalam ukuran tertentu. Kemampuan dan bakat yang dimiliki seseorang seharusnya dikembangkan dan digunakan. Kemampuan dan bakat adalah anugerah Tuhan, yang dalam Kitab Suci sering disebut talenta. Tuhan menghendaki agar talenta itu dikembangkan dan digunakan. Dalam Injil Matius 25:14-30, dikisahkan tentang  eorang tuan yang memanggil hamba-hambanya dan memberi mereka sejumlah talenta untuk “dikembangkan” dan “digunakan”.

Setiap orang, termasuk para remaja diberi talenta oleh Tuhan. Mereka harus mengembangkan dan menggunakan talenta itu sebagaimana mestinya. Mengembangkan dan menggunakan talenta sebagaimana mestinya adalah panggilan dan tuntutan Kristiani. Allah memberikan kemampuan dan talenta yang berbeda kepada setiap orang dan kemampuan itu hendaklah digunakan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan bersama. Yesus memberikan gambaran seorang tuan yang memberikan talenta kepada hamba-hambanya. (Matius 25:14 – 30). Iapun menindak tegas kepada seorang hamba yang tidak mau mengembangkan talenta dan hanya memendamnya ke dalam tanah.

Pada dasarnya setiap manusia dianugerahi oleh Tuhan dengan berbagai kemampuan walaupun dengan kadar yang berbeda antar satu dengan yang lain (Matius 25: 14-30). Orang yang pandai dalam pelajaran matematika belum tentu terampil dalam olahraga, orang yang pandai bernyanyi belum tentu pandai juga dalam olahraga. Orang yang pandai dalam pelajaran IPA belum tentu pandai bersosialisasi dengan teman. Tidak ada orang yang pandai dan terampil dalam segala hal

 Kenyataan semacam ini seharusnya menyadarkan setiap orang bahwa di satu pihak setiap manusia mempunyai kemampuan, tetapi di lain pihak dia mempunyai keterbatasan. Maka tugas setiap orang adalah menemukan apa yang menjadi kemampuannya, serta menemukan juga keterbatasannya.

Sikap yang bijaksana dalam menghadapi kemampuan dan keterbatasan antara lain: kemampuan sebagai anugerah Tuhan, diharapkan tidak menjadikan seseorang menjadi sombong atau takabur; Kemampuan harus ditingkatkan, dilatih terus menerus agar semakin berkembang dan dapat dijadikan andalan hidup. Sebaliknya keterbatasan jangan sampai membuat orang minder; menganggap hidup sebagai nasib buruk dari Tuhan atau merasa hidupnya tidak berguna. Kelemahan atau keterbatasan harus disadari dan diatasi agar tidak menjadi hambatan untuk memperkembangkan diri.

Mentalitas yang perlu dikembangkan: sikap mau bekerja keras, mau belajar dari orang lain, tidak cepat menyerah, optimis, mau mencoba, dan sebagainya.

Banyak orang sukses justru setelah ia menyadari keterbatasannya, seperti nampak dalam kisah Lena Maria. Banyak tokoh sukses yang berasal dari keluarga miskin. Tetapi kemiskinan itu menumbuhkan tekad untuk menunjukkan bahwa orang miskinpun dapat sukses. Ia tidak mau orang lain melecehkan dirinya karena miskin. Ia ingin orang lain juga menghargai dirinya sebagai pribadi yang bermartabat. Itulah sebabnya dia belajar dengan keras dan meraih prestasi yang gemilang.

 

C.      Kesetaraan Laki-Laki dan Perempuan.

Pada usia remaja, seseorang mengalami pertumbuhan jasmaniah dan rohaniah yang sangat besar. mereka mengalami adanya dorongan-dorongan dan daya-daya tertentu dalam dirinya, khususnya daya tarik terhadap lawan jenisnya. Daya tarik terhadap lawan jenis ini sering belum disadari secara penuh oleh para remaja sebagai hal yang luhur, indah, wajar, dan manusiawi. Ketidaktahuan dan ketidaksadaran akan adanya dorongan dan daya tarik terhadap lawan jenis ini dapat menyebabkan remaja tidak pandai menempatkan diri dalam pergaulan antarjenis. Bahkan, pergaulan antarjenis di kalangan para remaja sering “menyimpang”. Karena itulah, para remaja memerlukan bimbingan agar mereka memiliki pengetahuan dan kesadaran yang memadai tentang hakikat kepriaan dan kewanitaan serta daya tarik terhadap lawan jenisnya. Dengan demikian, para remaja dapat menghargai dirinya sendiri dan lawan jenisnya (pria dan wanita) sebagai ciptaan Tuhan yang indah, luhur, dan suci.

Laki-laki dan perempuan diciptakan semartabat dan sederajat. Keduanya diciptakan menurut citra Allah: diciptakan menurut gambar dan rupa Allah yang satu dan sama (Kejadian 1, 26 -27). Lebih dari itu, mereka dianugerahi kepercayaan dan kesempatan yang sama untuk mengambil bagian dalam karyaNya yang agung. Mereka dipanggil untuk membangun persekutuan (communio) dan bekerja sama dalam pengelolaan dunia dan seisinya serta pelestarian generasi umat manusia (Kejadian 1, 31).

Laki-laki dan perempuan saling melengkapi. Sifat korelatif itu sangat jelas dalam bentuk pria dan wanita. Tetapi juga kelihatan dalam seluruh kemanusiaannya, seperti: perasaan, cara berpikir, dan cara menghadapi kenyataan, termasuk Tuhan. Tuhan mengatakan: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (Kejadian 2: 18-23). Maka laki-laki dan wanita dicipta dengan unik dan memiliki tugas khusus sesuai jenis kelaminnya dan saling melengkapi. Keunikan laki-laki dan perempuan secara khas meliputi:

KEKHASAN

LAKI-LAKI

PEREMPUAN

Stuktur organ reproduksi

Organ kelamin laki-laki lebih bersifat memberi dan mengadakan (menciptakan), oleh karena itu sebagaian besar organ kelamin laki-laki terletak di luar.

Sosok tubuh perempuan mengungkapkan kehalusan dan kelembutan yang bersifat memikat, menerima, mengadakan, dan memelihara, oleh karena itu organ kelamin wanita terletak di dalam tubuh, sehingga fungsi menerima, mengadakan, dan memelihara dapat lebih terjamin.

Reproduksi

Laki-laki secara khas memiliki organ reproduksi yaitu “buah pelir” berjumlah dua. Kedua duanya dibungkus dalam suatu kantong kulit yang disebut kandung buah pelir (scrotum) Susunan buah pelir sangat rumit dan berfungsi untuk menghasilkan hormone dan sel-sel jantan/sperma, maka disebut sebagai kelenjar pembuat benih.

Perempuan memiliki organ reproduksi yang terletak pada tempat yang paling dalam dari organ kelamin perempuan. Indung telur merupakan kelenjar yang menghasilkan hormon-hormon dan sel telur. Jika seorang perempuan menginjak usia 10-14 tahun hormon-hormon yang dihasilkan ada dua yaitu hormone “oestrogen” dan “progresteron”

Hormonal

Laki-laki memiliki hormon “Testosteron” yaitu semacam zat yang mengubah badan anak remaja putra menjadi “laki-laki” dimana ditandai dengan:

·    Suaranya membesar

·    Tumbuh jakun

·    Tumbuh bulu pada ketiak dan sekitar organ kelaminnya.

·    Otot-otonya membesar.

Perempuan memiliki dua hormone:

1. Hormon “Oestrogen” yang disebut hormon sekunder yaitu semacam zat yang mengubah badan seorang remaja putri menjadi sempurna sebagai perempuan, dengan ditandai:

·    Pinggul membesar

·    Payudara membesar untuk menghasikan susu.

·    Tumbuh bulu di ketiak dan di sekitar organ kelaminnya.

2.     Hormon “Progresteron” yang disebut hormone primer karena hormone ini mempersiapkan kandungan menjadi tempat yang baik untuk benih kehidupan. Pada saat yang sama indung telur mulai menghasil-kan ovum yang matang dan siap dibuahi, namun karena tidak dibuahi maka keluar secara alami yang disebut dengan menstruasi.

Organ-organ reproduksi

Organ reproduksi laki-laki terdiri:

1.   Sel-sel sperma

2.   Anak buah pelir

3.   Saluran air mani

4.   Kandung air mani

5.   Kelenjar prostat

Organ reproduksi perempuan terdiri:

1.     Sel telur

2.     Rahim/uterus

3.     Saluran telur

Cara berfikir

Laki-laki cara berfikirnya

1.   Lebih teoritis dan abstrak

2.   Obyektif

3.   Berkepala dingin

4.   Mengambil jarak dengan obyek pikirannya

5.   Lebih suka berfikir yang global dan jangkauannya jauh.

6.   Pikiran pria lebih kea rah dirinya

Maka laki-laki tidak mudah terharu dan tidak mudah terpengaruh.

Perempuan cara berfikirnya

1.   Lebih intuitif dan konkrit

2.   Lebih mendalam karena dipengaruhi emosi maka cenderung subyektif

3.   Kecenderungan meng-hubungkan kejadian dengan dirinya sendiri

4.   Sulit mengambil jarak dengan apa yang dipikirkannya sehingga selalu memenuhi otaknya

5.   Berfikir tentang hal-hal yang kecil/partial dan bersifat sehari-hari

6.   Pikiran wanita lebih keluar dari dirinya.

Cara merasa

Perasaan laki-laki

1.   Cenderung agak terken-dali

2.   Lebih mudah me-ngendalikan perasaan karena daya pikirnya yang obyektif.

3.   Tidak terlalu mendalam karena lebih meng-gunakan otak

4.   Mudah emosi atau marah, walaupun cepat tenang kembali.

5.   Mudah jatuh cinta, tetapi mudah melupakannya.

Persaan perempuan:

1.     Mudah bergetar

2.     Mudah menjalar ke-mana-mana

3.     Maka dapat meluapakan inti persoalan dan tenggelam dalam detail perasaannya.

4.     Mudah terharu dan berlarut-larut

5.     Mudah tersentuh atau mudah terluka, maka tidak mudah melupakan.

Cara memahami rangsangan seksual

Cara memhami rangsangan seksual laki-laki

1.     Lebih mudah terangsang pada hal-hal lahiriah (pesona fisik)

2.     Rangsangan seksual bersifat lebih cepat dan tiba-tiba, tetapi uga cepat hilang

3.     Rangsangan seksual cenderung khusus pada organ kelaminnya.

Cara memahami rangsangan seksual perempuan

1.     Lebih terangsang pada hal-hal yang bersifat perasaan (batiniah)

2.     Rangsangan seksual akan bangkit dan menghilang secara pelan-pelan

3.     Rangsangan seksual pada seluruh tubuhnya.

Cara bersikap dan bertindak

Laki –laki cara bersikap dan bertindak

1.   Bersifat aktif dan agresif maka lebih senang mengutamakan tugas, kerja, karier

2.   Banyak meluangkan waktu di tempat kerja, dilapangan olah raga, dll

Perempuan cara bersikap dan bertindak

1.     Besifat aktif  tapi adaptif, maka lebih menerima, memelihara, medidik, merawat, dsb.

2.     Maka perempuan lebih senang tinggal di rumah

 

Peranan dalam ke-luarga

 

Dalam keluarga laki-laki berperanan

1.     Melindungi dan men-sejahterakan

2.     Menjadi “ayah” yang memberi kehidupan

3.     Menjadi kekasih dan partner.

Dalam keluarga perempuan berperanan

1.     Menciptakan keindahan dan keharmonisan

2.     Menerima, mengan-dung, dan mendidik

3.     Mengasihi tanpa pamrih

 

Laki- laki dan perempuan memiliki rasa tertarik satu dengan yang lain, rasa tertarik ini disebabkan karena adanya perbedaan jasmaniah dan rohaniah antara laki-laki dan perempuan. Rasa tertarik tersebut akan memunculkan cinta antara mereka berdua. Cinta laki-laki dan perempuan harus terarah pada cinta Allah pada manusia. Maka perlu dipahami adanya beberapa tingkatan cinta dalam hidup manusia:

1.     Cinta jasmaniah: cinta paling primitif karena hanya berarah apada jasmaniah semata. Seperti: body sexi, cantik, dll.

2.     Cinta rohaniah atau cinta erotis dimana cinta seperti ini hanya memenuhi kepuasan psikologis seseorang.  Cinta ini timbul karena

a.     Kemampuan seseorang, seperti: karena pintar, karena pandai menari, karena senyumnya manis.

b.     Karakter atau sifat, seperti: karena ramah, keibuan, bertanggungjawab, dll

3.     Cinta personal dimana cinta seperti ini muncul karena seseorang tertarik pada pribadi seseorang dan bersedia menerima kelebihan maupun kekuarangannya.

4.     Cinta imani dalam cinta seperti ini Tuhan mendapat tempat dalam relasi. Mereka memahami bahwa cinta adalah anugrah dari Allah, dimana Allah menghendaki manusia mencintai pasangannya seperti Allah mencintai manusia, yaitu cinta tanpa syarat dan tidak mengharapkan balasan.

 

D. Keluhuran Manusia sebagai Citra Allah.

Dalam pelajaran yang lalu kita telah belajar bahwa manusia adalah makhluk yang unik. Pada pelajaran ini akan dibahas kekhasan yang lain dari manusia, yang membedakan manusia dari ciptaan lain di bumi ini dan yang membuat manusia lebih mirip dengan sang Penciptanya.

Dewasa ini banyak terjadi pelanggaran terhadap martabat kemanusiaan. Di berbagai tempat terjadi kekerasan yang diakibatkan dari sikap fanatik dan diskriminatif ras, suku, agama, budaya, dan kelompok sosial muncul di mana-mana. Sikap ini dapat menjalar pada siapa saja, tidak terkecuali orang muda. Oleh karena itu, mereka perlu disadarkan bahwa sikap tersebut dapat melahirkan berbagai kekerasan dan tindakan anarkis yang sungguh merusak dan sangat melukai martabat manusia sebagai citra Allah. Sebagai sesama citra Allah, setiap manusia adalah bersaudara. Harus saling menghormati dan saling mengasihi. Sikap ini seperti yang digambarkan Yesus dalam perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati (Lukas 10:25-30). Dalam perumpamaan itu dikisahkan bagaimana orang Samaria yang baik hati itu telah memperlakukan orang Yahudi yang mendapat bencana di jalan seperti saudaranya sendiri, bahkan lebih dari itu.

Manusia sebagai citra Allah perbedaan seharusnya manusia saling menghargai dan mencintai dan mencintai sehingga manusia bisa berkembang opimal. Untuk memahami lebih lanjut pengertian citra Allah tersebut , simaklah kutipan dari

Katekismus Gereja Katolik (KGK) berikut:

KGK 357 Karena ia diciptakan menurut citra Allah, manusia memiliki martabat sebagai pribadi: ia bukan hanya sesuatu, melainkan seorang. Ia mampu mengenal diri sendiri, menjadi tuan atas dirinya, mengabdikan diri dalam kebebasan dan hidup dalam kebersamaan dengan orang lain, dan karena rahmat ia sudah dipanggil ke dalam perjanjian dengan Penciptanya, untuk memberi kepada-Nya jawaban iman dan cinta, yang tidak dapat diberikan suatu makhluk lain sebagai penggantinya.

KGK 358 Tuhan menciptakan segala sesuatu untuk manusia (Bdk. GS 12,1; 24,2; 39,1), tetapi manusia itu sendiri diciptakan untuk melayani Allah, untuk mencintai-Nya dan untuk mempersembahkan seluruh ciptaan kepada-Nya: “Makhluk manakah yang diciptakan dengan martabat yang demikian itu? Itulah manusia, sosok yang agung, yang hidup dan patut dikagumi, yang dalam mata Allah lebih bernilai dari pada segala makhluk. Itulah manusia; untuk dialah langit dan bumi dan lautan dan seluruh ciptaan. Allah sebegitu prihatin dengan keselamatannya, sehingga Ia tidak menyayangi Putera-Nya yang tunggal untuk dia. Allah malahan tidak ragu-ragu, melakukan segala sesuatu, supaya menaikkan manusia kepada diri-Nya dan memperkenankan ia duduk di sebelah kanan-Nya”

KGK 360 Umat manusia merupakan satu kesatuan karena asal yang sama. Karena Allah “menjadikan dari satu orang saja semua bangsa dan umat manusia” (Kis 17:26) Bdk.Tob8:6. Pandangan yang menakjubkan, yang memperlihatkan kepada kita umat manusia dalam kesatuan asal yang sama dalam Allah dalam kesatuan kodrat, bagi semua disusun sama dari badan jasmani dan jiwa rohani yang tidak dapat mati dalam kesatuan tujuan yang langsung dan tugasnya di dunia; dalam kesatuan pemukiman di bumi, dan menurut hukum kodrat semua manusia berhak menggunakan hasil-hasilnya, supaya dengan demikian bertahan dalam kehidupan dan berkembang; dalam kesatuan tujuan adikodrati: Allah sendiri, dan semua orang berkewajiban untuk mengusahakannya: dalam kesatuan daya upaya, untuk mencapai tujuan ini; dalam kesatuan tebusan, yang telah dilaksanakan Kristus untuk semua orang” (Pius XII Ens. “Summi Pontificatus”) Bdk. NA 1.

KGK 361 “Hukum solidaritas dan cinta ini” (ibid.) menegaskan bagi kita, bahwa kendati keaneka-ragaman pribadi, kebudayaan dan bangsa, semua manusia adalah benar-benar saudara dan saudari.

KGK 362 Pribadi manusia yang diciptakan menurut citra Allah adalah wujud jasmani sekaligus rohani. Teks Kitab Suci mengungkapkan itu dalam bahasa kiasan, apabila ia mengatakan: “Allah membentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan napas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (Kejadian 2:7). Manusia seutuhnya dikehendaki Allah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

 

MANUSIA MAHKLUK OTONOM

 

Dalam pelajaran yang lalu, kita sudah belajar tentang manusia sebagai makhluk pribadi, di mana setiap orang mempunyai kekhasan. Dalam bab ini kita akan membahas manusia makhluk otonom. Sebagai makhluk otonom, manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan sikap, dengan kata lain, ia adalah makhluk yang mandiri.

Secara etimologi, Otonomi berasal dari bahasa Yunani “autos” yang artinya sendiri, dan “nomos” yang berarti hukum atau aturan, jadi pengertian otonomi adalah pengundangan sendiri. Otonom berarti berdiri sendiri atau mandiri. Jadi setiap orang memiliki hak dan kekuasaan menentukan arah tindakannya sendiri. Ia harus dapat menjadi tuan atas diri.

Berbicara mengenai manusia bukanlah sesuatu yang mudah dan sederhana, karena manusia banyak memiliki keunikan. Keunikan tersebut dinyatakan sebagai kodrat manusia. Manusia sulit dipahami dan dimengerti secara menyeluruh tetapi manusia mempunyai banyak kekuatan-kekuatan spiritual yang mendorong seseorang mampu bekerja dan mengembangkan pribadinya secara mandiri.

Arti otonom adalah mandiri dalam menentukan kehendaknya, menentukan sendiri setiap perbuatannya dalam pencapaian kehendaknya.

Dalam pembahasan tentang manusia makhluk otonom ini akan dibagi dalam tema sebagai berikut:

 

A.    Suara hati

Perkembangan sosial yang begitu cepat banyak membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan, demikian juga persoalan-persoalan yang ditimbulkannya. Persoalan-persoalan tersebut membutuhkan pemecahan yang tepat. Di samping itu banyak tata nilai yang mengalami perubahan, seperti ketaatan, sopan santun, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan sebagainya sering menjadi kabur.

Berhadapan dengan situasi itu kaum remaja perlu mendapatkan pendampingan, sehingga tidak salah dalam mengambil keputusan. Mereka harus belajar membuat keputusan dengan mendengarkan suara hati atau hati nuraninya. Melalui pembahasan ini anda akan diajak belajar mendengarkan suara hati, sehingga tidak salah dalam mengambil keputusan.

Suara hati atau hati nurani merupakan daya atau kemampuan khusus untuk membedakan perbuatan baik atau perbuatan buruk, serta menilai baik-buruknya perbuatan itu berdasarkan akal budi. Conscience atau hati nurani merupakan hasil dialog pribadi kita yang terdalam dengan Allah ketika kita menghadapi dan menanggapi situasi hidup sehari – hari.

 

1.     Pengertian Hati Nurani dan Suara Hati

            Hati Nurani : Suara dalam diri kita yang menyerukan supaya kita memilih dan melakukan yang baik serta menghindari pilihan dan perbuatan jahat. Dalam Gaudium et Spes (GS) art. 16 dikatakan bahwa di lubuk hati nuraninya, manusia menemukan hukum yang tidak diterimanya dari dirinya sendiri, melainkan harus ditaatinya. Suara itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan untuk menghindari apa yang jahat. Hati nurani ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya, di situ ia seorang diri bersama Allah, yang sapaan-Nya menggema dalam batinnya. Martabat manusia juga dibentuk dengan Hati Nurani ini. Oleh karena itu, tidak mengikuti hati nurani berarti menghancurkan integritas pribadinya dan mengkhianati martabatnya sebagai manusia.

Dalam arti sempit Hati Nurani dikenal menjadi Suara Hati. Suara Hati adalah kesadaran moral dalam situasi kongkret, termaksud pilihan baik-buruknya sesuatu tindakan dalam situasi kongkret pribadi seseorang. Suara hati adalah kesadaran dalam diri saya bahwa saya berkewajiban melakukan tanggungjawab dan tugas kewajiban saya sebagaimana semestinya saya adalah manusia dan sebagaimana semestinya saya berperan. Bila berperan sebagai hakim, jadilah hakim yang adil dan tegas dalam memutuskan perkara. BIla menjadi pelajar bertindaklah semestinya sebagaimana seorang pelajar (belajar, jujur saat ulangan, respek pada guru yang mengajar dan teman sekelas). Suara hati sangat perperan dalam kehidupan kita. Dalam kehidupan sehari-hari, pada akhirnya kita harus memutuskan sendiri apa yang kita lakukan. Dalam memutuskan tersebut, tidak lepas dari tanggungjawab dan kewajiban kita serta pengaruh lingkunan atau para panutan (orangtua, guru, teman). Dalam setiap usaha mengambil keputusan itulah kita bertemu dengan suara hati kita. Kadang kala dalam memutuskan itu, kita bisa keliru atau kurang tepat. Meskipun demikian, yang tetap bertanggungjawab atas pilihan kita tersebut bukanlah lingkungan ataupun panutan kita, akan tetapi konsekuensi/tanggungjawab dari pilihan tersebut tetap ada pada diri kita. Dengan demikian Hati Nurani dan Suara Hati ini adalah persoalan diri kita sendiri. 

1.1 Pembedaan Hati Nurani

a)  Diiihat dari segi waktunya

·       Hati Nurani Retrospektif        : Hati nurani yang memberi penilaian tentang perbuatan yang telah berlangsung di masa lampau

Contoh:

            Hakim Anto sedang memutuskan sebuah perkara penting. Ia sedang mendakwa Joko yang membunuh seorang remaja putri. Di malam sebelum persidangan, ia didatangi wakil dari Joko bernama Oki. Oki menawarkan sejumlah uang kepada Anto apabila ia memenangkan Joko dalam persidangan. Padahal bukti-bukti sudah jelas mengarahkan bahwa Joko terbukti bersalah. Namun Anto tergiur akan uang yang ditawarkan, mengingat ia sedang butuh uang untuk membangun rumah dan menyekolahkan anaknya, Jojo yang ingin sekolah sepakbola di Italy. Anto menerima tawaran tersebut. Akhirnya, keesokan harinya, Anto memenangkan Joko. Joko bebas dan Anto bisa mengguakan uang tersebut untuk keperluannya. Tidak ada yang tahu proses suap menyuap itu karena prosedurnya sangat hati-hati (waktu itu belum ada KPK). Namun kejadian tersebut tidak menghilangkan kegelisahan Anto. Ia mengingkari sumpahnya sebagai hakim. Ia jatuh pada kesalahan itu dan merasa marah, menyesal, dan bersalah terhadap dirinya sendiri.

·       Hati Nurani Prospektif: Hati nurani yang memberi penilaian tentang perbuatan kita yang akan datang.

è  Hati nurani dalam arti ini memberi penilaian terhadap perbuatan yang akan datang. Biasanya hati nuranii Prospektif ini mengatakan “Jangan” dan melarang untuk melakukan sesuatu. Dalam kasus Anto diatas, hati nurani prospektif muncul ketika Anto sedang tergiur dengan uang yang ditawarkan.

b)  Dilihat dari segi benar salahnya

·       Hati Nurani benar bila sesuai dengan aturan atau norma objektif.

·       Hati Nurani salah bila tidak sesuai dengan aturan atau norma objektif.

c)   Dilihat dari segi pasti tidaknya suatu tindakan

·       Hati Nurani yang pasti adalah secara moril (berdasarkan baik-buruk) dapat dipastikan hati nurani itu pasti benar.

·       Hati Nurani yang bimbang adalah masih dalam keragu-raguan apakah suatu tindakan itu benar atau keliru.

Pegangan bila sedang ragu-ragu biasanya adalah:

è  Bisa memilih pilihan yang paling bermanfaat untuk dirinya.

è  Apabila menyangkut keselamatan/nyawa manusia, maka harus dilakukan.

1.2 Fungsi Hati Nurani

a)     Berfungsi sebagai pegangan, pedoman untuk menilai suatu tindakan itu baik atau buruk.

b)    Berfungsi sebagai pegangan kongkrit dalam batin yang dapat berguna dalam hidup sehari hari.

c)     Berfungsi untuk menyadarkan manusia akan nilai dan harga dirinya.

1.3 Cara Kerja Hati Nurani

a)     Sebelum bertindak, manusia sudah memiliki kesadaran moral atau pengetahuan umum bahwa ada yang baik dan ada yang buruk. Kemudian kalau perbuatan itu baik maka ia muncul sebagai suara yang menyuruh, namun kalau buruk maka muncul sebagai suatu larangan.

b)    Sementara suatu tindakan dilaksanakan suara itu masih tetap berbicara, menyuruh atau melarang.

c)     Sesudah suatu tindakan maka suara itu akan mucul sebagai hakim yang memberi vonis. Untuk perbuatan baik ia akan memuji sehigga orang tersebut bangga dan bahagia, namun akan mencela jika perbuatan itu buruk sehingga orang merasa bersalah, putus asa, malu.

Demikian dipahami Hati Nurani muncul sebagai Indeks (petunjuk), lalu sebagi Iudex (hakim) sekaligus Vindex (penghukum)

 

2.   Ajaran Kitab Suci dan Ajaran Gereja tentang suara hati

Teks-teks Kitab Suci berikut berisi pergulatan suara hati Santo Paulus yang diungkapkan dalam suratnya kepada jemaatnya. Simaklah kutipannya, lalu rumuskan: pergulatan dalam hal apa yang dialami Paulus dalam teks Kitab Suci dan Gaudium et Spes, berikut ini!

Roma 2: 14 – 16

14 Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri.

15 Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela.

16 Hal itu akan nampak pada hari, bilamana Allah, sesuai dengan Injil yang kuberitakan, akan menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus Yesus.

 

 

Gaudium et Spes, artikel 16

“Di lubuk hati nuraninya, manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya dari dirinya sendiri, melainkan harus ditaati. Suara hati itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu, suara itu menggemakan dalam lubuk hatinya: jalankan ini, elakkan itu. Sebab dalam hatinya, manusia menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabatnya ialah mematuhi hukum itu, dan menurut hukum itu pula ia akan diadili. Suara hati ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar suci; di situ ia seorang diri bersama Allah, yang pesan-Nya menggema dalam hatinya. Berkat hati nurani dikenallah secara ajaib hukum, yang dilaksanakan dalam cinta kasih terhadap Allah dan terhadap sesama. Atas kesetiaan terhadan hati nurani, umat Kristiani bergabung dengan sesama lainnya untuk mencari kebenaran, kebenaran itu memecahkan sekian banyak persoalan moral, yang timbul baik dalam hidup perorangan maupun dalam kehidupan kemasyarakatan.”

3.   Apakah Hati Nurani bisa salah?

Hati Nurani dalam arti sempit, yakni suara hati mungkin bisa salah karena menyangkut penilaian kongkrit manusia tersebut terhadap situasi kongkrit yang dihadapinya. Berikut ini disampaikan beberapa hal yang bisa membuat suara hati keliru :

a.       Manusia dengan segaja menolak keputusan Suara Hati/Hati Nuraninya.

b.      Tidak mengetahui permasalahannya. Hal ini bisa dikarenakan ia tidak peduli dan tidak mencari tahu apa yang benar dan baik.

c.       Pengetahuan untuk menilai/menimbang baik-buruknya tindakan masih kurang memadai.

d.      Pengaruh emosi seperti takut, malu, ragu-ragu, bingung, marah.

e.       Pengaruh lingkungan masyarakat yang keliru (korupsi, menyogok, menyontek, pergaulan bebas, free sex, aborsi, tauran sebagai sikap jantan, mengganggap hina pekerjaan tangan dan membersihkan sampah, rasa cinta pada budaya asli yang luntur)

f.       Media massa yang tidak jelas.

g.      Pendidikan keluarga yang kurang terarah. (Ada kecenderungan anak lebih diasuh oleh babysitter daripada orang tuanya)

Dengan demikian, sebaiknya kita bersikap kritis dengan apa yang terjadi dalam masyarakat. Banyak hal buruk mulai dianggap biasa dan nilai-nilai yang luhur sudah tidak punya arti lagi. Hati nurani kita dapat menjadi tumpul karena itu. Selain itu, munculnya persoalan-persoalan baru yang menantang kemanusiaan kita seperti: bayi tabung, kloning manusia, alat-alat kontrasepsi, transplatasi organ manusia (jantung), euthanasia kadang kala membuat hati nurani menjadi bingung dan ragu-ragu. Oleh karena dapat keliru, maka kita perlu membina suara hati kita.

 

Berikut ini akan diperlihatkan bagaimana sekiranya membina suara hati:

1.     Mengikuti suara hati dalam segala hal

2.     Mencari keterangan pada sumber yang baik : membaca KS, Dokumen Moral Gereja, bertanya pada orang yang punya pengetahuan dan pengalaman, ikut serta dalam pelatihan rohani (rekoleksi, retret)

3.     Korekesi diri (intropeksi atau refleksi)

4.     Dalam mengikuti kaidah hati nurani, berlaku peraturan-peraturan berikut, yakni:

·     Tidak diperbolehkan melakukan yang jahat.

·     Kaidah "Emas": "segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka" (Mat 7:12)

·     CInta kasih Kristen selalu menghargai sesama dan hati nuraninya "jika engkau secara demikian berdosa terhadap saudara-saudaramu dan melukai hati nurani mereka yang lemah, engkau pada hakekatnya berdosa terhadap Kristus.

 

B.    Bersikap kritis dan bertanggung jawab terhadap pengaruh media massa.

Media komunikasi dewasa ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sebagai dampaknya, informasi yang masuk ke dalam kehidupan sehari-hari tidak terbendung. Persoalannya, informasi itu ada yang bersifat membangun, tetapi ada juga yang bersifat merugikan. Pada umumnya remaja bersifat polos dalam mengadopsi kehadiran media. Mereka menelan begitu saja apa yang disediakan dan tidak mencernanya. Sehubungan dengan itu remaja perlu mendapatkan bimbingan supaya mereka bisa bersikap kritis dalam memilih media dan mampu mengolahnya menjadi nutrisi untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Kita dituntut untuk bersikap kritis atas segala tawaran dan informasi yang kita peroleh. Bersikap kritis tidak berarti menolak mentah-mentah tentang media, melainkan kita mencoba menyaringnya dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang kita pilih dan kita percaya. Dengan demikian, kita akan dapat menempatkan media massa pada tempat yang semestinya bagi perkembangan diri kita. Melalui pelajaran ini kalian akan diajak untuk mengembangkan kedewasaan berpikir, mampu mempertimbangkan baik-buruk sesuatu hal, selektif dan mampu membuat skala prioritas dalam menentukan pilihan hidup.

Pandangan Gereja terhadap penggunaan media masaa tertuang dalam “Dekrit Konsili Vatian II tentang komunikasi social (Intermirivica art. 9 dan 10)

Artikel 9

Kewajiban-kewajiban para pemakai media komunikasi sosial

Kewajiban-kewajiban khusus mengikat semua penerima, yakni para pembaca, pemirsa dan pendengar, yang atas pilihan pribadi dan bebas menampung informasi-informasi yang disiarkan oleh media itu. Sebab cara memilih yang tepat meminta supaya mereka mendukung sepenuhnya segala sesuatu yang menampilkan nilai keutamaan, ilmu-pengetahuan dan teknologi. Sebaliknya hendaklah mereka menghindari apa saja, yang bagi diri mereka sendiri menyebabkan atau memungkinkan timbulnya kerugian rohani, atau yang dapat membahayakan sesama karena contoh yang buruk, atau menghalang-halangi tersebarnya informasi yang baik dan mendukung tersiarnya informasi yang buruk. Hal itu kebanyakan terjadi dengan membayar iuran kepada para penyelenggara, yang memanfaatkan media itukarena alasan-alasan ekonomi semata-mata.

Maka supaya para penerima itu mematuhi hukum moral, hendaknya mereka jangan melalaikan kewajiban, untuk pada waktunya mencari informasi tentang penilaian-penilaian yang mengenai semuanya itu diberikan oleh instansi-instansi yang berwenang, dan untuk mengikutinya sebagai pedoman menurut suara hati yang cermat. Untuk lebih mudah melawan dampakdampak yang merugikan, dan mengikuti sepenuhnya pengaruh-pengaruh yang baik, hendaknya mereka berusaha mengarahkan dan membina suara hati mereka dengan upaya-upaya yang cocok.

Artikel 10

Kewajiban-kewajiban kaum muda dan para orang tua

Hendaknya para penerima, terutama di kalangan kaum muda berusaha, supaya dalam memakai upaya-upaya komunikasi sosial mereka belajar mengendalikan diri dan menjaga ketertiban. Kecuali itu hendaklah mereka berusaha memahami secara lebih mendalam apa yang mereka lihat, dengar dan baca. Hendaklah itu mereka percakapkan dengan para pendidik dan para ahli, dan dengan demikian mereka belajar memberi penilaian yang saksama. Sedangkan para orangtua hendaknya menyadari sebagai kewajiban mereka: menjaga dengan sungguh sungguh, supaya tayangan-tayangan, terbitanterbitan tercetak dan lain sebagainya, yang bertentangan dengan iman serta tata susila, jangan sampai memasuki ambang pintu rumah tangga, dan jangan sampai anak-anak menjumpainya di luar lingkup keluarga.

 

C.    Bersikap kritis terhadap gaya hidup yang berkembang dan ideologi.

Dalam hidup modern dewasa ini, kita tidak dapat lepas dari berbagai pengaruh lingkungan, baik itu paham atau ideologi maupun aliran hidup yang ada dan berkembang saat ini. Terlebih seperti yang dialami oleh banyak kaummuda sekarang ini, tren apapun bentuknya mulai dari mode, musik film, sampai pada berbagai gaya hidup lainnya, hingga perangkat teknologi, tak bisa dilepaskan pengaruhnya bagi kita. Tingkatan pengaruhnya sangat tergantung pada pada kedewasaan kita dalam menjalani dan menentukan pilihan. Pada pelajaran ini, kita akan mengamati berbagai pengaruh dari suatu ideologi, aliran/paham, dan tren-tren yang berkembang saat ini.

Dalam menghadapi berbagai ideologi, paham, dan aliran tersebut, Yesus sudah memiliki sikap kritis. Yesus tetap pada pilihan-Nya (opsi-Nya), yaitu Kerajaan Allah. Yesus juga pernah dihadapkan kepada berbagai tawaran yang menggiurkan, seperti jaminan sosial ekonomi, kekuasaan, dan kesenangan, tetapi Yesus tetap menolaknya (lih. Matius 4: 1-11). Pilihan (opsi) Yesus tetap pada mewartakan dan memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah. Dalam pembahasan ini, kalian diajak untuk membekali diri dengan sikap kritis, sehingga dapat menentukan pilihan dengan benar.

Manusia hendaklah berikap kritis terhadap gaya hidup dan ideologi dimana seperti ajaran dalam kitab suci, secara tegas Yesus mengajarkan cara bersikap dalam “percobaan di padang gurun” (Lukas 4:1-13) dan cara Yesus bersikap terhadap orang Farisi dan ahli Taurat (Matius 13:1-36)

 

 

 

BAB III

 

KITAB SUCI DAN TRADISI SUMBER IMAN AKAN YESUS KRISTUS

 

Sesudah menggumuli tema Pribadi manusia, selanjutnya Kita akan mendalami tema Pribadi Yesus Kristus. Sebagai pribadi yang bermartabat Citra Allah kalian dipanggil oleh Allah untuk secara bertanggung jawab mengembangkan diri menuju kesempurnaan dalam kebersamaan dengan sesama. Upaya mengembangkan diri tersebut bukanlah suatu hal yang mudah, sebab dalam perjalanan hidupnya manusia selalu dihadapkan dengan berbagai tantangan dan rintangan.

Sebagai orang yang beriman akan Yesus Kristus, kalian tentu ingin mengembangkan diri dengan berpolakan pada Yesus Kristus. Pribadi Yesus Kristus adalah pola dan teladan pengembangan diri, sebab dalam Dia-lah kalian dapat menemukan keluhuran martabat manusia yang unggul dan berkenan kepada Allah. Dialah Citra Allah yang telah dipilih Allah menjadi jalan, kebenaran dan hidup manusia. Dalam Dia-lah manusia kesempurnaan manusia di hadapan Allah. Agar kita mampu memahami Yesus sebagai sosok kesempurnaan hidup, maka kita  perlu menggali pemahaman dari sumbernya, yakni Kitab Suci, baik Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, serta Tradisi Gereja. Kitab Suci dan Tradisi menjadi sumber iman kita. Maka pembelajaran dalam Bab ini akan menggali lebih dalam tentang:

A.    Kitab Suci Perjanjian Lama

Bagi umat beriman Kitab Suci memegang peranan yang sangat penting. Ia menjadi sumber tertulis yang utama untuk memahami karya penyelamatan Allah kepada manusia sepanjang zaman. Ia juga menjadi sumber referensi dan inspirasi untuk mengembangkan imannya. Karena kedudukan dan perannya yang sangat penting itu, maka setiap orang beriman perlu memahami Kitab Suci secara benar. Pemahaman tersebut akan berpengaruh pada sikap dan tindakan orang beriman dalam mendudukkan dan memperlakukan Kitab Suci bagi kehidupan berimannya. Pemahaman yang benar itu menyangkut pemahaman tentang sejarah terjadinya, latar belakang atau konteks sejarah saat Kitab Suci itu disusun, latar belakang penulisnya, jenis sastra dalam penulisannya, isi dan maksud penulisannya

Kitab Suci Perjanjian Lama seperti yang dimiliki umat Kristiani saat ini disusun melalui proses yang panjang sekitar lebih dari sepuluh abad, sejak abad XI SM sampai kurang lebih abad I Sesudah Masehi. Pada mulanya berupa kumpulan cerita-cerita tentang pengalaman bangsa Israel dalam hubungannya dengan sejarah bangsanya dan sekaligus peranan serta kehadiran Allah dala seluruh perjalanan hidup mereka. Pengalaman-pengalaman penyelamatan Allah sepanjang sejarah mereka itu diceritakan kepada anak cucu mereka secara turuntemurun. Hingga suatu saat ada orang-orang tertentu, yang mendapat ilham Roh Kudus menyusun dan menuliskannya menjadi sebuah buku utuh seperti yang kita miliki sekarang ini.

Beberapa bagian Kitab Suci disampaikan dalam bentuk kesusastraan yang berbentuk legenda (Kejadian 1:1-31). Jenis sastra yang terdapat dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dijelaskan dalam Dokumen Konsili Vatikan II tentang Wahyu Illahi (Dei Verbum) yang secara jelas menjelaskan bahwa untuk menafsirkan Perjanjian Lama secara benar, salah satunya adalah memperhatikan “Jenis sastra”. Sebab, “Sebab dengan cara yang berbeda-beda kebenaran dikemukakan dan diungkapkan dalam nas-nas yang dengan aneka cara bersifat historis, atau profetis (ramalan/nubuat), atau poetis, atau dengan jenis sastra lainnya.

Kitab Suci Perjanjian Lama dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok yaitu 1) Pentateukh atau Taurat, 2) Kitab-Kitab Sejarah, 3) Kitab- Kitab Kebijaksanaan dan Sesembahan atau Pujian, serta 4) Kitab-Kitab Kenabian atau Para Nabi.

Isi pokok Kitab Suci Perjanjian Lama Konsili Vatikan II tentang Wahyu Illahi (Dei Verbum) artikel 14 menyatakan:

Allah Yang Mahakasih dengan penuh perhatian merencanakan dan menyiapkan keselamatan segenap umat manusia. Dalam pada itu Ia dengan penyelenggaraan yang istimewa memilih bagi diri-Nya suatu bangsa, untuk diserahi janji-janji-Nya. Sebab setelah mengadakan perjanjian dengan Abraham (lih. Kej 15:18) dan dengan bangsa Israel melalui Musa (lih. Kel 24:8), dengan sabda maupun karya-Nya Ia mewahyukan Diri kepada umat yang diperoleh-Nya sebegai satu-satunya Allah yang benar dan hidup sedemikian rupa, sehingga Israel mengalami bagaimanakah Allah bergaul dengan manusia. Dan ketika Allah bersabda melalui para Nabi, Israel semakin mendalam dan terang memahami itu, dan semakin meluas menunjukkannya diantara para bangsa (lih. Mzm 21:28-29; 95:1-3; Yes 2:1-4; Yer 3:17). Adapun tata keselamatan, yang diramalkan, diceritakan dan diterangkan oleh para pengarang suci, sebagai sabda Allah yang benar terdapat dalam Kitab-kitab Perjanjian Lama. Maka dari itu kitab-kitab itu, yang diilhami oleh Allah, tetap mempunyai nilai abadi: “Sebab apapun yang tertulis, ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita karena kesabaran dan penghiburan Kitab Suci mempunyai pengharapan” (Roma 15:4).

Kitab Suci Perjanjian Lama memiliki hubungan dengan Kitab Suci Perjanjian Baru. Dalam Dokumen Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi (Dei Verbum), artikel 16, menyatakan sebagai berikut: Allah, pengilham dan pengarang kitab-kitab Perjanjian Lama maupun Baru, dalam kebijaksanaan-Nya mengatur (Kitab Suci) sedemikian rupa, sehingga Perjanjian Baru tersembunyi dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Lama terbuka dalam Perjanjian Baru. Sebab meskipun Kristus mengadakan Perjanjian yang Baru dalam darah-Nya (lih. Lukas 22:20; 1Korintus 11:25), namun Kitabkitab Perjanjian Lama seutuhnya ditampung dalam pewartaan Injil, dan dalam Perjanjian Baru memperoleh dan memperlihatkan maknanya yang penuh (lihat Matius 5:17; Lukas 24:27; Roma 16:25-26; 2Korintus 3:14-16) dan sebaliknya juga menyinari dan menjelaskan Perjanjian Baru.

      “ Istilah perjanjian Lama” dipergunakan untuk membedakan dengan “Perjanjian Baru”. Dalam sejarah keselamatan, relasi manusia dengan Alah diikat dengan perjanjian, yang dalam Perjanjian Lama manusia diwakili oleh bangsa Israel, teristimewa melalui para pemimpin mereka. Perjanjian itu adalah perjanjian kasih yang menyelamatkan. Dalam perjanjian itu, Allah berjanji akan senantiasa menyelamatkan manusia, dan dari pihak manusiaAllah menuntut kesetiaan.

Sayangnya kesetiaan Allah itu seringkali dibalas dengan ketidaksetiaan Israel. Maka Allah yang adalah setia tetap menjanjikan penyelamatan pada manusia dengan cara memperbaharui perjanjian melalui putraNya sendiri Yesus Kristus. Maka Perjanjian Lama menunjuk pada perjanjian antara manusia dengan Allah sebelum Kristus.

Mengingat isi Perjanjian Lama yang sangat penting itu, maka membaca dan mendalami Kitab Perjanjuan Lama merupakan keharusan.

1. Pertama, dengan mempelajari Perjanjian Lama, kita akan melihat bagaimana Allah secara terus-menerus dan dengan setia menyatakan Diri-Nya untuk dikenal; dan bagaimana bangsa Israel menanggapi pewahyuan Allah itu. Hubungan timbal-balik antara Allah dengan bangsa Israel tersebut dapat menjadi cermin bagi manusia yang hidup zaman sekarang dalam membangun relasi yang lebih baik dengan Allah.

2. Kedua, Kitab Suci Perjanjian Lama bukan buku yang pertama-tama hendak menguraikan fakta-fakta sejarah, melainkan dan terutama hendak mengungkapkan Allah yang berfirman, yang menyampaikan rencana dan tindakan penyelamatan kepada manusia. Perjanjian Lama adalah Firman Allah. Karena Firman Allah, maka manusia diminta untuk mau mendengarkan dan menjalankan apa yang difirmankan-Nya.

3. Ketiga, beberapa bagian kitab Perjanjian Lama berisi nubuat-nubuat tentang Juruselamat yang dijanjikan Allah, yang digenapi dalam diri Yesus Kristus. Oleh karena itu, pemahaman diri Yesus Kristus sebagai penggenapan janji Allah dapat sepenuhnya difahami bila kita mempelajari Perjanjian Lama.

4. Keempat, Yesus sendiri sebagai orang Yahudi mendasarkan pengajaran- Nya dari Kitab Perjanjian Lama. Ia tidak meniadakan Perjanjian Lama, melainkan meneguhkan dan sekaligus memperbaharuinya.

 

B.    Kitab Suci Perjanjian Baru

Tidaklah mudah bagi seseorang untuk memahami isi sebuah tulisan yang sudah berusia sekitar 2000 tahun yang lalu. Apalagi isi tulisan tersebut tentang tokoh dan kelompok masyarakat tertentu, yang tinggal di wilayah tertentu dengan konteks geografis, sosial budaya, sosial politik dan sosial keagamaan tertentu yang berbeda dengan si pembaca. Kesulitan yang sama sering dikeluhkan sebagian umat, terutama ketika mereka berhadapan dengan Kitab Suci Perjanjian Baru. Tetapi kesulitan tidak identik dengan jalan buntu. Siapapun yang hendak mempelajari Kitab Suci Perjanjian Baru dapat masuk dan sampai pada alam pikiran Perjanjian Baru, bila ia berusaha keras disertai keyakinan pada Roh Kudus sendiri yang akan membimbingnya. Di tengah berbagai kesulitan yang dialami umat dalam membaca dan memahami isi pesan Kitab Perjanjian Baru, Konsili Suci mendesak dengan sangat semua orang beriman supaya seringkali membaca Kitab-Kitab ilahi untuk memperoleh pengertian yang mulia akan Yesus Kristus (Dei Verbum Art. 25). Santo Paulus pun dalam suratnya yang kedua kepada Timotius mengatakan bahwa “segala tulisan yang diilhamkan Allah (Kitab Suci) memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (lih. 2Timotius 3: 26). St. Hironimus berkata “Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus.”

 

Proses Penyusunan Kitab Suci Perjanjian Baru

1.Ke 27 Kitab dalam Perjanjian Baru, tentu saja tidak langsung jadi, tetapi melalui proses yang kurang lebih 100 tahun. Ketika Yesus masih hidup, tidak seorangpun di antara murid-murid-Nya yang terpikir untuk mencatat tentang apa yang Ia lakukan atau Ia katakan, atau segala sesuatu tentang kehidupan-Nya. Merekahanya ingin menjadi murid Yesus yang mengikuti Yesus ke manapun Ia pergi, mereka tinggal bersama Yesus, mereka belajar mendengarkan ajaran-Nya, dan menyaksikan tindakan Yesus.

2.Baru sesudah Yesus dibangkitkan, mereka mulai merasakan arti kehadiran Yesus bagi hidup mereka, dan bagi banyak orang yang selama ini mengikuti Yesus percaya kepada-Nya. Sesudah Yesus bangkit, para murid mulai sadar, bahwa Ia yang selama ini diikuti adalah sosok yang menjadi kegenapan janji Allah, sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Peristiwa Pentakosta seolah membakar hati mereka untuk mulai berani bercerita kepada banyak orang tentang siapa Yesus sesungguhnya. Berkat Pentakosta, mereka mulai keluar dari persembunyian, dan pergi ke berbagai tempat menceritakan secara lisan tentang ajaran, karya (mukjizat-mukjizat) serta hidup Yesus.

3.Dari situ terbentuklah semakin banyak kelompok orang yang percaya kepada Yesus di berbagai kota, sampai ke wilayah di luar Palestina. Karena orang-orang yang percaya kepada Yesus itu tersebar di berbagai kota, dan tidak selamanya para rasul bisa hadir di tengah mereka, maka kadang-kadang komunikasi dilakukan melalui surat. Surat itu bisa berisi wejangan untuk menyelesaikan masalah atau pengajaran atau cerita-cerita tentang kehidupan Yesus.

4.Baru sesudah para murid meninggal dan umat yang percaya kepada Yesus Kristus semakin banyak, muncullah kebutuhan akan tulisan baik mengenai hidup Yesus, karya-Nya, sabda-Nya, maupun akhir hidup-Nya. Berkat bimbingan Roh Kudus, mereka menuliskan kisah tentang Yesus berdasarkan cerita-cerita dari para saksi mata, para pengikut-Nya yang sudah beredar dan berkembang luas di tengah-tengah masyarakat (bacalah Lukas 1:1-4). Tentu tulisan-tulisan tersebut dipengaruhi oleh kemampuan, iman dan maksud serta tujuan penulis serta situasi jemaat yang dituju oleh tulisan itu.

5.Oleh sebab itu, kita tidak perlu heran jika tulisan-tulisan dari para Penulis tentang Yesus tersebut terdapat perbedaan. Sebab, mereka bukan menulis suatu laporan atau sejarah tentang Yesus melainkan melalui tulisan itu mereka mau mewartakan iman mereka (dan iman jemaat) akan Yesus Kristus, sebagai Tuhan dan Juru Selamat.

6.Untuk memahami lebih dalam tentang proses tersusunnya tulisan-tulisan mengenai Yesus Kristus, kita harus mulai dari periode hidup Yesus sampai pembentukan kanon Perjanjian Baru.

 

Tahun 7/6 sebelum Masehi (SM) - 30 sesudah Masehi (M)

1.     Yesus lahir sekitar tahun 7/6 SM, dibesarkan di desa Nazaret wilayah Galilea. Ia seorang Yahudi yang saleh yang menaati hukum dengan penuh semangat (bandingkan Matius 5:17). Sekitar tahun 27/28 Masehi Yesus dibaptis di sungai Yordan oleh Yohanes Pembaptis. Kemudian la berkarya sebentar seperti Yohanes Pembaptis, yaitu bersama dengan murid-murid-Nya membaptis (bandingkan Yohanes 3:22-26), tetapi kemudian Ia berkeliling di seluruh Galilea dan Yudea untuk mewartakan Kerajaan Allah. Ketika Yesus lahir dan tampil di depan umum, Palestina berada di bawah kekuasaan Roma dipimpin oleh Agustus dan di Palestina dipimpin oleh Herodes Agung.

2.     Dalam situasi seperti itu ada suasana kebencian di kalangan orang Yahudi terhadap penjajah Roma. Sementara itu dalam kehidupan Umat Yahudi sejak lama tumbuh keyakinan bahwa Allah mereka adalah Allah yang setia dan selalu terlibat dalam seluruh kehidupan umat-Nya. Dalam kondisi dijajah oleh bangsa lain mereka menaruh harapan pada Allah yang akan membebaskan mereka dari derita dan penjajahan. Campur tangan Allah itu diyakini akan dilaksanakan melalui seorang tokoh yang disebut Mesias. Mesias digambarkan sebagai utusan Allah, seorang pahlawan yang akan membebaskan Israel dari penjajah dan antek-anteknya. Maka timbullah berbagai gerakan mesianisme. Salah satu gerakan mesianisme bercorak keagamaan adalah seperti yang dirintis Yohanes. Yohanes mewartakan bahwa Allah akan memenuhi janji- Nya, bilamana bangsa Israel bertobat sebagaimana dituntut oleh para nabi (Matius 3:1-12). Yohanes juga memberitakan tentang Yesus sebagai utusan Allah yang akan membawa pembebasan bagi mereka. Seruan pertobatan Yohanes ditanggapi bangsa Israel. Mereka memberi diri untuk dibaptis oleh Yohanes sebagai tanda pertobatan. Yesus pun mengikuti mereka sebagai tandasolidaritas dengan mereka.

3.     Setelah dibaptis oleh Yohanes, Yesus meneruskan pesan yang sudah diserukan oleh Yohanes. Tetapi gambaran Yohanes tentang diri Yesus sebagai Mesias berbeda dengan yang dipahami Yesus sendiri. Yohanes menggambarkan bahwa campur tangan Allah akan terlaksana secara mengerikan, sedangkan Yesus menyatakan campur tangan Allah sebagai kabar baik sebagaimana dinyatakan oleh para nabi (bdk. Yesaya 40:11; 52:7-10), yakni hidup, sabda dan karyaNya.

4.     Dalam mewartakan misinya sebagai Mesias, Yesus kerap mengajar dengan menggunakan perumpamaan agar mudah ditangkap oleh orang-orang sederhana. Namun demikian semua disampaikan dengan kewibawaan Ilahi. Itulah sebabnya Yesus selalu bersabda: “Aku berkata kepada-mu... (Markus 1:27). Yesus juga tampil dengan gaya dan cara hidup yang berbeda dengan orang lain. Kerap kali Ia “melanggar” kaidah-kaidah umum yang berlaku, misalnya: menyembuhkan orang pada hari Sabat, bergaul dengan orang-orang berdosa, makan bersama atau mengadakan perjamuan dengan orang-orang yang oleh masyarakat dicap sebagai sampah masyarakat (pendosa), Yesus banyak melakukan mukjizat, mengampuni dosa atau membangkitkan orang mati (yang menurut pandangan banyak orang hal itu hanya bisa dilakukan oleh Allah). Sebagian orang yang melihat tindakan Yesus semakin mengagumi Dia, dan semakin membuat orang bertanya-tanya siapa sebenarnya Dia ini? (bdk. Markus 8:27-30 dan Injil lain). Tetapi hal yang sama membuat kebencian Kaum Farisi, khususnya para Imam dan ahli Taurat. Yesus dianggap oleh mereka menghujat Allah. Kendati demikian, Yesus tidak takut dan tetap mewartakan kedatangan Kerajaan Allah dan mengajak setiap orang yang mendengar-Nyabertobat dan percaya kepada Injil.

5.     Kebencian para pemimpin agama dan kaum Farisi nampak dalam tindakan mereka yang selalu menguji Yesus untuk mencari kesalahan-Nya. Bahkan diceritakan, bahwa beberapa kali mereka bersekongkol untuk membunuh Yesus, tetapi Yesus berhasil meloloskan diri (Mat 12:14). Hingga pada akhirnya, mereka menggunakan kesempatan perayaan Paskah untuk menangkap Yesus. Yesus ditangkap kemudian diadili oleh pengadilan Agama (Sanhedrin) di sini Yesus diputuskan untuk dihukum mati. Maka mereka membawa Yesus kepada penguasa Romawi (Pontius Pilatus) untuk mengizinkan menghukum mati Yesus. Atas desakan orang banyak, akhirnya Pontius Pilatus menjatuhkan hukuman mati di kayu salib. Kemungkinan besar hal itu terjadi sekitar tanggal 7 April tahun 30 M.

6.     Sejak penangkapan Yesus di Taman Getsemani, murid-murid yang selama ini selalu bersama-sama dengan Dia sangat ketakutan. Petrus menyangkal, para murid yang lain entah kemana. Yesus harus menghadapi pengadilan sendirian bahkan berjalan salib tanpa mereka. Sampai akhirnya Yesus wafatdi Salib. Sesaat seolah-olah apapun tentang Yesus lenyap di telan bumi. Para murid bersembunyi di rumah-rumah, tidak berani tampil di muka umum. Titik balik mulai muncul, ketika tiga hari kemudian mereka mendapati Yesus bangkit. Tidak ada laporan dan kesaksian yang utuh tentang kebangkitan Yesus. Mereka hanya menceritakan tentang makam Yesus yang kosong, dengan hanya menyisakan kain kafan, serta malaikat yang memberitakan kabangkitan Yesus. Beberapa waktu kemudian, mengalami beberapa kali penampakan Yesus. Mereka mengalami seolah Yesus yang hadir dalam wujud mulia.

7.     Kebangkitan Yesus itu memperkokoh iman mereka. Mereka menjadi semakin percaya bahwa Yesus sungguh-sungguh Mesias, Putera Allah, Tuhan dan Penyelamat. Mereka semakin yakin akan segala sesuatu yang telah diwartakan Perjanjian Lama tentang Mesias, dan hal itu dilihat sebagai terlaksana dalam diri Yesus. Keyakinan baru ini dirasakan mereka sebagai datang dari Allah sendiri, bukan hasil olah pikir mereka. Lebih-lebih berkat Pentakosta keyakinan dan keberanian itu semakin menguatkan mereka untuk memberi kesaksian kepada semua orang

 

Antara Tahun 40 - 120 Masehi: penyusunan dan penulisan Kitab SuciPerjanjian Baru.

1.     Karangan tertua dari Kitab Suci Perjanjian Baru adalah 1 Tesalonika (ditulis sekitar tahun 40 an) sedangkan yang paling akhir adalah 2 Petrus (tahun 120-an)

2.     Yesus pasti tidak menulis apapun yang berkaitan dengan karya dan sabda-sabda-Nya, tidak juga menyuruh para murid-Nya untuk menuliskannya, meskipun Ia bisa membaca dan menulis (lih. Luk 4:17-19 dan Yoh 8:6). Ia hanya berkeliling mengajar dan berbuat baik (menyembuhkan, mengusir setan dan sebagainya) di dalam pengajaran-Nya Yesus kerapkali menggunakan Kitab Suci, tetapi Kitab Suci yang la gunakan adalah Kitab Suci Perjanjian Lama. Namun karena sabda-Nya dan hidup-Nya serta karya-Nya begitu mengesankan dan berwibawa maka banyak orang tertarik dan mengikuti Yesus. Lebih-lebih setelah kebangkitan, di mana Yesus diakui dengan berbagai macam gelar (Kristus, Tuhan, Juru Selamat, dan sebagainya), maka para pengikutnya mulai meneruskan apa yang telah dimulai oleh Yesus. Mereka berkeliling tidak hanya di Palestina tetapi sampai di luar Palestina, untuk mewartakan karya keselamatan Allah yang terlaksana melalui Yesus Kristus.

3.     Mula-mula para murid mulai mewartakan Yesus secara lisan. Inti pewartaan pada mulanya adalah wafat dan kebangkitan-Nya (bdk. Kisah Para Rasul: Khotbah Petrus pada hari Pentakosta, Kisah Para Rasul 2). Kemudian pewartaan itu berkembang dengan mewartakan juga hidup, karya dan sabda-Nya dan yang terakhir adalah masa mudaNya atau masa kanak-kanak-Nya. Semua diwartakan dalam terang kebangkitan, karena kebangkitan Kristus merupakan dasar dari iman kepada Yesus Kristus.

4.     Setelah komunitas jemaat berkembang di berbagai kota maka seringkali para Rasul berhubungan dengan komunitas tersebut melalui utusan dan surat-surat (Kisah Para Rasul 15:2. 20-23). Itulah sebabnya karangan yang tertua dan tertulis adalah dalam bentuk surat (lihat poin 1).

5.     Karena banyak komunitas yang perlu untuk terus dibina, sementara para saksi mata jumlahnya terbatas, maka mulailah juga ditulis beberapa pokok iman yang penting, seperti kisah kebangkitan, sengsara, sabda-sabda Yesus, dan karya Yesus dengan maksud untuk membina mereka. Setelah generasi pertama mulai menghilang, maka dibutuhkan tulisan-tulisan tentang Yesus yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka muncullah karangankarangan yang masih berupa fragmen-fragmen: kisah sengsara, mukjizatmukjizat, kumpulan sabda, kumpulan perumpamaan, dan sebagainya. Dari situ akhirnya disusunlah injil-injil dan kisah para rasul, sampai akhirnya seperti yang kita miliki sekarang ini. Injil itu disusun berdasar atas tradisi, baik lisan maupun tertulis dan yang disesuaikan dengan maksud dan tujuan penulis serta situasi jemaat.

 

Antara tahun 120 - 400 Masehi: pembentukan kanon (Daftar resmi Kitab Suci Perjanjian Baru).

1.     Pada awal abad kedua sampai akhir abad kedua muncul begitu banyak tulisan tentang Yesus, yang membingungkan umat beriman. Dalam situasi seperti itu umat mulai mencari kepastian, manakah Kitab-Kitab yang membina iman sejati.

2.     Untuk mengatasi hal tersebut pada akhir abad kedua mulai tahun 200, beberapa tokoh penting mulai menyaring karangan-karangan yang ada. Mereka menyusun daftar karangan yang berwibawa dan layak disebut Kitab Suci. Sementara karangan-karangan yang menyeleweng dari iman sejati ditolak. Salah satu daftar yang terkenal pada saat itu adalah kanon Muratori.

3.     Sekitar tahun 254, Origines, memberikan daftar kisah yang umum diterima dan daftar Kitab-Kitab yang harus ditolak. Juga Eusebius pada tahun 303 menyajikan Kitab yang umum diterima dan sejumlah karangan yang mesti ditolak. Pada tahun 300 secara umum yang sudah diterima sebagai Kitab Suci adalah: 4 Injil seperti sekarang; 13 surat Paulus, Kisah Para Rasul, 1 Petrus, 1 Yohanes dan Wahyu

4.     Pada tahun 400, barulah perbedaan pendapat dalam hal jumlah Kitab Suci hampir hilang seluruhnya. Pada tahun 367 Batrik Aleksandria yang bernama Atanasius menyusun daftar Kitab Suci yang termasuk Perjanjian Baru. Jumlahnya 27 seperti yang kita miliki sekarang. Demikian juga Konsili Hippo (393) dan Karthago (397) menetapkan daftar yang sama

Kitab-kitab dalam Kitab Suci Perjanjian Baru

        Gereja Katolik mengakui bahwa jumlah tulisan atau Kitab dalam Perjanjian Baru ada 27 tulisan atau Kitab. Semua Kitab pada intinya berbicara tentang Yesus Kristus, karya-Nya, sabda-Nya, tuntutan-Nya, dan hidup-Nya, dengan cara dan gaya penulisan masing-masing. Meskipun Perjanjian Baru berpusat pada Yesus Kristus, namun di dalamnya juga tercantum beberapa hal mengenai mereka (jemaat perdana) yang percaya kepada Yesus Kristus. Secara umum, Kitab Suci Perjanjian Baru bentuknya bersifat kisah (baik perjalanan atau mukjizat) perumpamaan ajaran, surat, dan nubuat.

1.   Keempat Injil

Kitab Suci Perjanjian Baru dibuka dengan empat tulisan yang disebut Injil (Matius, Markus, Lukas dan Yohanes). Sebagian besar isinya berupa cerita mengenai Yesus selagi hidup di dunia, karya-Nya, wejangan-wejangan-Nya, dan perjuangan-Nya Tulisan mereka berhenti dengan kisah tentang Yesus yang menampakkan diri sesudah bangkit dari antara orang mati. Mengingat isinya, maka keempat Kitab Injil itu dipandang sebagai Kitab yang paling utama (paling penting).

2.   Kisah Para Rasul

“Kisah Para Rasul” sebenarnya bukan berisi kisah tentang semua rasul, melainkan lebih bercerita tentang apa yang terjadi setelah Yesus wafat dan bangkit. Intinya, berkisah tentang munculnya jemaat kristen pertama dan perkembangannya selama kurang lebih 30 tahun dengan dua tokoh utama yaitu Petrus dan Paulus

3.   Surat-surat

Tulisan berikutnya adalah 21 tulisan yang gaya penulisannya semacam “surat”. Isinya lebih merupakan wejangan, anjuran, dan ajaran yang bermacam-macam tentang hidup sesuai dengan Yesus Kristus. Wejangan, anjuran dan ajaran itu diajarkan oleh Santo Paulus, Yakobus dan tokoh-tokoh lain yang ditujukan kepada jemaat tertentu atau orang tertentu.

4.     Wahyu

Tulisan terakhir adalah Kitab Wahyu Yohanes. Kitab ini berisi serangkaian penglihatan mengenai hal ihwal umat Kristen dan dunia seluruhnya. Kitab ini terarah ke masa depan atau akhir zaman, dan sekaligus merupakan rangkuman atau penegasan tentang karya keselamatan Allah.

C.    Tradisi

Gereja memiliki tradisi yang sangat kaya. Tradisi yang dimaksud bukan sekedar upacara, ajaran atau kebiasaan kuno. Tradisi yang hidup dalam Gereja lebih merupakan ungkapan pengalaman iman Gereja akan Yesus Kristus, yang diterima, diwartakan, dirayakan, dan diwariskan kepada angkatan-angkatan selanjutnya. Konsili Vatikan II memandang penting peran Tradisi ”Demikianlah Gereja dalam ajaran, hidup, serta ibadatnya melestarikan serta meneruskan kepada semua keturunan, dirinya seluruhnya, imannya seutuhnya”. Tradisi ”berkat bantuan Roh Kudus” berkembang dalam Gereja, ”sebab berkembanglah pengertian tentang kenyataan-kenyataan maupun kata-kata yang ditanamkan,” dan ”Gereja tiada hentinya berkembang menuju kepenuhan kebenaran Ilahi” (D8). Dalam arti ini tradisi mempunyai orientasi ke masa depan.

Gereja juga mempunyai kekayaan tradisi yang cukup banyak, salah satunya adalah tradisi Ibadat Jalan salib.

Pengertian, wujud, kedudukan dan fungsi Tradisi dalam Gereja Katolik, kalian bisa mencarinya dari berbagai sumber. Berikut kutipan dari Dokumen Konsili Vatikan II, dalam Konstitusi tentang Wahyu Ilahi:

1.     (Para Rasul dan pengganti mereka sebagai pewarta Injil)

Dalam kebaikan-Nya Allah telah menetapkan, bahwa apa yang diwahyukan-Nya demi keselamatan semua bangsa, harus tetap utuh untuk selamanya dan diteruskan kepada segala keturunannya. Maka Kristus Tuhan, yang menjadi kepenuhan seluruh wahyu Allah Yang Mahatinggi (lihat 2 Korintus 1:30; 3:16-4:6), memerintahkan kepada para Rasul, supaya Injil, yang dahulu telah dijanjikan melalui para Nabi dan dipenuhi oleh-Nya serta dimaklumkan- Nya dengan mulut-Nya sendiri, mereka wartakan pada semua orang, sebagai sumber segala kebenaran yang menyelamatkan serta sumber ajaran kesusilaan, dan dengan demikian dibagikan kurnia-kurnia ilahi kepada mereka. Perintah itu dilaksanakan dengan setia oleh para Rasul, yang dalam pewartaan lisan, dengan teladan serta penetapan-penetapan meneruskan entah apa yang telah mereka terima dari mulut, pergaulan dan karya Kristus sendiri, entah apa yang atas dorongan Roh Kudus telah mereka pelajari. Perintah Tuhan dijalankan pula oleh para Rasul dan tokoh-tokoh rasuli, yang atas ilham Roh Kudus itu juga telah membukukan amanat keselamatan.

Adapun supaya Injil senantiasa terpelihara secara utuh dan hidup dalam Gereja, para Rasul meninggalkan Uskup-uskup sebagai pengganti mereka, yang “mereka serahi kedudukan mereka untuk mengajar”. Maka dari itu Tradisi suci dan Kitab Suci perjanjian Lama maupun Baru bagaikan cermin bagi Gereja yang mengembara di dunia, untuk memandang Allah yang menganugerahinya segala sesuatu, hingga tiba saatnya Gereja dihantar untuk menghadap Allahtatap muka, sebagaimana ada-Nya (lihat 1Yohanes 3:2).

 

2.     (Tradisi Suci)

Oleh karena itu pewartaan para Rasul, yang secara istimewa diungkapkan dalam kitab-kitab yang diilhami, harus dilestarikan sampai kepenuhan zaman melalui penggantian-penggantian yang tiada putusnya. Maka para Rasul, seraya meneruskan apa yang telah mereka terima sendiri, mengingatkan kaum beriman, supaya mereka berpegang teguh pada ajaran-ajaran warisan, yang telah mereka terima entah secara lisan entah secara tertulis (lihat 2 Tesalonika 2:15), dan supaya mereka berjuang untuk membela iman yang sekali untuk selamanya diteruskan kepada mereka (lihat Yudas 3). Adapun apa yang telah diteruskan oleh para Rasul mencakup segala sesuatu, yang membantu Umat Allah untuk menjalani hidup yang suci dan untuk berkembang dalam imannya.   Demikianlah Gereja dalam ajaran, hidup, serta ibadatnya melestarikan serta meneruskan kepada semua keturunan dirinya seluruhnya, imannya seutuhnya.

Tradisi yang berasal dari para rasul itu berkat bantuan Roh Kudus berkembang dalam Gereja: sebab berkembanglah pengertian tentang kenyataan-kenyataan maupun kata-kata yang diturunkan, baik karena kaum beriman, yang menyimpannya dalam hati (lihat Lukas 2:19 dan 51), merenungkan serta mempelajarinya, maupun karena mereka menyelami secara mendalam pengalaman-pengalaman rohani mereka, maupun juga berkat pewartaan mereka, yang sebagai pengganti dalam martabat Uskup menerima kurnia kebenaran yang pasti. Sebab dalam perkembangan sejarah Gereja tiada hentinya menuju kepenuhan kebenaran ilahi, sampai terpenuhilah padanya sabda Allah. Ungkapan-ungkapan para Bapa Suci memberi kesaksian akan kehadiran Tradisi itu pun Gereja mengenal kanon Kitab-kitab Suci selengkapnya, dan dalam Tradisi itu Kitab suci sendiri dimengerti secara lebih mendalam dan tiada hentinya dihadirkan secara aktif.

Demikianlah Allah, yang dulu telah bersabda, tiada hentinya berwawancara dengan Mempelai Putera-Nya yang terkasih. Dan Roh Kudus, yang menyebabkan suara Injil yang hidup bergema dalam Gereja, dan melalui gereja dalam dunia, mengantarkan Umat beriman menuju segala kebenaran, dan menyebabkan sabda Kristus menetap dalam diri mereka secara melimpah (lihat Kolose 3:16).

3.     (Hubungan antara Tradisi dan Kitab Suci)

      Jadi Tradisi Suci dan Kitab Suci berhubungan erat sekali dan berpadu. Sebab keduanya mengalir dari sumber ilahi yang sama, dan dengan cara tertentu bergabung menjadi satu dan menjurus ke arah tujuan yang sama. Sebab Kitab suci itu pembicaraan Allah sejauh itu termaktub dengan ilham Roh ilahi. Sedangkan oleh Tradisi Suci sabda Allah, yang oleh Kristus Tuhan dan Roh Kudus dipercayakan kepada para Rasul, disalurkan seutuhnya kepada para pengganti mereka, supaya mereka ini dalam terang Roh kebenaran dengan pewartaan mereka memelihara, menjelaskan, dan menyebarkannya dengan setia. Dengan demikian Gereja menimba kepastian tentang segala sesuatu yang diwahyukan bukan hanya melalui Kitab Suci. Maka dari itu keduanya (baik Tradisi maupun Kitab Suci) harus diterima dan dihormati dengan cita-rasa kesalehan dan hormat yang sama.

 

4.      (Gereja menghormati Kitab-Kitab Suci)

Kitab-kitab ilahi seperti juga Tubuh Tuhan sendiri selalu dihormati oleh Gereja, yang terutama dalam Liturgi Suci – tiada hentinya menyambut roti kehidupan dari meja sabda Allah maupun Tubuh Kristus, dan menyajikannya kepada Umat beriman. Kitab-kitab itu bersama dengan Tradisi Suci selalu dipandang dan tetap dipandang sebagai norma imannya yang tinggi. Sebab kitab-kitab itu diilhami oleh Allah, dan sekali untuk selamanya telah dituliskan, serta tanpa perubahan manapun menyampaikan sabda Allah sendiri, lagi pula mendengarkan suara Roh Kudus dalam sabda para Nabi dan para Rasul. Jadi semua pewartaan dalam Gereja seperti juga agama kristiani sendiri harus dipupuk dan diatur oleh Kitab Suci. Sebab dalam Kitab-Kitab Suci Bapa yang ada di Surga penuh cinta kasih menjumpai para putera-Nya dan berwawancara dengan mereka. Adapun demikian besarlah daya dan kekuatan sabda Allah, sehingga bagi Gereja merupakan tumpuan serta kekuatan, dan bagi puteraputeri Gereja menjadi kekuatan iman, santapan jiwa, sumber jernih dan kekal hidup rohani. Oleh karena itu bagi Kitab Suci berlakulah secara istimewa katakata: “Memang sabda Allah penuh kehidupan dan kekuatan” (Ibrani 4:12),“yang berkuasa membangun dan mengaruniakan warisan diantara semua para kudus” (Kisah Para Rasul 20:32; lihat 1Tesalonika 2:13)

 

D.    Menghayati Tradisi Gereja

Banyak orang setelah melihat pagelaran suatu tradisi tidak merasa mendapatkan apa-apa bahkan sekalipun ia ikut terlibat di dalamnya, ia seolah pulang dengan kosong, kecuali rasa lelah. Tradisi seolah-olah tidak bermakna bagi hidupnya. Tentu hal tersebut sangat disayangkan. Oleh karena itu, supaya kalian tidak jatuh pada pengalaman yang sama, rumuskan bersama teman-temanmu: sikap dan tindakan apa yang perlu dikembangkan agar kit semakin menghayati Tradisi yang ada!

Salah satu bentuk tradisi adalah sakramen; yang salah satunya adalah Sakramen Ekaristi. Dalam suasana hening, coba refleksikan kembali makna Sakramen Ekaristi bagi kehidupan imanmu, sejauhmana dirimu selama ini sungguh-sungguh merayakan sakramen tersebut? Apa yang perlu ditingkatkan dalam dirimu agar Tradisi Suci tersebut makin bermanfaat dalam memperkembangkan imanmu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

 

YESUS MEWARTAKAN DAN MEMPERJUANGKAN KERAJAAN ALLAH

 

A.    Gambaran tentang kerajaan Allah zaman Yesus

Setiap kelompok masyarakat tentu mempunyai impian tentang masa depan yang ideal, yang ingin diwujudkan. Gambaran tentang impian masa depan tersebut biasanya sangat diwarnai oleh latar belakang situasi yang dialami oleh masyarakat tersebut. Impian masa depan otomatis terkait juga dengan figur pemimpin yang diharapkan. Pada saat Yesus memulai misi mewartakan Kerajaan Allah, bangsa Yahudi hidup di bawah penjajahan bangsa Romawi. Selain ditindas oleh para penjajah, mereka juga ditindas oleh bangsa sendiri, terutama oleh raja-raja boneka yang diangkat oleh para penjajah. Situasi tersebut menyebabkan kemiskinan semakin meluas, korupsi dan kriminalitas semakin banyak, dan munculnya kelompok-kelompok masyarakat yang memanfaatkan situasi tersebut demi kepentingan kelompoknya. Dalam situasi tertindas seperti itu, muncullah tokoh-tokoh yang menawarkan diri sebagai seorang pemimpin dengan mengusung paham masing-masing tentang impian masyarakat yang ideal. Perbedaan paham ini menyebabkan impian mereka tentang kondisi masyarakat yang ideal terpecahpecah, sehingga dengan mudah dapat dipatahkan oleh penjajah.

Untuk memahami paham Kerajaan Allah yang diwartakan dan diperjuangkan oleh Yesus, perlu juga memahami situasi zaman Yesus yang meliputi latar belakang geografis, politik, ekonomi, sosial, dan religiusnya. Hal itu perlu karena warta Kerajaan Allah yang diperjuangkan oleh Yesus tidak dapat lepas dari situasi-situasi yang terjadi dan melingkupi kehidupan bangsa Yahudi saat itu .

 

Situasi bangsa Yahudi pada Zaman Yesus:

Keadaan Geografis

Pada abad pertama masehi “tanah Israel” secara resmi disebut Yudea. Akan tetapi sesudah perang Yahudi tahun 135 disebut “Siria-Palestina”, lalu menjadi “Palestina”. Palestina pada zaman Yesus meliputi beberapa wilayah, yaitu Yudea, Samaria, dan Galilea. Wilayah Yudea terletak di Palestina Selatan dan merupakan daerah pegunungan yang terletak di sekitar Yerusalem dan Bait Allah. Lahan daerah ini gersang dan kering. Di sini dibudidayakan buah zaitun dan lain-lain, sedangkan peternakan kambing dan domba merupakan kegiatan yang tersebar luas. Wilayah Samaria terletak di Palestina bagian tengah. Daerah itu dihuni oleh orang-orang Samaria, yang menurut keyakinan orang Yahudi dianggap bukan Yahudi asli, melainkan sudah keturunan campuran antara orang Yahudi dan bangsa kafir. Orang-orang Samaria tidak diperbolehkan merayakan ibadat di Bait Allah di Yerusalem. Itulah sebabnya mereka mempunyai tempat ibadat dan upacara sendiri. Wilayah yang ketiga adalah Galilea yang terletak di Palestina bagian Utara. Di Galilea inilah terdapat desa Nazaret, tempat tinggal Yesus. Daerah ini merupakan bentangan lahan yang subur dan merupakan tanah yang luas untuk tanam-an gandum dan jagung atau peternakan besar. Di daerah ini terdapat rute perdagangan dari Damsyik menuju ke Laut, dan dari Damsyik menuju ke Yerusalem. Pedagang-pedagang asing berpeng-aruh besar di daerah ini. Di daerah ini terdapat danau Galilea (Tiberias) yang merupakan salah satu sumber hidup bagi masyarakat.

Keadaan Ekonomi

Penduduk Palestina pada zaman Yesus berjumlah kurang lebih 500.000 jiwa dan penduduk kota Yerusalem 300.000 jiwa. Dari jumlah penduduk itu terdapat 18.000 orang Imam dan Lewi, 6.000 orang Farisi, dan 4.000 orang Eseni. Dengan keluarga mereka, kelompok-kelompok tersebut mencakup 20% dari seluruh penduduk. Penduduk desa umumnya memiliki lahan-lahan kecil pertanian. Sebagian besar tanah dikuasai oleh para tuan tanah yang tinggal di kota. Lahan-lahan itu digunakan untuk menanam gandum, jagung, dan peternakan yang besar. Rakyat kebanyakan menjadi penggarap atau gembala. Selain para petani dan gembala, masih terdapat perajin-perajin kecil yang umumnya melakukam perdagangan dengan sistem barter. Di kota-kota terdapat tiga sektor ekonomi: pertama, para perajin tekstil, makanan, wangi-wangian, dan perhiasan; kedua, mereka yang bekerja di bidang konstruksi; ketiga, para pedagang (baik besar maupun kecil). Sebagian besar penduduk Palestina adalah rakyat kecil yang keadaan ekonominya cukup memprihatinkan, karena penghasilan mereka terlalu kecil. Situasi seperti itu masih diperparah Iagi dengan beban berbagai pajak dan pungutan untuk pemerintah, untuk angkatan perang Romawi, untuk para Aristokrat setempat, dan untuk Bait Allah. Konon pajak dan pungutan itu mencapai 40% dari penghasilan rakyat.

Keadaan Politik

Enam abad sebelum Yesus, Palestina selalu berada di bawah penjajahan Kerajaan Persia (538 - 332 SM), Yunani (332 - 62/50 SM) dan kekaisaran Romawi (62/50 SM sampai zaman kekristenan sesudah Masehi). Secara internal masyarakat Palestina dikuasai oleh raja-raja dan pejabat-pejabat “boneka” yang ditunjuk oleh penguasa Roma. Di samping pejabat-pejabat “boneka” ini masih ada tuan-tuan tanah yang kaya raya dan kaum rohaniwan kelas tinggi yang suka menindas rakyat demi kepentingan dan kedudukan mereka. Golongan-golongan ini senantiasa memihak penjajah, supaya mereka tidak kehilangan hak istimewa dan nama baik di mata penjajah, karena penguasa Roma memiliki kekuasaan untuk mencabut hak milik seseorang. Struktur kekuasaan dapat digambarkan secara piramidal dengan puncak kekuasaan politik adalah prokurator Yudea (ia harus orang Romawi) dan berwenang menunjuk Imam Agung yang dipilih dari empat kalangan keluarga yang mempunyai pengaruh di dalam masyarakat waktu itu. Di Yudea, Imam Agung berperan secara politis sebagai raja selain sebagai pemimpin agama. Di Galilea, kekuasaan dipegang oleh raja Herodes Antipas, yang juga “boneka” Roma. Selain itu ada pejabat-pejabat yang menjadi perantara yang ditunjuk langsung oleh penguasa Romawi dan pada umumnva diambil dari kalangan sesepuh Sanhedrin (Majelis/Mahkamah Agama) serta majelis rendah yang diambil dari kelas bawah.

 

Keadaan Sosial Budaya

Masyarakat Palestina terbagi dalam kelas-kelas. Di daerah pedesaan terdapat tiga kelas, yaitu: tuan tanah, pemilik tanah kecil, dan perajin, kaum buruh, dan budak. Di daerah perkotaan terdapat tiga lapisan juga: lapisan yang tertinggi yaitu kaum Aristokrat yang terdiri atas para imam, pedagangpedagang besar, dan pejabat-pejabat tinggi; lapisan menengah bawah yang terdiri atas para perajin, pejabat-pejabat rendah, awam atau imam, dan kaum Lewi; dan lapisan yang paling bawah, terdapat kaum buruh. Selain itu masih terdapat kaum proletar marjinal yang tidak terintegrasi dalam kegiatan ekonomi, yang terdiri atas orang-orang yang dikucilkan oleh masyarakat karena suatu sebab yang bukan ekonomis. Mereka itu misalnva: para pendosa publik seperti pelacur dan pemungut cukai, penderita kusta yang menurut keyakinan orang Yahudi disebabkan oleh dosa si penderita atau dosa orang tuanya. Menurut pandangan orang Yahudi, dosa juga dapat berjangkit seperti kuman penyakit. Oleh sebab itu, orang “baik-baik” sebaiknya tidak bergaul dengan orang-orang berdosa, supaya tidak tertulari dosanya. Selain kelas-kelas sosial di atas, pada masyarakat Palestina terdapat pula berbagai diskriminasi, antara lain: diskriminasi rasial, diskriminasi seksual (perendahan martabat perempuan), diskriminasi dalam pekerjaan, diskriminasi terhadap anak-anak, dan diskriminasi terhadap orang yang menderita. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebanyakan rakyat Palestina pada zaman Yesus sangat tertindas baik secara politis, sosial, ekonomi, maupun religius keagamaannya. Oleh karena itu kita perlu menyadari, mengapa orang Yahudi kebanyakan sangat mendambakan kedatangan sang Pembebas, yang mereka beri gelar Mesias.


Sumber:
http://studi-peta.blogspot.com/2009/12/palestina-zaman-yesus.html Gambar 4.1 Palestina zaman Yesus

Dari Segi Religius Keagamaan

Hukum Taurat sangat mewarnai hidup religius orang-orang Yahudi. Kaum Farisi dan para imam misalnya, berusaha menjaga warisan dan jati diri Yahudi. Mereka menyoroti ketaatan pada setiap pasal hukum. Bagi mereka, menjadi umat Allah berarti ketaatan yang ketat pada setiap detail hukum. Mereka berusaha menerapkan hukum pada setiap keadaan hidupnya.

 

 

 

                        Sumber: http://scriptures.lds.org/ind/biblemaps/1

Gambar 4.2 Yerusalem pada masa Yesus

Mereka sangat memilih-milih dalam ketaatan mereka, yaitu Hukum Taurat yang memusatkan perhatiannya pada peraturan-peraturan ritual dan ibadah keagamaan. Orang-orang Farisi gemar memperluas tuntutantuntutan kebersihan yang berlaku bagi para imam ke seluruh masyarakat Yahudi. Mereka menafsirkan dan kadang-kadang memanipulasi Hukum Taurat demi kepentingan mereka sendiri, sehingga sering mendatangkan beban yang tidak tertahankan bagi rakyat kecil. Mereka ingin mengaku dirisebagai umat Allah, sehingga Allah dengan sendirinya akan melakukan apa yang tidak mampu mereka lakukan sendiri. Tuhan akan membawa keadilan hukum dalam masyarakat dan akan membebaskan tanah terjanji dari orangorang kafir. Dalam masyarakat Yahudi, fungsi religius melampaui jangkauan kehidupan beragama. Fungsi ini juga merambah dalam bidang lain seperti ekonomi, sosial, dan politik. Itulah sebabnya tidak mungkin bertindak dalam bidang agama tanpa sekaligus bertindak di bidang lainnya. Contoh: bila Yesus membela kaum miskin, kita harus mengetahui siapakah yang disebut kaum miskin di Palestina pada waktu itu. Demikian juga perlawanan Yesus terhadap kaum Saduki dan Farisi tidak boleh diartikan sebagai pertentangan dalam konsep keagamaan saja. Begitu juga pilihan para rasul mempunyai arti simbolis dalam hal seperti itu sebenarnya menjadi gejala umum. Ketika suatu bangsa tertindas, hampir sebagian besar orang merindukan kedatangan tokoh yang bisa membebaskan rakyat dari jeratan penindasan itu. Untuk itu, gambaran situasi dan latar belakang ketika Yesus mewartakan Kerajaan Allah sangat mempengaruhi perkembangan, begitu juga tekanan, gugatan, dan halangan tentang bagaimana perjuangan-Nya itu.

Pemahaman tentang Kerajaan Allah pada zaman Yesus Kristus adalah sebagai berikut:

1.     Paham Kerajaan Allah dalam masyarakat Yahudi Zaman Yesus

Konteks dan latar belakang situasi yang ada dalam masyarakat sebagaimana diuraikan di atas, secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada munculnya berbagai paham Kerajaan Allah pada zaman Yesus. Paham Kerajaan Allah itu dipengaruhi oleh paham kelompok tertentu, budaya, dan kepentingan tertentu juga. Inilah beberapa paham Kerajaan Allah yang muncul ke permukaan:

     a. Paham Kerajaan Allah yang bersifat Nasionalistis

Kaum Zelot adalah sekelompok orang Israel/Yahudi yang tidak suka negaranya dijajah oleh Romawi, kaum kafir, karena alasan keagamaan. Maka mereka selalu berusaha memberontak untuk mengusir kaum penjajah dan membebaskan diri dari penjajahan Romawi, agar mereka tidak ditindas oleh kaum kafir. Mereka memiliki harapan bahwa perjuangan mereka akan memperoleh kemenangan dengan kedatangan sang Mesias yang akan mewujudkan Kerajaan Allah, yaitu Kerajaan Israel yang merdeka dan bebas dari penjajahan Romawi, bebas dari penjajahan kaum kafir.

 

b.Paham Kerajaan Allah yang bersifat Apokaliptik

Kelompok ini adalah orang-orang yang amat menantikan datangnya akhir zaman, untuk memahami zaman yang sudah rusak ini, sehingga muncullah zaman baru. Aliran ini percaya akan datangnya penghakiman Allah yang sudah dekat, karena dunia ini sudah jahat dan akan digantikan oleh dunia baru. Penghakiman itu akan dilaksanakan oleh Allah melalui utusan-Nya yaitu Mesias. Dalam dunia baru itu, yang hidupnya baik akan dianugerahi kebakaan dan yang hidupnya jahat akan dihukum. Menurut aliran itu, Kerajaan Allah adalah sebuah kenyataan yang akan menjadi kenyataan pada akhir zaman. Dunia ini atau zaman ini sudah terlalu jahat dan jelek. Setelah zaman yang jahat ini lenyap dibinasakan oleh Allah, maka Kerajaan Allah akan menjadi kenyataan di bumi, selanjutnya langit danbumi baru yang dijanjikan Allah akan muncul.

 

c.Paham Kerajaan Allah yang bersifat Legalistik

Para rabi adalah sekelompok orang Israel yang berkedudukan sebagai pengajar (guru). Menurut pandangan para rabi, Allah sekarang sudah meraja secara hukum, sedangkan di akhir zaman Allah akan menyatakan kekuasaan-Nya sebagai raja semesta alam dengan menghakimi segala bangsa. Bangsa Israel dikuasai oleh orang-orang kafir (dijajah oleh bangsa Romawi yang dianggap kafir) akibat dari dosa-dosanya. Jika bangsa Israel melaksanakan Hukum Taurat dengan benar, maka penjajah akan dapat dikalahkan. Oleh karena itu, mereka yang sekarang taat pada hukum Taurat sudah menjadi warga Kerajaan Allah. Tetapi, jika tidak melaksanakan Hukum Taurat, maka bangsa Israel akan terus dijajah dan diperintah oleh kaum kafir. Demikian paham tentang Kerajaan Allah yang dimiliki oleh beberapa kaum atau kelompok yang kuat dan saat itu berpengaruh dalam kebudayaan Israel.kebudayaan Israel.

 

B.      YESUS MEWARTAKAN DAN MEMPERJUANGKAN KERAJAAN ALLAH

Dalam masyakat kita kerap ditemui, banyak calon pemimpin yang mengumbar janji saat berkampanye. Tetapi seiring dengan perjalanan waktu banyak di antara mereka lupa akan janji yang pernah diucapkannya itu. Mereka yang seharusnya memperjuangkan kesejahteraan rakyat banyak yang malah menyejahterakan diri sendiri, keluarga, kelompoknya atau partainya. Mereka yang seharusnya memperjuangkan dan menegakkan keadilan justru berbuat tidak adil. Sehingga lama-kelamaan tingkat kepercayaan mereka makin menipis, dan pada akhirnya mereka tidak akan diikuti. Kitab Suci Perjanjian Baru memperlihatkan kenyataan yang sangat berbeda antara sikap para pemimpin atau wakil rakyat yang digambarkan di atas, dengan sikap Yesus dalam perjuangannya mewartakan dan mewujudkan Kerajaan Allah, Yesus tidak hanya menyampaikan pengajaran melalui kata-kata maupun perumpamaan, melainkan juga melalui tindakan konkret. Perkataan dan perbuatan Yesus merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan (Lihat Matius 11: 5-6; bandingkan Lukas 11: 5-6). Perkataan atau sabda Yesus menjelaskan atau menerangkan perbuatan-perbuatan-Nya, sebaliknya perbuatan Yesus mewujudnyatakan perkataan-Nya. Dalam mewartakan Kerajaan Allah, Yesus tidak hanya berkeinginan agar masyarakatnya memahami konsep-konsep Kerajaan Allah, melainkan berupaya agar masyarakatnya dapat melihat sendiri tanda-tanda kehadiran Kerajaan Allah itu, dan terutama merasakan sendiri pengalaman akan Allah yang hadir dan menunjukkan kuasaNya yang menyelamatkan. Bagi Yesus Kerajaan Allah bukan sekedar janji-janji di masa depan, melainkan realitas yang bisa dihadirkan dan dirasakan di dunia, sambil menunggu kepenuhannya pada akhir zaman.

Selain itu Yesus mewartakan Kerajaan Allah dengan menggunakan perumpaan – perumpamaan (Matius 13:1-53) dan juga tindakan konkrit (Yohanes 11:17. 19-45).

 

C.      MENGHAYATI NILAI-NILAI KERAJAAN ALLAH YANG DIWARTAKAN YESUS

            Menghayati nilai-nilai Kerajaan Allah yang diwartkan Yesus bisa dijalankan dengan berbagai cara, yaitu:

1.     Jangan sampai diperbudak oleh uang dan harta (Markus 10:24-25)

2.     Menggunakan jabatan sebagai sarana untuk mengosongkan diri dan melayani, seperti teladan Yesusu sendiri yang mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia (Filipi 2:7).

3.     Menempatkan harga dirinya seperti yang diajarkan Yesusu Kristus, dimanan dalam pewartaan tentang Kerajaan Allah, Yesus telah mengingatkan: “….sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan Surga” (Matius 18: 1-4). Harga diri seseorang justru terletak pada kerendahan hatinya, yang mau bersikap seperti anak kecil: polos, jujur, bersahaja, tidak menutup-nutupi kekurangan, dan tidak membohongi diri sendiri dan orang lain

Harga diri manusia justru terletak pada kesediaan berdiri sama tinggi duduk sama rendah dengan sesama, hidup dalam kebersamaan tanpa sekat, tanpa merasa lebih baik atau lebih suci. Yesus menunjukkan hal tersebut saat ia makan bersama dengan orang berdosa, seperti dengan Lewi si pemungut cukai (Lukas 5: 29), dan menumpang di rumah Zakeus (Lukas 19: 5-7)

4.     Melakukan pertobatan karena Kerajaan Allah yang mencapai kepenuhannya pada akhir zaman itu kinisudah dekat, bahkan sudah datang dalam sabda dan karya Yesus. Oleh karena itu, orang harus menanggapinya dengan bertobat dan percaya kepada warta yang dibawa oleh Yesus.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

 

SENGSARA, WAFAT, KEBANGKITAN, DAN KENAIKAN YESUS

 

Dengan bekerja keras, Yesus melaksanakan tugas perutusan Bapa untuk mewartakan dan mewujudkan Kerajaan Allah. Walaupun demikian tidak semua orang menanggapi pewartaan Yesus itu dengan tangan terbuka. Ada sebagian masyarakat yang justru, merasa terancam dengan kehadiran dan kegiatan Yesus itu. Mereka menganggap pewartaan dan tindakan Yesus sebagai ancaman bagi jabatan, kehormatan serta nafkah mereka. Bagi mereka, Yesus adalah musuh yang harus ditumpas. Hal itulah yang menyebabkan mereka dengan berbagai cara berusaha menjebak dan melemahkan pengaruh pewartaan Yesus. Bahkan beberapa kali mereka berusaha membunuh Yesus. Hingga pada saat yang tepat, mereka berhasil menangkap Yesus, mengadili, menyiksa dan menyalibkan-Nya. Di mata para musuh-Nya, kematian Yesus merupakan bentuk hukuman yang layak bagi seorang penghujat Allah. Tetapi Yesus menghayati sengsara dan wafat-Nya sebagai bentuk kesetiaan-Nya kepada nasib manusia yang berdosa, dan sekaligus kesetiaan dan penyerahan total kepada Bapa. Yesus mengalami nasib seperti manusia, yakni kematian. Tetapi Allah membangkitkan Dia pada hari ketiga sebagai tanda penerimaan penyerahan diri Anak-Nya dan memuliakan Dia dengan mengangkat Dia ke Surga. Untuk lebih menghayati hal tersebut di atas, maka dalam bab lima ini, secara berturut-turut akan dibahas topik-topik:

A. Sengsara dan wafat Yesus

B. Kebangkitan dan kenaikan Yesus ke Surga.

A. Sengsara dan Wafat Yesus

Kematian merupakan peristiwa yang amat sangat biasa. Apapun yang hidup pasti suatu saat akan mati. Kematian seolah menjadi titik akhir dari kehidupan manusia, setelah itu ia lenyap bagai ditelan bumi. Tetapi, Iman kristiani justru menegaskan, bahwa seharusnya kematian dihayati sebagai pintu masuk pada kehidupan baru, kehidupan kekal bersama dengan Allah. Maka persoalannya adalah: bagaimana manusia mempersiapkan dan menghayati kematian. Wafat Yesus adalah kenyataan historis. Sengsara dan wafat Yesus merupakan tanda terbesar kasih Allah kepada manusia. Sengsara dan wafat Yesus juga merupakan tanda agung dari Kerajaan Allah. Yesus telah mewartakan Kerajaan Allah melalui kata-kata dan perbuatan. Yesus menyadari bahwa kesaksian yang paling kuat dalam mewartakan dan memperjuangkan Kerajaan Allah ialah kesediaan-Nya untuk mati demi Kerajaan Allah yang diperjuangkan-Nya. Maka, Yesus berani menghadapi risiko ini dengan penuh kesadaran dan tanpa takut. Yesus yakin dengan sikap-Nya yang konsekuen dan berani menghadapi maut akan memberanikan pula semua murid-Nya dan pengikut-pengikut-Nya untuk mewartakan dan memperjuangkan Kerajaan Allah walaupun harus mempertaruhkan nyawanya.

 

Mendalami Makna Kisah Sengsara dan Wafat Yesus

Untuk dapat memahami secara mendalam makna sengsara dan wafat Yesus, ada beberapa hal yang perlu kalian pahami:

1)    Konteks sosial (latar belakang situasi) menjelang penangkapan, pengadilan, dan penyaliban Yesus

2)     Kisah Sengsara Yesus

3)    Orang-orang yang terlibat dalam pengadilan dan penyaliban Yesus

 

Wafat dan kebangkitan Yesus dalam iman Kristiani dipahami sebagai:

a.     Wafat Yesus sebagai Tanda Ketaatan dan Kesetiaan-Nya pada Bapa

Sikap Yesus untuk tidak melarikan diri dari sengsara yang akan dihadapi-Nya semakin mengukuhkan tekad yang pernah diucapkan-Nya. Dalam satu kesempatan, Yesus pernah berkata: ”Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yohanes 4: 34). Yesus setia kepada kehendak Bapa-Nya, Ia taat sampai mati. Yesus menebus ketidaktaatan manusia kepada Allah melalui ketaatan-Nya.”Jadi, sama seperti ketidaktaatan satu orang, semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang, semua orang menjadi orang yang benar” (Roma 5: 19). Dengan ketaatan-Nya sampai mati, Yesus menyelesaikan tugas-Nya sebagai hamba yang menderita; seperti yang dikatakan dalam Yesaya 53: 10-12.

 

b.     Wafat Yesus adalah Tanda Solidaritas-Nya dengan Manusia

Wafat Yesus ”untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan” (1Korintus 1: 23). Tetapi menurut Paulus, bagi orang-orang yang percaya akan Allah, peristiwa Yesus disalibkan mempunyai arti baru. ”Untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi maupun orang yang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmah Allah. Sebab, yang bodoh dari Allah lebih besar hikmahnya daripada manusia (1Korintus 1: 24-25). Dalam diri Yesus yang wafat disalibkan itu Allah berkarya. Dalam peristiwa salib, kita dapat mengenal pernyertaan Allah dalam hidup manusia. Allah yang berbelas kasih tidak pernah meninggalkan manusia. Sekalipun manusia mengalami kesengsaraan dan penderitaan, Allah tetap menjadi Allah yang selalu beserta kita (Immanuel). Kesengsaraan dan wafat Yesus menjadi tanda agung kehadiran Kerajaan Allah karena memberi kesaksian tentang Allah yang sebenarnya, yakni Allah Yang Mahakasih. Melalui diri Yesus Allah menunjukkan solidaritasnya dengan manusia. Ia telah senasib dengan manusia sampai kepada kematian, bahkan kematian yang paling hina. Tidak ada wujud solidaritas yang lebih hebat daripada kematian Yesus. Yesus rela mati disalib di antara dua penjahat. Ia telah menjadi manusia, sama dengan kaum tersisih dan terbuang.

 

c.     Wafat Yesus bukti bahwa Allah Mengasihi Manusia

Wafat Yesus menjadi tanda dan sekaligus bukti nyata, bahwa Allah sangat mengasihi manusia. “Karena begitu besar kasih Allah akan duniaini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia (Yohanes 3:16-17). Yesus sendiri menegaskan hal tersebut kepada muridmuridNya, sebelum sengsara dan wafat-Nya: “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya”. (Yohanes 15:13)

 

d.     Kematian Yesus Menyelamatkan Manusia

Wafat Yesus di salib bukan kejadian yang serba kebetulan, tetapi merupakan bagian dari misteri penyelamatan Allah bagi semua manusia, yang sudah direncanakan sejak awal mula, dan yang sudah dinubuatkan Nabi Yesaya dalam Perjanjian Lama (lihat Yesaya 52:13-53:12). Itulah sebabnya Paulus mengatakan: ”Kristus telah mati karena dosa-dosa kita sesuai dengan Kitab Suci” (1Korintus 15: 3). Yesus bersedia wafat di salib untuk mempersatukan kembali manusia yang berdosa dengan Allah. Hal ini ditegaskan oleh Petrus dalam suratnya yang pertama: ”Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak dan emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat. (1 Petrus 1: 18-19). Santo Paulus berkata: ”Dialah yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2Korintus 5: 21).

 

Rumuskan konteks sengsara dan wafat Yesus dengan membaca beberapa kutipan berikut:

a.     Berkaitan dengan waktu menjelang Yesus bersengsara: Lukas 22:1-2, Markus 14:1-2. Matius 26:2-5 dan yang dilakukan Yesus pada saat-saat menjelang sengsara-Nya: Matius 26:17-35, 26:36

b.     Berkaitan dengan keamanan Negara dan kebiasaan Pemerintah Romawi: Lukas 23:17 dan 19. Markus 15:7

c.     Berkaitan dengan banyaknya Mesias Palsu: Markus 13:5-6; Matius 24:4-5.

Untuk memahami Kisah Penangkapan hingga Penyaliban Yesus, bacalah kutipan Kitab Suci Lukas 22: 39-53, Lukas 22: 54-65, Lukas 22: 66-71, Lukas 23:1-25, Lukas 23: 26-56)  sambil memperhatikan kejadiannya, sikap dan tindakan orang-orang yang ada di dalamnya, dan sikap Yesus dalam kejadian tersebut.        

1)    Kisah sengsara dan wafat Yesus dapat kita temukan dalam keempat Injil. Mereka, yaitu Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes masing-masing dengan caranya sendiri menampilkan kisah sengsara dan wafat Yesus. Masing-masing menampilkan secara berbeda sesuai dengan latar belakang mereka dan jemaat yang dituju. Kisah sengsara yang dituliskan di dalam keempat Injil itu pertama-tama hendak mewartakan makna sengsara dan wafat Yesus bagi jemaat beriman. Namun pewartaan itu jelas dilandasi oleh kenyataan historis, yaitu bahwa Yesus sungguh-sungguh menderita sengsara dan wafat di kayu salib.

2)    Sengsara dan wafat Yesus merupakan tanda terbesar kasih Allah kepada manusia: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan memperoleh hidup yang kekal” (Yohanes 3: 16)..

3)    Sengsara dan wafat Yesus juga merupakan tanda agung dari Kerajaan Allah. Yesus telah mewartakan Kerajaan Allah melalui kata-kata dan perbuatan. Yesus menyadari bahwa kesaksian yang paling kuat dalam mewartakan dan memperjuangkan Kerajaan Allah ialah kesediaan-Nya untuk mati demi Kerajaan Allah yang diperjuangkan-Nya. Maka,

 

B.    Kebangkitan dan kenaikan Yesus ke Surga

Kepercayaan bahwa kematian bukan akhir segalanya bagi hidup manusia tersebar dalam semua agama dan kepercayaan. Mereka percaya bahwa sesudah kematian, sesungguhnya manusia masih hidup dan terus hidup, walaupun dalam wujud lain. Sebagai manusia, Yesus pun mengalami kematian. Ia wafat dan dikuburkan sebagaimana manusia pada umumnya. Tetapi kematian bukan akhir segalanya tentang Yesus, sebab Yesus dibangkitkan Allah dari kematian. Warta tentang kebangkitan Yesus Kristus tersebut merupakan dasar paling penting dalam iman Kristen, sebab “jika Kristus tidak bangkit, maka sia-sialah seluruh iman kita” (bdk. 1Korintus 15: 14). Kebangkitan Yesus merupakan bukti harapan bagi Gereja bahwa kematian bukan akhir segalanya, sebab melalui baptisan, kita telah dipersatukan dengan wafat Yesus Kristus dan kelak akan menikmati kebangkitan bersama Kristus. Bahkan bukan itu saja, sebagaimana Kristus masuk dalam kemuliaan Allah di Surga, demikian pula setiap orang yang percaya kepadaNya.

 

C.    Makna sengsara dan wafat Kristus bagi kita

Gereja mengimani, bahwa sekalipun Yesus telah bangkit dan kini berada dalam kemuliaan bersama Bapa dan Roh Kudus, Ia tetap hadir dalam Gereja-Nya. Kehadiran Yesus Kristus itu dapat dirasakan dalam berbagai bentuk:

         Ia hadir melalui sabda-Nya. Setiap saat kita membaca Kitab Suci, kita merasakan Yesus yang hadir dan bersabda kepada kita.

         Ia hadir dalam Ekaristi, terutama komuni. Tubuh (dan darah) Kristus yang kita terima saat Ekaristi, merupakan tanda kehadiran Yesus Kristus dalam diri kita. Ia hadir untuk menguatkan iman kita.

         Ia hadir dalam sakramen-sakramen. Dalam sakramen Kristus hadir untuk menyelamatkan.

         Ia hadir melalui para pemimpin Gereja. Merekalah wakil Kristus di dunia; melalui mereka Yesus hadir untuk Imam, raja dan Nabi.

Semua tanda kehadiran Kristus itu, hanya mungkin dapat dirasakan bilamana kita sungguh sungguh percaya kepada Dia. St. Thomas Aquinas menjelaskan bahwa ada lima alasan mengapa Kristus bangkit.

         Pertama, untuk menyatakan keadilan Allah.

Kristus yang rela taat pada kehendak Allah, menderita dan wafat sudah selayaknya ditinggikan dengan kebangkitan-Nya yang mulia.

          Kedua, untuk memperkuat iman kita.

Dengan kebangkitan- Nya, maka Kristus sendiri membuktikan bahwa Dia adalah Tuhan, dan membuktikan bahwa kematian-Nya bukanlah satu kekalahan, namun merupakan satu kemenangan yang membawa kehidupan. (1Korintus 15:14)

         Ketiga, untuk memperkuat pengharapan.

Karena Kristus membuktikan bahwa Dia bangkit dan membawa orang-orang kudus bersama dengan-Nya, maka kita dapat mempunyai pengharapan yang kuat, bahwa pada saatnya, kitapun akan dibangkitkan oleh Kristus. (1Korintus 15:12).

         Keempat, agar kita dapat hidup dengan baik.

St. Thomas mengutip Roma 6:4, “Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru, yaitu hidup dalam Roh.

         Kelima, untuk menuntaskan karya keselamatan Allah.

Karya keselamatan Allah tidak berakhir pada kematian Kristus di kayu salib, namun berakhir pada kemenangan Kristus, yaitu dengan kebangkitan-Nya. Rasul Paulus menuliskan “yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita.” (Roma 4:25).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB VI

 

YESUS, SAHABAT, TOKOH IDOLA, PUTRA ALLAH

DAN JURU SELAMAT

 

Banyak aspek yang dapat kita dalami tentang Yesus Kristus. Dalam bab sebelumnya, kita sudah memahami perjuangan Yesus Kristus dalam mewartakan Kerajaan Allah. Perjuangan-Nya yang tergolong singkat (sekitar 3 tahun) ternyata bukan perkara mudah. Ia tidak hanya berusaha memurnikan pemahaman masyarakat tentang Kerajaan Allah yang sudah terlebih dahulu diajarkan oleh tokoh-tokoh dan kelompok masyarakat sebelumnya; melainkan juga harus berhadapan dengan tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama Yahudi yang tidak menyukai karya-Nya. Tokoh masyarakat dan tokoh agama Yahudi tidak hanya membenci dan menolak kehadiran Yesus, malahan mereka berusaha menjebak dan mempersalahkan Yesus, bahkan selalu berupaya dengan berbagai cara untuk membunuh-Nya. Perjuangan untuk mewartakan Kerajaan Allah dilakukan Yesus Kristus dalam kesetiaan total kepada Bapa dan kepada manusia. Itulah sebabnya Ia juga tetap setia menjalani sengsara sampai wafat di kayu salib. Namun, wafat Yesus Kristus bukan akhir dari rencana Allah menyelamatkan manusia. Dengan membangkitkan Yesus Kristus Allah memberi harapan baru tentang keselamatan manusia yang lebih paripurna. Berkat kebangkitan dan kenaikan Yesus Kristus ke Surga, harapan akan keselamatan kekal menjadi makin jelas, sebab Yesus tidak hanya berjanji, melainkan sudah membuktikannya sendiri.

Tindakan Yesus Kristus dalam mewartakan Kerajaan Allah sampai wafat di salib itu sangat mengagumkan. Oleh karenanya, Yesus Kristus pantas menjadi sahabat dan idola hidup kita masa kini. Kekaguman kita akan bertambah, bila kita melihat kembali kepribadian-Nya secara lebih dalam. Maka dalam bab ini berturut-turut akan didalami topik-topik berikut:

A.    Yesus Kristus sahabat sejati dan tokoh idola

Sulit dibayangkan orang yang hidupnya tanpa sahabat. Sebab secara kodrati persahabatan merupakan kebutuhan setiap manusia. Tak ada manusia yang bisa berkembang secara sempurna tanpa peran seorang sahabat. Injil Yohanes memberi gambaran paham Yesus tentang persahabatan sejati. Yesus menyebut muridmuridNya sahabat sekalipun banyak perbedaan di antara mereka. “Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku” (Yohanes 15: 14-15). Bahkan kepada Yudas Iskariot, salah seorang murid-Nya yang telah mengkhianati dan menjual diri-Nya, Yesus tetap menyapa dia sahabat. “Hai sahabat, untuk itukah engkau datang?” (Matius 26: 50). Pemahaman Yesus tentang makna persahabatan sejati tidak sebatas kata-kata kosong. “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabatsahabatnya” (Yohanes 15:13) Ia membuktikan sendiri melalui tindakan, dengan rela menanggung sengsara sampai wafat di salib.

Bagi para murid-Nya, Yesus tidak hanya dirasakan sebagai sahabat. Bagi mereka, Yesus juga adalah idola dan sekaligus model bagaimana mencapai kepenuhan hidup sejati. Di hadapan para murid-muridNya, Yesus tampil dengan kepribadian dan tindakan yang sedemikian memesona. Dari situ mereka belajar hidup seperti Yesus. Hal itu dapat dibuktikan, sebab sekalipun Yesus sudah wafat, bangkit dan naik ke Surga, mereka meneruskan gaya hidup dan kepribadian Yesus dalam Gereja. Dengan demikian para murid maupun Gereja dulu hingga sekarang, tidak hanya mengidolakan, dan tidak pula sekedar meniru, melainkan meneruskan dan mengembangkannya.

Yesus sebagai tokoh idola meberikan contoh dan teladan dalam mewujudkan iman, dimana

1)    Yesus menerima semua orang yang tersingkir

2)    Yesus berani mengkritik kaum penguasa (Lukas 13:32, Mateus 23:27-28) namun Yesus tetap mengajarkan agar manusia menunaikan kewajibannya sosialnya di dunia (Mateus 22:21) dan juga mengajarkan untuk melayani  (Marku 10:43-44)

3)    Yesus mengutamakan kasih dalam menjalankan aturan, “Jangan kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan Hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya”  (Matius 5:17).. Hal tersebut tampak dalam sikap kristisnya terhadap ajaran-jaran dalam Taurat, misalnya soal membunuh (Matius 5:21-22), soal mempersembahkan persembahan (Matius 5:23-24), soal zinah (Matius 5:27-30), soal perceraian (Matius 5:31- 32), soal membalas dendam (Matius 5:38-42), soal kasih kepada musuh (Matius 5:43-48) dan sebagainya

4)    Yesus adalah pribadi yang beriman Pengertian beriman seperti di atas sangat nampak dalam diri Yesus Kristus. Yesus mempunyai relasi yang erat dengan Allah. Ia berdoa saat sedang dibaptis (Lukas 3:21), Ia berdoa pagi-pagi benar waktu hari masih gelap (Markus 1:35). Ia rehat dari pekerjaan-Nya untuk berdoa (Markus 6:46, Lukas 5:16). Ia berdoa juga pada malam hari (Lukas 6:12),Ia berdoa seorang diri saja (Lukas 9:18), kadang-kadang ia mengajak para murid menemani-Nya berdoa (Lukas 9:28). Ia tidak hanya berdoa untuk diri sendiri, melainkan sering mendoakan murid-Nya dan semua manusia (Yohanes 17:20) Beriman berarti menyerahkan seluruh hidup secara tolak dan sadar untuk melakukan kehendak Bapa. Yesus berkata: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya”. Yohanes 4:34.. (Lukas 22:42). (Lukas 23:46)

 

B. Yesus Putra Allah dan Juru Selamat

            Kita menemukan berbagai gelar yang diberikan Allah sendiri maupun oleh Umat beriman maupun yang dinyatakan sendiri oleh Yesus. Gelar-gelar itu antara lain: Mesias, Kristus, Anak Allah, Putera Allah, Firman, Gembala, Pintu, Pokok Anggur, Kebangkitan dan Hidup, dan sebagainya. Dari sekian banyak gelar yang dimiliki Yesus, tidak semua gelar akan diuraikan. Ada tiga gelar Yesus, yakni gelar Yesus sebagai Tuhan, Putera Allah, dan Juru Selamat yang cukup penting untuk dipahami. Gelar “Yesus Tuhan” rupanya menjadi gelar yang amat penting, sebab gelar tersebut kerap muncul dalam Perjanjian Baru, walaupun dengan variasi yang senada, antara lain: “Yesus Tuhan”; “Tuhan Yesus”; “Tuhan kita”; dan “Tuhan kita Yesus Kristus”. Bahkan, dalam surat-surat Paulus, gelar ini dipakai lebih dari 200 kali. Gelar kedua “Yesus Anak Allah” merupakan gelar yang paling kerap diucapkan. Gelar ketiga, “Juru Selamat” atau “Penyelamat”. Yesus datang untuk menggapai dambaan manusia yang paling mendalam, yaitu keselamatan. Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, Yesus disebut dan diakui sebagai Juru Selamat, karena Ia membebaskan umat dari dosa (lihat Matius 1: 21) dan mendekatkan manusia kepada Allah (lihat Ibrani 7: 25). Gelar-gelar tersebut diyakini kebenarannya berkat iman akan Yesus. Hanya mereka yang mengimani Yesus akan merasakan makna dari gelar-gelar tersebut.

            Dalam Kitab Suci, khususnya Kitab Suci Perjanjian Baru, Yesus memiliki banyak gelar. Dari sekian banyak gelar tersebut, ada tiga gelar yang sering disebut, yakni gelar Yesus sebagai “Tuhan”, “Anak Allah”, dan “Juru Selamat”.

1)    Yesus itu TUHAN

Gelar Yesus sebagai “Tuhan”. Gelar itu dituliskan dalam beberapa variasi, antara lain: Yesus Tuhan, Tuhan Yesus, Tuhan kita, Tuhan kita Yesus Kristus. Bahkan, dalam surat-surat Paulus gelar ini dipakai lebih dari 200 kali. Kata “Tuhan” (dalam bahasa Yunani “Kyrios”) berarti “Dia yang mengatur seseorang atau sesuatu”. Yesus Tuhan berarti Yesus yang memiliki kuasauntuk mengatur atau memimpin. Yesus adalah pemimpin yang diurapi Allah (bandingkan Lukas 2: 11), yang dipilih dan dilantik langsung oleh Allah.

·       Gelar “Tuhan” dikaitkan dengan peranan Yesus sebagai Penyelamat manusia (bandingkan 2Petrus 1: 11). Wibawa kemuliaan bukan untuk menghancurkan, melainkan untuk menyelamatkan.

·       Gelar “Tuhan” terkait erat dengan kemuliaan dan kedatangan-Nya kembali dengan kemuliaan-Nya pada akhir zaman, untuk mengadili atau menghakimi. • Gelar “Tuhan” menunjukkan wibawa atau kuasa Yesus yang tidak dapat dibantahkan oleh siapapun, sebab apa yang disampaikanNya merupakan perintah Tuhan sendiri (bandingkan 1Korintus 9: 14). Anak manusia adalah Tuhan atas hari Sabat (bandingkan Markus 2: 28).

·       Gelar “Tuhan” merupakan seruan doa dan ibadat. Itulah sebabnya dalam doa-doa orang Kristen berseru Yesus sebagai Tuhan. Yesus adalah satusatunya Junjungan (bandingkan 1Korintus 8: 5). Bila orang Kristen berkumpul dan bernyanyi, mereka bernyanyi bagi Tuhan. Seruan “Yesus Tuhan” adalah seruan iman. Kepercayaan khas orang Kristen adalah kepercayaan akan Yesus, Kristus Tuhan (bandingkan Roma10: 9). Roh Kuduslah yang mengantar orang sampai pada pengakuan bahwa Yesuslah Tuhan (bandingkan 1 Korintus 12: 3).

 

2)    Yesus adalah Anak Allah

Gelar “Anak Allah” menunjukkan hubungan khas antara Yesus dan Allah. Tidak ada hubungan yang begitu erat dan mesra seperti Yesus dan Allah (bandingkan Yohanes 10: 30). Dalam hubungan yang erat tersebut tetapterlihat bahwa antara Yesus dan Bapa berbeda. Yesus tidak sama dengan AllahBapa. Allah Bapa berbeda dengan Yesus sang Anak (bandingkan Yohanes 14:28). Anak dan Bapa memiliki peranan yang berbeda. Hubungan antara Bapa dan Anak itu tampak dalam “ketaatan”. Yesustaat sempurna terhadap Allah, Bapa-Nya (bandingkan Yohanes 4:34). Seluruh hidup dan pribadi Yesus melayani dan melaksanakan kehendak Bapa, dan semua itu dijalankan dengan ketaatan secara total, bahkan taat sampai mati di kayu salib. • Gelar “Anak Allah” juga menunjukkan pengetahuan dan pengenalan Yesus yang istimewa tentang Allah. Hanya Anaklah yang mengenal Bapa dengan baik (bandingkan Matius 11: 27). Pengetahuan-Nya bukan sekedar pemahaman intelektual, melainkan lebih sebagai sikap pribadi. • Gelar “Anak Allah” juga memperlihatkan “kewibawaan Yesus”. Yesus adalah Anak Allah yang berwibawa.

 

3)    Yesus adalah Juru Selamat

Yesus datang untuk menanggapi kerinduan manusia yang paling mendalam yaitu keselamatan secara paripurna. Keselamatan itu dinyatakan dengan pembebasan manusia dari dosa (bandingkan Matius 1: 21) dan mendekatkan kembali manusia kepada Allah (bandingkan Ibrani 7: 25). Seluruh kata dan perbuatan-Nya terarah pada upaya mendekatkan hubungan manusia dan Allah (bandingkan Roma 5: 10). Melalui perjuangan-Nya, Yesus menyatakan bahwa keselamatan yang diberikan Allah itu semata mata sebagai kasih karunia Allah (bandingkan Kisah Para Rasul 15: 11). Keselamatan yang dialami manusia bukan pertamatama usaha manusia, melainkan karunia kasih-Nya (bandingkan 1Korintus 1: 21). Walaupun demikian, Allah tetap bersikap aktif dalam mengupayakannya. Keselamatan itu berkembang dalam pewartaan (bandingkan Yakobus 1: 21). Yesus mewartakan bahwa keselamatan itu bagaikan biji yang ditaburkan, yang mulai dari hal-hal kecil tetapi akan bertumbuh dan menghasilkan buah berlimpah (bandingkan Matius 13: 1-9). Keselamatan yang ditawarkan Yesus itu tetap diteruskan dalam Gereja dan terlaksana secara sakramental. Sakramen dalam Gereja mengungkapkan tindakan Allah yang menyelamatkan. Kedudukan Yesus sebagai Juru Selamat sekaligus menegaskan bahwa Ia datang untuk menolong manusia karena manusia tidak dapat menolong dirinya sendiri. Ia tampil sebagai jalan dan sarana mencapai keselamatan yang ditawarkan Allah itu. Janji itu pula yang menjadi kekuatan dan harapan yang pasti, bahwa pada saatnya keselamatan itu akan dinyatakan secara penuh.

 

Jika kita mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan, maka itu berarti:

·       Kita menjadikan Yesus sebagai pimpinan atau junjungan yang mengarahkan hidup kita. Hidup kita setiap hari ada di dalam pimpinan- Nya.

·       Kita menjadikan kata-kata Yesus sebagai kata terakhir, sebab katakataNya adalah sabda Tuhan. Kata-kata-Nya adalah ukuran terakhir dan tertinggi.

·       Pengakuan kita terhadap Yesus merupakan pengakuan iman yang merupakan semboyan perjuangan sampai tuntas. Yesus Tuhan dulu dan sekarang. Pengakuan ini adalah suatu sikap penyerahan diri kepada-Nyadengan segala risiko.

Jika kita mengakui bahwa Yesus adalah Anak Allah, maka itu berarti:

         Yesus merupakan teladan bagi kita dalam hal ketaatan kepada kehendak Allah daripada ketaatan kepada kehendak sendiri.

         Yesus adalah pribadi yang menampilkan wibawa dan pesona Ilahi. Orang yang berhadapan dengan Yesus berarti berhadapan dengan wibawa dan pesona Ilahi itu.

         Yesus dekat dengan Allah yang tersuci dan pantas dihormati. Sebutan itu menumbuhkan rasa devosi dan penyerahan diri.

 

Jika kita mengakui bahwa Yesus adalah Juru Selamat, maka itu berarti:

         Kita bersedia mengikuti-Nya dan bersedia dibaptis sebagai tanda iman akan tawaran keselamatan dari Yesus.

         Kita menjadikan Yesus sebagai Penolong untuk sampai kepada Allah, karena kita tidak dapat menolong diri kita sendiri di hadirat Allah.

         Kita percaya bahwa Yesus telah membebaskan kita dari dosa dan maut;percaya bahwa kita adalah orang-orang yang telah diselamatkan. Untukmenunjukkan diri sebagai orang yang telah diselamatkan, kita hidupsesuai dengan firman-Nya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB VII

 

ROH KUDUS DA ALLAH TRITUNGGAL

 

 

            Dalam pengalaman sehari-hari sebagai orang beriman Katolik, mungkinkita lebih banyak berbicara tentang Allah Bapa dan Putera-Nya Yesus Kristus,pribadi pertama dan pribadi kedua dalam Tritunggal. Peranan Allah Bapa terasa lebih sering disoroti sejak penciptaan, penyertaan-Nya dalam perjalanan jatuh bangunnya Bangsa Israel, sampai pada persiapan menjelang penjelmaan Yesus Kristus. Yesus Kristus, sebagai pribadi kedua, juga lebih mudah dipahami, apalagi lewat penjelamaan-Nya menjadi manusia, karya-Nya dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh para saksi hidup zaman-Nya. Hal yang sering dirasa agak sulit adalah ketika kita memasuki pembicaraan tentang pribadi ketiga, yakni Roh Kudus. Banyak orang merasa berbicara tentang Roh Kudus seolah berbicara sesuatu yang abstrak.

            Tetapi, iman Katolik adalah Iman yang Trinitas. Kita mengimani Allah yang melaksanakan karya penyelamatannya bagi manusia sepanjang zaman, melalui peran ketiga pribadi: Bapa, Putera dan Roh Kudus. Ketiganya merupakan kesatuan utuh yang tak dapat dipisahkan, walaupun ketiganya berbeda. Peran Bapa, hanya mempunyai arti penyelamatan secara umum dan universal bila kita kaitkan dengan karya Putera dan Roh Kudus. Karya Putera, hanya mempunyai arti penyelamatan secara utuh bila ditempatkan dalam keseluruhan karya dan rencana Bapa, dan yang masih terus berlangsung berkat Roh Kudus. Demikian pula, kehadiran Roh Kudus dan karya-Nya, hanya dapat dipahami sebagai bagian utuh karya keselamatan bila ditempatkan sebagai roh penghibur dan roh kebenaran yang dimintakan Yesus kepada Bapa untuk menyertai manusia.

            Melalui pembahasan materi dalam bab ini, peserta didik akan diajak untuk memahami bersama pengertian Tritunggal Mahakudus dan Peranan Roh Kudus bagi Gereja. Materi ini cukup berat untuk diproses dan dipahami, baik bagi guru maupun peserta didik. Tetapi, mengingat materi ini merupakan pintu masuk untuk memahami dasar iman kristiani, maka diperlukan kesetiaan untuk mempelajarinya. Secara metodologis, materi dalam bab ini dominan bersifat informatif. Walaupun demikian proses pembelajaran tidak akan membosankan bila peserta didik sendiri terlibat langsung untuk membaca sumbernya, yakni Kitab Suci. Berturut-turut akan dipelajari tentang:

1.     Tritunggal Maha Kudus

            Salah satu ajaran iman kristiani yang dirasa sulit dipahami adalah tentang Tritunggal Mahakudus. Kesulitan tersebut sering menjadi penyebab terjadinya kesalahan penafsiran. Misalnya: banyak orang yang yang bukan Kristen mengatakan bahwa orang Kristen percaya akan tiga Tuhan. Tentu saja hal ini tidak benar, sebab iman Kristiani mengajarkan Allah Yang Esa. Namun bagaimana mungkin Allah Yang Esa ini mempunyai tiga Pribadi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dibutuhkan iman dan keterbukaan hati serta pola pikir yang lebih dalam dan luas dalam memahami Allah. Pola pikir yang dibutuhkan adalah bahwa tidak semua hal tentang Allah dapat dijelaskan dengan logika manusia semata-mata. Kita harus sampai pada kesadaran bahwa di balik kesulitan menjelaskan Allah, kenyataannya kehadiran Allah dapat dirasakan secara konkret dalam kehidupan sehari-hari.

            Walaupun ajaran tentang Trinitas ini tidak dapat dijelaskan hanya dengan akal, bukan berarti bahwa Allah Tritunggal ini adalah konsep yang sama sekali tidak masuk akal. St. Agustinus bahkan mengatakan, “Kalau engkau memahami Nya, Ia bukan lagi Allah”. Sebab Allah jauh melebihi manusia dalam segala hal, dan meskipun Ia telah mewahyukan Diri, Ia tetap rahasia/misteri. Di sinilah peran iman, karena dengan iman inilah kita menerima misteri Allah yang diwahyukan dalam Kitab Suci, sehingga kita dapat menjadikannya sebagai dasar pengharapan, dan bukti dari apa yang tidak kita lihat (lihat Ibrani 11:1-2). Agar dapat sedikit menangkap maknanya, kita perlu mempunyai keterbukaan hati. Hanya dengan hati terbuka, kita dapat menerima rahmat Tuhan, untuk menerima rahasia Allah yang terbesar ini; dan hati kita akan dipenuhi oleh ucapan syukur tanpa henti. Jadi jika ada orang yang bertanya, apa dasarnya kita percaya pada Allah Tritunggal, sebaiknya kita katakan, “karena Allah melalui Yesus menyatakan Diri-Nya sendiri demikian”, dan hal ini kita ketahui dari Kitab Suci.

1.       Ajaran Gereja tentang Trinitas

      Dalam Kitab Suci kita tidak menemukan istilah Tritunggal Mahakudus. Istilah tersebut dipakai oleh Gereja untuk mengungkapkan relasi kesatuan antara Bapa, Putera dan Roh Kudus. Tetapi, apa yang diwartakan Gereja sesungguhnya berdasar pada Sabda dan pengajaran Yesus sendiri, yang kemudian diteruskan oleh para murid-muridNya. Kesatuan Tritunggal itu, kadang-kadang hanya tersebut kesatuan Bapa dan Putera, Putera dan Roh Kudus; tetapi bisa juga ketiganya disebut bersamaan. Baca beberapa kutipan berikut, dan jelaskan isinya berkaitan dengan Allah Tritunggal:

         Yohanes 10:30

         Yohanes 14:9

         Yohanes 17: 21 (bandingkan Lukas 3: 22) (bandingkan Matius 17:5).

         Yohanes 17:5

         Yohanes 1:1-3

         Yohanes 15:26

         Yohanes 14:6

         Matius 28:18-20

Selanjutnya, melalui pengajarannya para Rasul menyatakan kembali pengajaran Yesus ini, contohnya:

         1 Yohanes 5:7

         1 Petrus :1-2

         2 Petrus 1:2

         1Korintus 1:2-10

         1Korintus 8:6

          Efesus 1:3-14

 

Dogma Tentang Tritunggal Maha Kudus

            Misteri Allah Tritunggal merupakan dasar iman Kristen yang utama, yang disingkapkan oleh Yesus Kristus melalui Sabda dan pengajaran-Nya. Seperti kita ketahui, iman kepada Allah Tritunggal telah ada sejak zaman Gereja abad awal, karena didasari oleh perkataan Yesus sendiri yang disampaikan kembali oleh para murid-Nya. Jadi, tidak benar jika doktrin ini baru ditemukan dan ditetapkan pada Konsili Konstantinopel I pada tahun 359 melalui rumusan Syahadat. Yang benar ialah: Konsili Konstantinopel I mencantumkan pengajaran tentang Allah Tritunggal secara tertulis, sebagai kelanjutan dari Konsili Nicea (325). Itulah sebabnya syahadat panjang sering dikenal dengan Syahadat Nice-Konstantinopel. Pada saat itu Gereja merasa perlu menegaskan dan merumuskan ajaran tentang Trirunggal untuk menentang ajaran-ajaran sesat yang berkembang pada abad ke-3 dan ke-4, seperti Arianisme (oleh Arius 250-336), yang menentang kesetaraan Yesus dengan Allah Bapa) dan Sabellianisme (oleh Sabellius 215), yang membagi Allah dalam tiga modus, sehingga seolah ada tiga Pribadi yang terpisah). Isi Dogma tentang Tritunggal Maha Kudus menurut Katekismus Gereja Katolik, yang telah berakar dari jaman jemaat awal:

a. Tritunggal adalah Allah yang satu.

         Pribadi ini tidak membagi-bagi ke-Allahan seolah masing-masing menjadi sepertiga, namun mereka adalah ‘sepenuhnya dan seluruhnya’. Bapa adalah yang sama seperti Putera, Putera yang sama seperti Bapa; dan Bapa dan Putera adalah yang sama seperti Roh Kudus, yaitu satu Allah dengan kodrat ilahi yang sama. Karena kesatuan ini, maka Bapa seluruhnya ada di dalam Putera, seluruhnya ada dalam Roh Kudus; Putera seluruhnya ada di dalam Bapa, dan seluruhnya ada dalam Roh Kudus; Roh Kudus ada seluruhnya di dalam Bapa, dan seluruhnya di dalam Putera.

b. Walaupun sama dalam kodrat ilahinya, namun ketiga Pribadi ini berbeda

        secara riil satu sama lain, yaitu berbeda di dalam hal hubungan asalnya: yaitu Allah Bapa yang ‘melahirkan’, Allah Putera yang dilahirkan, Roh Kudus yang dihembuskan.

c.  Ketiga Pribadi ini berhubungan satu dengan yang lainnya.

            Perbedaan dalam

hal asal tersebut tidak membagi kesatuan ilahi, namun malah menunjukkan hubungan timbal balik antarpribadi Allah tersebut. Bapa dihubungkan dengan Putera, Putera dengan Bapa, dan Roh Kudus dihubungkan dengan keduanya. Hakekat mereka adalah satu, yaitu Allah.

 

Ungkapan Iman akan Tritunggal dalam Gereja

Dalam kehidupan kita sebagai orang beriman ada banyak hal yang kita lakukan, yang mengungkapkan iman kita akan Allah Tritunggal Mahakudus. Ungkapan-ungkapan itu antara lain sebagai berikut:

      Tanda Salib , Membuat Tanda Salib (menandai diri dengan salib) sebelum dan sesudah berdoa merupakan ungkapan yang khas bagi Umat Katolik. Pada saat membuat tanda salib kita mengucapkan kata-kata yang mengungkapkan iman akan Tritungggal: “Dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus, Amin”. Dengan membuat tanda salib kita hendak mengungkapkan iman akan karya penyelamatan Allah yang sejak semula sudah direncanakan dan dilaksanakan Bapa dengan berbagai cara, dan yang secara khusus dinyatakan dalam sengsara dan wafat serta kebangkitan Putera-Nya, Yesus Kristus, dan yang berkat Roh Kudus masih berlangsung hingga sekarang ini. Dengan tanda salib kita meneladan Yesus Kristus yang berkat salib- Nya telah menebus dosa dan mengantar manusia kepada Allah Bapa, serta berharap dapat berpartisipasi meneruskan dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.

      Doa Kemuliaan (Gloria) , Madah kemuliaan yang biasanya kita nyanyikan merupakan pujian atas kebesaran karya keselamatan Allah. “Kemuliaan kepada Allah di Surga.” Kita tahu bahwa Allah telah turun dari Surga untuk keselamatan kita dan untuk mengangkat kita “ke atas” manusia yang kecil yang mengagumi karya kebesaran Allah. Dalam madah ini, kita juga memuji Putera Allah yang setara dengan Bapa, yang “menghapus dosa dunia”, yang menebus kita. Dalam penutup madah ini, kita sekali lagi mengingat hidup Allah Tritunggal; dan Kristus Penebus kita, yang mewahyukan Bapa bersama dengan Roh Kudus, sekali lagi menjadi pusat cinta kasih dan pujian kita: “Karena hanya Engkaulah kudus, hanya Engkaulah Tuhan, hanya Engkaulah Mahatinggi, Ya Yesus Kristus, bersama dengan Roh Kudus, dalam kemuliaan Allah Bapa. Amin.

      Syahadat/Credo, Isi Syahadat/Credo, dengan sangat jelas mengungkapkan iman akan Allah Tritunggal Mahakudus. Syahadat atau credo merupakan ringkasan seluruh sejarah karya penyelamatan Allah, mulai dari penciptaan, penjelmaan, kesengsaraan, wafat, kebangkitan, kenaikan ke Surga, kedatangan Roh Kudus, kedatangan Kristus kembali, misteri Gereja, sakramen-sakramen sampai dengan kehidupan kekal. Oleh karena itu, setiap kali kita mengucapkan Syahadat/Credo kita mengenangkan seluruh sejarah penyelamatan yang dilaksanakan oleh Allah Tritunggal Mahakudus. Sejarah penyelamatan adalah sejarah keselamatan yang berasal dari Bapa, terlaksana oleh Putera dan dilanjutkan oleh Roh Kudus di dalam Gereja sampai pada akhir zaman.

      Doksologi , Doksologi artinya doa pujian. Doa ini diucapkan pada akhir dari Doa Syukur Agung pada waktu Perayaan Ekaristi. Doa Doksologi berbunyi: “Bersama dan bersatu dengan Kristus dan dengan perantaraanNya, dalam persatuan dengan Roh Kudus, disampaikanlah kepada-Mu Allah Bapa yang Mahakuasa, segala hormat dan pujian, kini dan sepanjang segala masa”. Umat menjawab “Amin”. Doksologi memperlihatkan tiga macam relasi, hubungan kita dengan Kristus: oleh Kristus, dengan Kristus dan dalam Kristus. “Oleh Kristus” menekankan perantaraan Kristus. Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantara antara Allah Bapa dan manusia. “Dengan Kristus” (“bersama Kristus”) berarti bukan Kristus sendiri saja yang mempersembahkan kurban, tetapi seluruh Gereja mempersembahkannya bersama dengan Dia. “Dalam Kristus” sangat dekat dengan istilah “Dalam Roh Kudus”. Dan memang tekanan doksologi menuju ke sini: Kepada-Mu Allah Bapa yang Mahakuasa, dalam persatuan dengan Roh Kudus, segala hormat dan pujian. Roh Kudus begitu menyatukan kita dengan Kristus sehingga hubungan kita dengan Bapa menjadi sama seperti hubungan Kristus dengan Bapa. Jawaban “Amin” yang kita ucapkan menjadi sungguhsungguh pengakuan iman kita yang penuh dan lengkap.

      Pembaptisan, Pembaptisan yang dilaksanakan dalam Gereja Katolik menggunakan rumusan Trinitas. Pada waktu membaptis, Imam mengucapkan, “N .............. (Nama orang yang dibaptis) Aku membaptis kamu: dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus.” Melalui pembaptisan ini, orang yang dibaptis dipersatukan dalam kehidupan Tritunggal Mahakudus.

 

2.Peranan Roh Kudus dalam Gereja

            Sebelum Yesus kembali kepada Bapa, Ia telah menjanjikan kepada para murid akan datangnya Roh Penolong yang akan meneruskan karya-Nya. Roh Penolong itu tidak lain adalah Roh Kudus. Roh Kudus membuat para murid mampu meneruskan pewartaan Yesus. Dia adalah Roh Yesus sendiri yang tinggal bersama mereka. Ia mengajarkan (lihat Yohanes 14: 26), bersaksi (lihat Yohanes 15: 26), memuliakan (lihat Yohanes 16: 14). Ia tidak berdiri di samping Yesus, tetapi meneguhkan wahyu Yesus yang sudah diterima oleh para murid. Kehadiran Roh Kudus berarti kehadiran Yesus yang mulia di dalam Gereja. Roh Kudus adalah daya kekuatan Allah yang mengangkat dan mengarahkan hidup kaum beriman. Roh Kudus sendiri tidak kelihatan dan juga jarang dibicarakan. Yang dikenal adalah pengaruh-Nya, akibat karya-Nya. Karya Roh Kudus itu lazim disebut “rahmat” atau “kasih karunia”. Rahmat atau kasih karunia Allah itu diberikan kepada manusia secara cuma-cuma. Dengan kasih Allah itu, manusia diajak dan dimampukan untuk mengambil bagian dalam hidup Allah sendiri. Karena kasih Allah itu juga, manusia makin menyadari ketidakpantasannya sekaligus keberaniannya untuk membuka diri bagi kebaikan dan kekudusan Allah. “Rahmat” berarti bahwa “kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita dan mengakui bahwa Allah adalah kasih” (bandingkan 1Yohanes 4 16). Kasih Allah itu telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita (bandingkan Roma 5: 5). Kasih itu disebut “rahmat”, karena merupakan pemberian dari Allah yang bebas dan berdaulat. Gelar dan lambang Roh Kudus dalam Gereja Kitab Suci menyebutkan beberapa wujud kehadiran Roh Kudus, sebagaimana nampak dalam kutipan berikut:

      1 Korintus 12:13, Yohanes 19:34; 1 Yohanes 5:8, Yohanes 4:10-14; 7:38;

      Keluaran 17:1-6; Yes. 55:1; Zakharia 14:8; 1 Korintus 10:4; Wahyu 21:6; 22:17

      1 Yohanes 2:20-27; 2 Korintus 1:21

      Kisah Para Rasul 2:3-4

       Lukas 1:35, Lukas 9:34-35

       Yohanes 6:27; bdk. 2 Korintus 1:22; Efesus 1:13; 4:3.

      Lukas 11:20; Keluaran 31:18; Keluaran 31:18; 2 Korintus 3:3.

      Matius 3:16, Yohanes 1:32

 

Gelar-gelar Roh Kudus

            Roh Kudus kita kenal dengan berbagai sebutan atau gelar, Sebelum Yesus terangkat ke Surga, Yesus menjanjikan kedatangan Roh Kudus, Ia menamakan-Nya “Parakletos”, secara harfiah: “ad-vocatus”, yang “dipanggil mendampingi seseorang”. “Parakletos” biasanya diterjemahkan dengan “penghibur” atau “pembantu”, tetapi tidak boleh dilupakan bahwa Yesus adalah pembantu yang pertama. Tuhan sendiri menamakan Roh Kudus “Roh kebenaran” (Yohanes 16:13). Di samping nama yang paling banyak dipergunakan dalam Kisah Para Rasul dan dalam surat-surat, terdapat pula nama yang digunakan Santo Paulus seperti: “Roh yang dijanjikan” (Galatia 3:14; Efesus 1:13); “Roh yang menjadikan kamu anak Allah” (Roma 8:15; Galatia 4:6); “Roh Kristus” (Roma 8:11); “Roh Tuhan” (2 Korintus 3:17); “Roh Allah”, dan pada Santo Petrus “Roh kemuliaan” (1 Petrus 4:14).

 

 

Lambang-lambang Roh Kudus

1.     Air.:  Dalam upacara Pembaptisan air adalah lambang tindakan Roh Kudus,karena sesudah menyerukan Roh Kudus, air menjadi tanda sakramental yangberdaya guna bagi kelahiran kembali. Seperti pada kelahiran kita yang pertamakita tumbuh dalam air ketuban, maka air Pembaptisan adalah tanda bahwakelahiran kita untuk kehidupan ilahi, dianugerahkan kepada kita dalam RohKudus. “Dibaptis dalam satu Roh”, kita juga “diberi minum dari satu Roh” (1Korintus 12:13). Jadi Roh dalam pribadi-Nya adalah air yang menghidupkan,yang mengalir, dari Kristus yang disalibkan dan yang memberi kita kehidupanabadi.

2.     Urapan. Salah satu lambang Roh Kudus adalah juga urapan dengan minyak, malahan sampai ia menjadi sinonim dengan-Nya. Dalam inisiasi Kristen, urapan adalah tanda sakramental dalam Sakramen Penguatan, yang karenanya dinamakan “Khrismation” dalam Gereja-gereja Timur. Tetapi untuk mengerti sepenuhnya bobot nilai dari lambang ini, orang harus kembali ke urapan pertama, yang Roh Kudus kerjakan: Urapan Yesus. “Khristos” (terjemahan dari perkataan Ibrani “Messias”) berarti yang “diurapi dengan Roh Allah”. Dalam Perjanjian Lama sudah ada orang yang “diurapi” Tuhan; terutama Daud adalah seorang yang diurapi. Tetapi Yesus secara khusus adalah Dia yang diurapi Allah: kodrat manusiawi yang Putera terima, diurapi sepenuhnya oleh “Roh Kudus”. Oleh Roh Kudus, Yesus menjadi “Kristus”. Perawan Maria mengandung Kristus dengan perantaraan Roh Kudus, yang mengumumkan-Nya melalui malaikat pada kelahiran-Nya sebagai Kristus, dan yang membawa Simeon ke dalam kenisah, supaya ia dapat melihat yang diurapi Tuhan. Ia yang memenuhi Kristus, dan kekuatan-Nya keluar dari Kristus, waktu Ia melakukan penyembuhan dan karya-karya keselamatan. Pada akhirnya Ia jugalah yang membangkitkan Yesus dari antara orang mati. Dalam kodrat manusiawi- Nya, yang adalah pemenang atas kematian, setelah sepenuhnya dan seutuhnya menjadi “Kristus”, Yesus memberikan Roh Kudus secara berlimpah ruah, sampai “orang-orang kudus” dalam persatuan- Nya dengan kodrat manusiawi Putera Allah menjadi “manusia sempurna” dan “menampilkan Kristus dalam kepenuhan-Nya” (Efesus 4:13): “Kristus paripurna”, seperti yang dikatakan santo Agustinus.

3.     Api. Sementara air melambangkan kelahiran dan kesuburan kehidupan yang dianugerahkan dalam Roh Kudus, api melambangkan daya transformasi perbuatan Roh Kudus. Nabi Elia, yang “tampil bagaikan api dan perkataannya bagaikan obor yang menyala” (Sir 48:1), dengan perantaraan doanya menarikapi turun atas korban di gunung Karmel - lambang api Roh Kudus yang mengubah apa yang Ia sentuh. Yohanes Pembaptis, yang mendahului Tuhan “dalam roh dan kuasa Elia” (Lukas 1:17) mengumumkan Kristus sebagai Dia, yang “akan membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api” (Lukas 3:16). Mengenai Roh ini Yesus berkata: “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapa Aku harapkan, api itu telah menyala” (Lukas 12:49). Dalam “lidahlidah seperti api” Roh Kudus turun atas para Rasul pada pagi hari Pentakosta dan memenuhi mereka (Kisah Para Rasul 2:3-4). Dalam tradisi rohani, lambang api ini dikenal sebagai salah satu lambang yang paling berkesan mengenai karya Roh Kudus”. “Janganlah padamkan Roh” (1 Tesalonika 5:19).

4.     Awan dan sinar. Kedua lambang ini selalu berkaitan satu sama lain, kalau Roh Kudus menampakkan Diri. Sejak masa teofani Perjanjian Lama, awan - baik yang gelap maupun yang cerah - menyatakan Allah yang hidup dan menyelamatkan, dengan menyelubungi kemuliaan-Nya yang adikodrati. Demikian juga dengan Musa di Gunung Sinai”, dalam kemah wahyu” dan selama perjalanan di padang gurun”; pada Salomo waktu pemberkatan kenisah”. Semua gambaran ini telah dipenuhi dalam Roh Kudus oleh Kristus. Roh turun atas Perawan Maria dan “menaunginya”, supaya ia mengandung dan melahirkan Yesus (Lukas 1:35). Di atas gunung transfigurasi Ia datang dalam awan, “yang menaungi” Yesus, Musa, Elia, Petrus, Yakobus dan Yohanes, dan “satu suara kedengaran dari dalam awan: Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia” (Lukas 9:34-35). “Awan” yang sama itu akhirnya menyembunyikan Yesus pada hari kenaikan-Nya ke Surga dari pandangan para murid (Kis 1:9); pada hari kedatangan-Nya awan itu akan menyatakan Dia sebagai Putera Allah dalam segala kemuliaan-Nya.

5.     Meterai adalah sebuah lambang, yang erat berkaitan dengan pengurapan. Kristus telah disahkan oleh “Bapa dengan meterai-Nya” (Yohanes 6:27) dan di dalam Dia, Bapa juga memeteraikan tanda milik-Nya atas kita. Karena gambaran meterai [bahasa Yunani “sphragis”] menandaskan akibat pengurapan Roh Kudus yang tidak terhapuskan dalam penerimaan Sakramen Pembaptisan, Penguatan, dan Tahbisan, maka ia dipakai dalam beberapa tradisi teologis untuk mengungkapkan “karakter”, yang tidak terhapuskan, tanda yang ditanamkan oleh ketiga Sakramen yang tidak dapat diulangi itu.

6.     Tangan. Yesus menyembuhkan orang sakit dan memberkati anakanak kecil, dengan meletakkan tangan ke atas mereka. Atas nama-Nya para Rasul melakukan yang sama. Melalui peletakan tangan para Rasul, Roh Kudus diberikan. Surat kepada umat Ibrani memasukkan peletakan tangan dalam “unsur-unsur pokok” ajarannya. Dalam epiklese sakramentalnya, Gereja mempertahankan tanda pencurahan Roh Kudus ini yang mampu mengerjakan segala sesuatu.

7.     Jari. “Dengan jari Allah” Yesus mengusir setan (Lukas 11:20). Sementara perintah Allah ditulis dengan “jari Allah” alas loh-loh batu (Keluaran 31:18), “surat Kristus” yang ditulis oleh para Rasul, “ditulis dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging yaitu di dalam hati manusia” (2 Korintus 3:3). Madah “Veni, Creator Spiritus” berseru kepada Roh Kudus sebagai “jari tangan kanan Bapa”.

8.     Merpati. Pada akhir air bah (yang adalah lambang Pembaptisan), merpati, yang diterbangkan oleh Nuh dari dalam bahtera, - kembali dengan sehelai daun zaitun segar di paruhnya sebagai tanda bahwa bumi sudah dapat didiami lagi. Waktu Kristus naik dari air Pembaptisan-Nya, Roh Kudus dalam rupa merpati turun atas-Nya dan berhenti di atas-Nya. Roh turun ke dalam hati mereka yang sudah dimurnikan oleh Pembaptisan dan tinggal di dalamnya. Di beberapa Gereja, Ekaristi Suci disimpan dalam satu bejana logam yang berbentuk merpati [columbarium] dan digantung di atas altar. Merpati dalam ikonografi Kristen sejak dahulu adalah lambang Roh Kudus.

 

 

 

Peran Roh kudus

Rasul Yohanes menulis, “Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia” (Yohanes 1:16). Kasih karunia mengalir dari kepenuhan Allah yang telah menjelma menjadi manusia, menderita, wafat di kayu salib, bangkit dan kemudian naik ke Surga. Penderitaan dan kematian Kristus di kayu salib menyebabkan rahmat Allah mengalir secara berlimpah kepada umat manusia. Peran dari Roh Kudus adalah membagikan rahmat yang berlimpah ini kepada umat manusia dalam bentuk: (1) rahmat pembantu (Actual Grace); (2) rahmat yang menetap (Habitual Grace); (3) Tujuh Karunia Roh Kudus (4) Karunia karismatik

membangun jemaat; (5) Roh Kudus memelihara dan membimbing Gereja Katolik

1.     Rahmat pembantu (Actual Grace)

a)    Roh Kudus membimbing kita dengan menerangi akal budi dan menguatkan keinginan Sebelum Pentakosta para rasul dicekam ketakutan dan bahkan dikatakan bodoh dan lamban hati (lihat Lukas 24:25). Namun berkat Pentakosta yaitu turunnya Roh Kudus atas para rasul maka Roh Kudus memberikan pengertian dan menguatkan mereka, sehingga mereka memiliki keberanian. Mereka yang tadinya tidak mengerti akan rencana keselamatan Allah yang diwartakan Kitab Suci, akhirnya mengerti. Roh Kudus seperti memberikan cahaya dalam kegelapan, sehingga manusia dapat melihat dengan jelas akan kehidupannya dan kemudian membantunya agar dapat mengarahkan pandangannya ke Surga. Roh Kudus memberikan kesadaran kepada kita, agar kita mengerti mana yang paling penting dalam kehidupankita untuk mencapai Surga. St. Agustinus mengatakan bahwa rahmat yang membantu adalah terang yang menerangi dan menggerakkan pendosa. Ada banyak cara untuk memberikan terang, yang dapat menggerakkan akal budi dan keinginan, seperti: membaca Kitab Suci atau kehidupan para kudus atau buku-buku yang baik lainnya, mendengarkan khotbah, melihat kehidupan yang baik dari teman kita, nasehat dari pembimbing rohani atau bapa pengakuan, bendabenda seni kristiani, penderitaan dan sakit penyakit, dan lain-lain.

b)    Roh Kudus tidak memaksa kita, namun menghormati keinginan bebas kita.

St. Agustinus menulis, “Di dalam diri manusia ada kehendak bebas dan rahmat Allah, di mana tanpa bantuan rahmat Allah, maka kehendak bebas tidak dapat berbalik kepada Tuhan maupun bertumbuh di dalam Tuhan.” Namun, kerja dari rahmat Allah juga tidak sampai melanggar keinginan bebas kita, karena Tuhan sungguh-sungguh menghormati keinginan bebas manusia. Dengan demikian, manusia mempunyai kebebasan untuk bekerjasama maupun menolak rahmat Allah. Dalam Kitab Suci kita dapat melihat tokoh-tokoh yang mau bekerjasama atau menolak rahmat Allah. Bunda Maria menjadi contoh yang sungguh sempurna sampai akhir hidupnya, karena selalu menjawab “ya” akan panggilan Tuhan. Saulus yang menerima rahmat Allah mau bekerjasama dan kemudian menjadi Rasul yang mewartakan kabar gembira kepada orang-orang bukan Yahudi. Para rasul juga mau bekerjasama dengan rahmat Allah sehingga mereka mau mengikuti dan menjadi murid Kristus. Namun, raja Herodes yang mendengar kabar gembira dari para Majus dari Timur, tidak mau bekerjasama dengan rahmat Allah. Anak muda yang kaya tidak mau bekerjasama dengan rahmat Allah dan menolak tawaran Kristus untuk mengikuti-Nya (lihat Matius 19:16-22). Kita juga melihat dalam pemberitaan para rasul, banyak juga orang yang menolak dan tidak mau bekerjasama dengan rahmat Allah. Kalau seseorang secara terus menerus menolak rahmat Allah dan tetap menolaknya sampai akhir hidupnya, maka sesungguhnya orang ini telah melakukan dosa menghujat Roh Kudus, yang berarti tidak bisa diampuni dalam kehidupan mendatang (lihat Markus 3:29). Kalau kita bekerjasama dengan rahmat Allah, maka rahmat Allah akan menjadi semakin besar bekerja di dalam diri kita. Sama seperti perumpamaan tentang talenta, yang menerima 5 talenta akan mendapatkan lagi 5 talenta (lihat Matius 25:28). Dan Yesus menegaskan hal ini dengan mengatakan, “Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya  akan diambil dari padanya.” (Matius 25:29). Sebaliknya bagi yang terus menolak rahmat Allah, maka segalanya akan diambil daripadanya, dalam pengertian dia akan semakin terpuruk. Kalau penolakan ini dilakukan sampai akhir hidupnya, maka kepadanya akan dikatakan, “Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.” (Matius 25:30). Namun, kita juga harus mengingat bahwa Allah kita adalah Allah yang penuh kasih dan sabar, yang tidak pernah jemu-jemunya menawarkan rahmat-Nya kepada kita dalam berbagai situasi dan kondisi dalam kehidupan kita. Kristus bersabda, “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapiorang berdosa, supaya mereka bertobat” (Lukas 5:23; Matius 9:13; Markus 2:17).

c). Roh Kudus bekerja pada seluruh manusia: orang kudus dan pendosa;\Katolik dan non-Katolik

Karena tanpa Roh Kudus tidak ada yang dapat sampai pada Allah dan Tuhan menginginkan agar semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (lihat 1Timotius 2:4), maka Roh Kudus juga bekerja di dalam diri pendosa dan orang kudus, baik Katolik maupun non-Katolik. Di dalam Injil diceritakan bahwa Kristus adalah gembala yang baik (lihat Yohanes 10:11), yang mencari domba yang hilang (lihat Lukas 15:3) dan mempertaruhkan nyawa demi keselamatan domba-Nya (lihat Yohanes 10:11). Dia juga adalah Terang yang sesungguhnya, yang menerangi hati setiap orang (lihat Yohanes 1:9). Namun, perlu diingat bahwa Tuhan tidak memberikan rahmat-Nya secara sama rata kepada setiap individu, seperti yang digambarkan dalam perumpamaan tentang talenta, ada yang menerima 5, 2 dan 1 (lihat Matius 25:14-30) semua seturut kemampuan orang yang bersangkutan. Di samping itu, yang menjadi ciri dari rahmat yang membantu adalah aktivitasnya yang tidak konstan, namun terjadi sekali-sekali. Oleh karena itu, menjadi penting agar kita tidak melewatkan saat-saat penuh rahmat, seperti: masa Prapaskah, ketika misi diberikan oleh Tuhan dalam kehidupan kita, Minggu Kerahiman Ilahi (Minggu setelah Paskah), Yubileum Agung, dll.

d). Doa, puasa, sedekah, sakramen membantu kita untuk menerima rahmat

Kasih karunia diberikan Tuhan secara cuma-cuma (lihat Roma 11:6). Dan Kristus memang menyelamatkan kita bukan karena perbuatan baik yang kita lakukan, melainkan karena rahmat-Nya karena permandian dan pembaharuan oleh Roh Kudus atau hidup kudus (lihat Titus 3:5). Namun demikian, seperti yang telah dijelaskan di atas, kita tetap harus bekerjasama dengan rahmat Allah, sehingga rahmat Allah dapat bekerja secara bebas dalam diri kita. Doa, puasa, menerima sakramen menjadikan kita semakin siap dalam menerima rahmat Allah. Hal yang tidak boleh kita lupakan juga adalah dorongan untuk berdoa, berpuasa, dan menerima sakramen yang merupakan dorongan rahmat Allah. Dalam kebijaksanaan- Nya, Allah akan memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya (lihat 1 Korintus 12:11).

 

2.   Rahmat pengudusan (sanctifying grace)

Katekismus Gereja Katolik mendefinisikan rahmat pengudusan sebagai berikut: ”Rahmat pengudusan adalah satu anugerah yang tetap, satu kecondongan adikodrati yang tetap. Ia menyempurnakan jiwa, supaya memungkinkannya hidup bersama dengan Allah dan bertindak karena kasih-Nya. Orang membeda-bedakan apa yang dinamakan rahmat habitual, artinya satu kecondongan yang tetap, supaya hidup dan bertindak menurut panggilan ilahi, dari apa yang dinamakan rahmat pembantu, yakni campur tangan ilahi pada awal pertobatan atau dalam proses karya pengudusan.”

Rahmat pengudusan adalah anugerah sukarela, yang dianugerahkan Allah kepada kita. Ia dicurahkan oleh Roh Kudus ke dalam jiwa kita untuk menyembuhkannya dari dosa dan menguduskannya. Rahmat pengudusan membuat kita “berkenan kepada Allah “. Karunia karunia Roh Kudus yang khusus, karisma-karisma, diarahkan kepada rahmat pengudusan demi kesejahteraan umum Gereja. Allah juga bertindak melalui aneka rahmat yang membantu, yang dibedakan dari rahmat habitual, yang selalu ada di dalam kita. Dari definisi di atas, kita dapat memahami beberapa pengertian berikut:

a)    Kerjasama dengan rahmat pembantu memberikan rahmat pengudusan

Nabi Zakharia menulis, “Kembalilah kepada-Ku, maka Akupun akan kembali kepadamu” (Zakharia 1:3). Jika seorang pendosa bekerjasama dengan rahmat pembantu, maka dia akan menerima rahmat pengudusan, di mana Roh Kudus sendiri diam di dalam diri orang itu. Rasul Paulus menyebutnya tubuh kita sebagai bait RohKudus (lihat 1 Korintus 6:19). Rahmat Pengudusan membuat jiwa kita berkenan kepada Allah. Rahmat pengudusan membuat kita menjadi ‘serupa’ dengan Kristus, atau kita menjadi sahabat Allah.

b)    Cara untuk menerima rahmat pengudusan]Cara biasa yang diberikan Tuhan kepada kita adalah lewat

 Sakramen Baptis dan Sakramen Tobat. Katekismus Gereja Katolik menuliskan: “Tritunggal Mahakudus menganu erahkan kepada yang dibaptis rahmat pengudusan, rahmat pembenaran, yang menyanggupkan dia oleh kebajikan-kebajikan ilahi, supaya percaya kepada Allah, berharap kepada-Nya, dan mencintai-Nya; menyanggupkan dia oleh anugerah-anugerah Roh Kudus, supaya hidup dan bekerja di bawah dorongan Roh Kudus; menyanggupkan dia oleh kebajikan-kebajikan susila, supaya bertumbuh dalam kebaikan. Dengan demikian, berakarlah seluruh organisme kehidupan adikodrati seorang Kristen di dalam Pembaptisan kudus”. Tetapi rahmat pengudusan dapat hilang akibat dosa berat Dosa berat mengakibatkan manusia kehilangan kebajikan ilahi, kasih, dan rahmat pengudusan. terkucilkan dari Kerajaan Kristus dan menyebabkan kematian abadi di dalam neraka. Agar bisa kembali dalam kondisi rahmat, maka kita memerlukan Sakramen Tobat. Dengan demikian, menjadi sangat penting bagi kita untuk senantiasa mengadakan pemeriksaan batin dan bila didapati dosa berat, segeralah mengaku dosa.

·       Bila Roh Kudus tinggal dalam diri kita, maka Ia membawa  kehidupan rohani yang barum; Bila kita menerima Roh Kudus, maka kita akan memperoleh hidup ilahi yang memampukan kita mengenal, mengasihi dan menikmati Tuhan. Ini adalah hidup yang adikodrati. Selanjutnya kita akan mengalami.

·       Roh Kudus memurnikan kita dari dosa berat; Sebagaimana besi dimurnikan oleh api, demikianlah jiwa dimurnikan oleh api Roh Kudus. Rahmat yang menguduskan tidak dapat ada bersama-sama dengan dosa berat. Maka Roh Kudus hanya dapat tinggal dalam diri orang-orang yang tidak dalam keadaan berdosa berat.

·       Roh Kudus mempersatukan kita dengan Tuhan dan menjadikan kita bait Allah; Orang yang mempunyai Roh Kudus disatukan dengan Kristus, seperti halnya ranting disatukan dengan pokok anggur (lihat Yohanes 15:5). Roh Kudus membuat kita mengambil bagian dalam kodrat ilahi (2 Petrus 2:14). Dalam Kitab Suci dikatakan bahwa manusia adalah allah (lihat Yohanes 10:34, Mazmur 82:6). Tuhan menghendaki agar kita berjuang agar menjadi seperti Allah, namun dalam kesatuan di dalam Dia. Keberadaan Roh Kudus menjadikan kita bait Allah. Rasul Paulus mengajarkan, “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1Korintus 3:16); “kita adalah bait dari Allah yang hidup” (2 Korintus 6:16).

·       Roh Kudus menerangi pikiran dan mendorong berbuat baik. ;Roh Kudus memperkuat akal dan kehendak kita, terlebih lagi Ia memberikan terang iman (2 Korintus 4:6) dan menyalakan api kasih ilahi (Roma 5:5), membuat kita mampu dan mau untuk bekerja sama dengan dorongan-Nya. mendorong kita untuk berbuat baik. Roh Kudus mengubah seluruh kehidupan rohani kita, sehingga manusia tidak hanya memikirkan hal-hal duniawi, melainkan mengarahkan sebagian besar pikirannya kepada Tuhan, dan mendorongnya untuk mengasihi Tuhan. Ia akan dapat berkata bersama Rasul Paulus, “Aku hidup, tetapi bukannya aku lagi yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” (Galatia 2:20).

·       Roh Kudus memberikan damai yang sejatiOrang yang mempunyai terang Roh Kudus hidupnya akan penuh dengan damai yang melampaui segala akal (Filipi 4:7).

·       Roh Kudus adalah Guru dan Pembimbing kita ; Roh Kudus akan mengajar kita segala sesuatu (1 Yohanes 2:27). Roh Kudus bagaikan Guru yang membuat kita mengerti segala sesuatu. Roh Kudus adalah Pembimbing kita, yang memimpin kita seperti seorang bapa menggandeng tangan anaknya melalui jalan yang sulit.

·       Roh Kudus mendorong kita melakukan perbuatan baik untuk memperoleh Kerajaan Surga ; Roh Kudus selalu aktif, selalu mendorong kita untuk berbuat baik, menggerakkan hati kita untuk melakukan perbuatan yang berguna untuk keselamatan kekal dan sempurna

·       Roh Kudus membuat kita anak-anak Allah dan ahli waris Kerajaan Surga. ; Berkat Roh Kudus masuk ke dalam jiwa kita melalui Baptisan, Allah Bapa menerima kita sebagai anak-anak angkat- Nya dan Surga terbuka bagi kita. Kita tidak lagi di bawah roh perhambaan dosa melainkan roh anak-anak Allah, sehingga kita dapat memanggil Allah sebagai “Abba, Bapa” (Roma 8:15). Semua yang dipimpin oleh Roh Allah adalah anak-anak Allah (Roma 8:14). Jika kita adalah anak-anak Allah, kita juga adalah ahli waris kerajaan-Nya, bersama dengan Kristus (Roma 8:17).

 

3.     Rahmat Pengudusan dipertahankan dan ditambahkan dengan melakukan perbuatan baik dan dengan sarana rahmat yang ditawarkan Gereja; namun rahmat tersebut dapat hilang oleh dosa berat.

Dengan perbuatan baik, rahmat pengudusan yang telah kita terima diteguhkan dan ditambahkan di dalam kita “Barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!” (Wahyu 22:11), sementara itu dosa menghalangi Roh Kudus untuk dapat berkarya di dalam hidup kita. Satu dosa berat saja dapat merampas rahmat pengudusan kita. Orang yang kehilangan rahmat pengudusan, dapat memperolehnya kembali melalui sakramen Pengakuan Dosa, namun harus dengan usaha yang sungguh-sungguh (lihat Matius 12:45).

·       Orang yang tidak mempunyai rahmat pengudusan, mati secara rohani dan akan menderita kebinasaan kekal; Orang yang tak mempunyai Roh Kudus, duduk “di dalam kegelapan dan di bawah bayangan maut” (Lukas 1:79). Ia yang tidak mengenakan pakaian pesta, dan akan dicampakkan ke tempat kegelapan (lihat Matius 22:12). Jika seseorang tidak mempunyai Roh Kristus ia bukan milik Kristus (Roma 8:9)

·       Tak seorangpun mengetahui dengan pasti apakah ia mempunyai rahmat pengudusan, atau akan menerimanya pada saat ajal; Setiap orang yang sudah dibaptis boleh mempunyai keyakinan bahwa kita berada di dalam keadaan rahmat Tuhan. Tetapi rahmat pengudusan itu harus tetap dipelihara tanpa putus. Walaupun Rasul Paulus mengingatkan kita, “Kerjakanlah keselamatanmu dengan takut dan gentar” (Filipi 2:12). Kita bisa berkaca dari Raja Salomo. Awalnya Raja Salomo, diberkati Allah dengan kebijaksanaan, namun menjelang ajalnya ia menjadi penyembah berhala.

 

Karunia-karunia

Karunia-karunia Roh Kudus yang khusus, karisma-karisma, diarahkan kepada rahmat pengudusan demi kesejahteraan umum Gereja. Allah juga bertindak melalui aneka rahmat yang membantu, yang dibedakan dari rahmat habitual, yang selalu ada di dalam kita Dari definisi di atas, kita dapat memahami beberapa pengertian berikut:

a)     Kerjasama dengan rahmat pembantu memberikan rahmat pengudusan Nabi Zakharia menulis, “Kembalilah kepada-Ku, maka Akupun akan kembali kepadamu” (Zakharia 1:3). Jika seorang pendosa bekerjasama dengan rahmat pembantu, maka dia akan menerima rahmat pengudusan, di mana Roh Kudus sendiri diam di dalam diri orang itu. Rasul Paulus menyebut tubuh kita sebagai bait Roh Kudus (lihat 1Korintus 6:19). Rahmat Pengudusan membuat jiwa kita berkenan kepada Allah. Rahmat pengudusan membuat kita menjadi ‘serupa’ dengan Kristus, atau kita menjadi sahabat Allah.

b)    Cara untuk menerima rahmat pengudusan Cara biasa yang diberikan Tuhan kepada kita adalah lewat Sakramen Baptis dan Sakramen Tobat. Katekismus Gereja Katolik menuliskan: “Tritunggal Mahakudus menganugerahkan kepada yang dibaptis rahmat pengudusan, rahmat pembenaran, yang menyanggupkan dia oleh kebajikan-kebajikan ilahi, supaya percaya kepada Allah, berharap kepada- Nya, dan mencintai-Nya; menyanggupkan dia oleh anugerah-anugerah Roh Kudus, supaya hidup dan bekerja di bawah dorongan Roh Kudus; menyanggupkan dia oleh kebajikan-kebajikan susila, supaya bertumbuh dalam kebaikan. Dengan demikian, berakarlah seluruh organism kehidupan adikodrati seorang Kristen di dalam Pembaptisan kudus”. Tetapi rahmat pengudusan dapat hilang akibat dosa berat. Dosa berat mengakibatkan manusia kehilangan kebajikan ilahi, kasih, dan rahmat pengudusan. terkucilkan dari Kerajaan Kristus dan menyebabkan kematian abadi di dalam neraka. Agar bisa kembali dalam kondisi rahmat, maka kita memerlukan Sakramen Tobat. Dengan demikian, menjadi sangat penting bagi kita untuk senantiasa mengadakan pemeriksaan batin dan bila didapati dosa berat, segeralah mengaku dosa.

c)     Bila Roh Kudus tinggal dalam diri kita, maka Ia membawa kehidupan rohani yang baru Bila kita menerima Roh Kudus, maka kita akan memperoleh hidup ilahi yang memampukan kita mengenal, mengasihi dan menikmati Tuhan. Ini adalah hidup yang adikodrati. Selanjutnya kita akan mengalami:

·    Roh Kudus memurnikan kita dari dosa berat

Sebagaimana besi dimurnikan oleh api, demikianlah jiwa dimurnikan oleh api Roh Kudus. Rahmat yang menguduskan tidak dapat ada bersama-sama dengan dosa berat. Maka Roh Kudus hanya dapat tinggal dalam diri orang-orang yang tidak dalam keadaan berdosa berat.

·    Roh Kudus mempersatukan kita dengan Tuhan dan menjadikan kita bait Allah Orang yang mempunyai Roh Kudus disatukan dengan Kristus, seperti halnya ranting disatukan dengan pokok anggur (lihat Yohanes 15:5). Roh Kudus membuat kita mengambil bagian dalam kodrat ilahi (2 Petrus 2:14). Dalam Kitab Suci dikatakan bahwa manusia adalah Allah (lih. Yohanes 10:34, Mazmur 82:6). Tuhan menghendaki agar kita berjuang agar menjadi seperti Allah, namun dalam kesatuan di dalam Dia. Keberadaan Roh Kudus menjadikan kita bait Allah. Rasul Paulus mengajarkan, “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1Korintus 3:16); “kita adalah bait dari Allah yang hidup” (2Korintus 6:16)

·    Roh Kudus menerangi pikiran dan mendorong berbuat baik.

Roh Kudus memperkuat akal dan kehendak kita, terlebih lagi Ia memberikan terang iman (2 Korintus 4:6) dan menyalakan api kasih ilahi (Roma 5:5), membuat kita mampu dan mau untuk bekerja sama dengan dorongan-Nya. mendorong kita untuk berbuat baik. Roh Kudus mengubah seluruh kehidupan rohani kita, sehingga manusia tidak hanya memikirkan hal-hal duniawi, melainkan mengarahkan sebagian besar pikirannya kepada Tuhan, dan mendorongnya untuk mengasihi Tuhan. Ia akan dapat berkata bersama Rasul Paulus, “Aku hidup, tetapi bukannya aku lagi yang hidup, melainkan Kristus yang hidup didalam aku.” (Galatia 2:20).

·       Roh Kudus memberikan damai yang sejati

Orang yang mempunyai terang Roh Kudus hidupnya akan penuh dengan damai yang melampaui segala akal (Filipi 4:7).

·       Roh Kudus adalah Guru dan Pembimbing kita

Roh Kudus akan mengajar kita segala sesuatu (1 Yohanes 2:27). Roh Kudus bagaikan Guru yang membuat kita mengerti segala sesuatu. Roh Kudus adalah Pembimbing kita, yang memimpin kita seperti seorang bapa menggandeng tangan anaknya melalui jalan yang sulit.

·       Roh Kudus mendorong kita melakukan perbuatan baik untuk memperoleh Kerajaan Surgan

Roh Kudus selalu aktif, selalu mendorong kita untuk berbuat baik, menggerakkan hati kita untuk melakukan perbuatan yang berguna untuk keselamatan kekal dan sempurna

·       Roh Kudus membuat kita anak-anak Allah dan ahli waris Kerajaan Surga.

Berkat Roh Kudus masuk ke dalam jiwa kita melalui Baptisan, Allah Bapa menerima kita sebagai anak-anak angkat-Nya dan Surga terbuka bagi kita. Kita tidak lagi di bawah roh perhambaan dosa melainkan roh anak-anak Allah, sehingga kita dapat memanggil Allah sebagai “Abba, Bapa” (Roma 8:15). Semua yang dipimpin oleh Roh Allah adalah anak-anak Allah (Roma 8:14). Jika kita adalah anak-anak Allah, kita juga adalah ahli waris kerajaan-Nya, bersamadengan Kristus (Roma 8:17).

 

Tujuh Karunia Roh Kudus (lihat Yesaya 11:1-2)

1). Karunia takut akan Tuhan (Fear of The Lord)

Takut akan Tuhan adalah takut akan penghukuman Tuhan, takut bahwa dirinya akan terpisah dari Tuhan. Ketakutan pada tahap ini membantu seseorang dalam pertobatan awal. Namun, bukankah Rasul Yohanes mengatakan bahwa dalam kasih tidak ada ketakutan? (lihat 1Yohanes 4:18) Takut akan penghukuman Tuhan akan berubah menjadi takut menyedihkan hati Tuhan, kalau didasarkan pada kasih. Inilah yang disebut takut karena kasih, seperti anak yang takut menyedihkan hati bapanya.

 

2)    Karunia keperkasaan (Fortitude)

Karunia keperkasaan adalah keberanian untuk mengejar yang baik dan tidak takut dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghalangi tercapainya kebaikan tersebut. Karunia keperkasaan dari Roh Kudus adalah keberanian untuk mencapai misi yang diberikan oleh Tuhan, bukan berdasarkan pada kemampuan diri sendiri, namun bersandar pada kemampuan Tuhan. Inilah yang dikatakan oleh rasul Paulus, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang member kekuatan kepadaku.” (Filipi 4:13). Juga, “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” (Roma 8:31) Melalui karunia ini, Roh Kudus memberikan kekuatan kepada kita untuk yakin dan percaya akan kekuatan Allah. Allah dapat menggunakan kita yang terbatas dalam banyak hal untuk memberikan kemuliaan bagi nama Tuhan. Sebab Allah memilih orang-orang yang bodoh, yang lemah, agar kemuliaan Allah dapat semakin dinyatakan dan agar tidak ada yang bermegah di hadapan-Nya (lih. 1Korintus 1:27-29).

3)    Karunia kesalehan (Piety)

Karunia kesalehan adalah karunia Roh Kudus yang membentuk hubungan kita dengan Allah seperti anak dengan bapa; dan pada saat yang bersamaan, membentuk hubungan persaudaraan yang baik dengan sesama. Karunia ini menyempurnakan kebajikan keadilan, yaitu keadilan kepada Allah – yang diwujudkan dengan agama – dan keadilan kepada sesama. Karunia kesalehan memberikan kita kepercayaan kepada Allah yang penuh kasih, sama seperti seorang anak percaya kepada bapanya. Hal ini memungkinkan karena kita telah menerima Roh yang menjadikan kita anak-anak Allah, yang dapat berseru “Abba, Bapa!” (lihat Roma 8:15). Dengan hubungan kasih seperti ini, kita dapat melakukan apa saja yang diminta oleh Allah dengan segera, karena percaya bahwa Allah mengetahui yang terbaik. Dalam doa, orang ini menaruh kepercayaan yang besar kepada Allah, karena percaya bahwa Allah memberikan yang terbaik, sama seperti seorang bapa akan memberikan yang terbaik bagi anak- anaknya. Mereka yang menerima karunia kesalehan akan memberikan penghormatan kepada Bunda Maria, para malaikat, para kudus, Gereja, sakramen, karena mereka semua berkaitan dengan Allah. Juga, mereka yang diberi karunia ini, juga akan membaca Kitab Suci dengan penuh hormat dan kasih, karena Kitab Suci merupakan surat cinta dari Allah kepada manusia. Dalam hubungannya dengan sesama, karunia kesalehan dapat menempatkan sesama sebagai saudara/i di dalam Kristus, karena Allah mengasihi seluruh umat manusia dan menginginkan agar mereka juga mendapatkan keselamatan. Mereka yang saleh ini akan menjadi lebih bermurah hati kepada sesama. Dan dalam derajat yang lebih tinggi, mereka bersedia memberikan dirinya demi kebaikan bersama.

4)    Karunia nasihat (Counsel)

Karunia Roh Kudus ini adalah karunia untuk mampu memberikan petunjuk jalan yang harus ditempuh seseorang agar dapat memberikan kemuliaan yang lebih besar bagi nama Tuhan. Karunia ini menerangi kebajikan kebijaksanaan, yang dapat memutuskan dengan baik, pada waktu, tempat dan keadaan tertentu. Karunia ini perlu dijalankan dengan benat-benar mendengarkan Roh Kudus, membiarkan diri dibimbing olehNya, sehingga apapun nasihat dan keputusan yang kita berikan sesuai dengan kehendak Allah.

5)    Karunia pengenalan (Knowledge)

Karunia pengenalan memberikan kemampuan kepada kita untuk menilai ciptaan dengan semestinya dan melihat kaitannya dengan Sang Penciptanya (bandingkan Kebijaksanaan Salomo 13:1-3) Dengan karunia ini, seseorang dapat memberikan makna akan hal-hal sederhana yang dilakukannya setiap hari dan mengangkat ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu sebagai jalan kekudusan. Ini berarti semua profesi harus dilakukan dengan jujur dapat menjadi cara untuk bertumbuh dalam kekudusan. Semua hal di dunia ini dapat dilihat dengan kaca mata Allah, dan dihargai sebagaimana Allah menghargai masing-masing ciptaan-Nya.

6)    Karunia pengertian (Understanding)

Karunia pengertian adalah karunia yang memungkinkan kita mengerti kedalaman misteri iman, mengerti apa yang sebenarnya diajarkan oleh Kristus dan misteri iman seperti apakah yang harus kita percayai. Raja Daud memahami karunia ini, sehingga dengan penuh pengharapan dia menuliskan, “Buatlah aku mengerti, maka aku akan memegang Taurat-Mu; aku hendak memeliharanya dengan segenap hati.” (Mazmur 119:34). Karunia ini memberikan kedalaman pengertian akan Kitab Suci, kehidupan rahmat, pertumbuhan dalam sakramensakramen, dan juga kejelasan akan tujuan akhir kita, yaitu Surga. Karunia ini mendorong agar apapun yang kita lakukan mengarah pada tujuan akhir hidup ini.

7)       Karunia kebijaksanaan (Wisdom)

Karunia kebijaksanaan ini memungkinkan seseorang mampu melihat segala sesuatu dari kacamata ilahi. Orang yang memiliki karunia ini dapat menimbang segala sesuatu dengan tepat, mempunyai sudut pandang yang jelas akan kehidupan, melihat segala yang terjadi dalam kehidupan sebagai rahmat Tuhan yang perlu disyukuri, sehingga ia tetap mampu bersukacita sekalipun di dalam penderitaan. Karunia ini memungkinkan seseorang menjalani kehidupan sehari-hari dengan pandangan terarah kepada Tuhan. Karunia ini membuat seseorang menjadi cermin akan Kristus, seperti yang dituliskan oleh rasul Paulus “Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.” (1Korintus 3:8)

 

Menghayati buah-buah Roh Kudus dalam hidup sehari hari

            Sesuai dengan hakikatnya, Roh itu merupakan sesuatu yang ilahi, yang hadir dalam lambang-lambang yang bisa dimengerti manusia. Walaupun demikian, karya-Nya bisa dirasakan dalam kehidupan, terutama dalam buah-buahnya berupa tindakan manusia. Bacalah kutipan Surat Santo Paulus kepada Umat di Galatia (Galatia 5: 16-26) kemudian, amati buah-buah roh apa saja yang disebut didalamnya

DAFTAR PUSTAKA

 

Buku

___________. 1995. Ensiklopedi Gereja Jilid II. Jakarta: Yayasan CLC. Baker, David L,.Dr . 1997. Mari Mengenal Perjanjian Lama : Pentingnya Mempelajari Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia Halaman : 13-14

Darmawijaya, Stanislaus. 1999. Gelar-Gelar Yesus. Yogyakarta: Kanisius.

Dister, Nieo Syukur. 1992. Kristologi, Sebuah Sketsa. Yogyakarta: Kanisius.

Dokpen KWI. 1993. Dokumen Konsili Vatikan II. Jakarta: Obor

Fuellenbach, John,SVD. 2006. Terjemahan Rm. Eduard Jebarus,Pr. Kerajaan Allah Pesan Inti Ajaran Yesus Bagi Dunia Modern. Ende: Nusa Indah

Groenen dan Stefan Leks. 1993. Percakapan tentang Agama Katolik. Yogyakarta: Kanisius.

Heuken. 1994. Ensiklopedi Gereja Jilid IV. Jakarta: Yayasan CLC.

Katekismus Gereja Katolik. Ende: Nusa Indah.

Komisi Kateketik KWI. 1996. Iman Katolik. Yogyakarta: Kanisius. Kristianto Yoseph, dkk. 2010. Menjadi Murid Yesus, Pendidikan Agama Katolik untuk SMA/K Kelas X. Yogyakarta: Kanisius

LBI-LAI. 1993. Alkitab. Jakarta: LAI.

Leahy, Louis. 1984. Manusia Sebuah Misteri: Sintesa Filosofis Tentang Makhluk Paradoksal. Jakarta: Gramedia.

Lukasik. 1997. Memahami Perayaan Ekaristi: Penjelasan Tentang Unsur-Unsur Perayaan Ekaristi. Yogyakarta: Kanisius.

Marsunu Seto.YM. 2008. Allah Leluhur Kami. Yogyakarta:Kanisius

Marsunu Seto.YM. 2008. Dari Penciptaan Sampai Babel. Yogyakarta:Kanisius

Martini, Carlo M. 1991. terjemahan Leo L. Ladjar OFM. Perjalanan Rohani Kedua Belas Murid Menurut Injil Markus. Yogyakarta: Kanisius

Nolan, Albert,OP. 1991. Terjemahan I. Suharyo,Pr. Yesus Sebelum Agama Kristen Warta gembira Yang Memerdekakan. Yogyakarta: Kanisius

Purnomo, Aloys Budi. 1998. Roh Kudus Jiwa Gereja yang Hidup. Yogyakarta: Kanisius.

____________ 2003. Sapta Karunia Bagi Kita. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.

Rausch, Thomas. 2001. Katolisisme. Yogyakarta: Kanisius.

Sinaga, Anicetus. 1996. Imam Triniter, Pedoman Hidup Imam. Jakarta: Obor.

Team CLC. 1992. Tantangan Membina Kepribadian. Jakarta: Yayasan CLC.

Team Retret Civita. 1986. Siapakah Aku. Jakarta: Obor.

Tisera, Guido,SVD. 2001. Seperti Apakah Kerajaan Allah Itu. Jakarta: Obor

Tom Jacobs. 1985. Sikap Dasar Kristiani. Yogyakarta: Kanisius.

Internet

http://artikel.sabda.org/

http://bible.org/

http://katolik.org/

http://smartpsikologi.blogspot.com/

http://www.dianweb.org/

http://www.gotquestions.org

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar