Penulis: Ibu Endah
DAFTAR ISI
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
KOMPETENSI DASAR,
MATERI, DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN
BAB I. MANUSIA
MAHKLUK PRIBADI
B. Mengembangkan Karunia Allah.
C. Kesetaraan Laki-Laki dan Perempuan.
D. Keluhuran Manusia sebagai Citra Allah.
BAB II. MANUSIA MAHKLUK OTONOM
B. Bersikap kritis dan bertanggung jawab terhadap pengaruh media
massa.
C. Bersikap kritis terhadap gaya hidup yang berkembang dan
ideologi.
BAB III. KITAB SUCI DAN TRADISI SUMBER IMAN AKAN
YESUS KRISTUS
Proses Penyusunan Kitab Suci Perjanjian Baru
Kitab-kitab dalam Kitab Suci Perjanjian Baru
BAB IV. YESUS MEWARTAKAN DAN MEMPERJUANGKAN
KERAJAAN ALLAH
A. Gambaran tentang kerajaan Allah zaman Yesus
B. YESUS MEWARTAKAN DAN MEMPERJUANGKAN KERAJAAN ALLAH
BAB V. SENGSARA, WAFAT, KEBANGKITAN, DAN
KENAIKAN YESUS
B. Kebangkitan dan kenaikan Yesus ke Surga
BAB VI. YESUS, SAHABAT, TOKOH IDOLA, PUTRA ALLAH
DAN JURU SELAMAT
A. Yesus Kristus sahabat sejati dan tokoh idola
B. Yesus Putra Allah dan Juru Selamat
BAB VII. ROH KUDUS DA ALLAH TRITUNGGAL
B. Peranan Roh Kudus dalam
Gereja
Kata manusia berasal dari kata manu (Sansekerta)
atau mens (Latin) yang berarti berpikir, berakal budi, atau homo (Latin)
yang berarti manusia. Istilah “pribadi” dalam bahasa Yunani adalah hupostasis,
diterjemahkan ke Latin sebagai persona (Inggris: Person) yang
digunakan untuk menyebut manusia sebagai perseorangan (diri manusia atau diri
sendiri), individu, ataupun karakter. Manusia sebagai makhluk pribadi berarti
ingin menekankan dirinya sebagai diri manusia secara individu.
Istilah “Individu” berasal dari kata latin, “individuum”
artinya “yang tidak terbagi”. Atau dalam bahasa Inggris “ In” yang
berarti tidak, dan “devided” yang berarti terbagi atau terpisahkan.
Jadi, merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu
kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Manusia sebagai makhluk individu
memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa.
Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut
menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka
seseorang tidak disebut sebagai individu.
Karakteristik yang khas dari seseorang dapat
kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang
berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan (genotip) dan faktor
lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus. Maka
manusia sebagai makhluk pribadi adalah manusia yang di dalamnya terdapat
kesatuan unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga, jiwa dan
roh, serta keunikan sebagai ciptaan Allah.
Secara kodrati, manusia merupakan makhluk monodualis.
Artinya selain sebagai makhluk individu, manusia berperan juga sebagai makhluk
sosial. Sebagai makhluk individu, manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang
terdiri atas unsur jasmani (raga) dan rohani (jiwa) yang tidak dapat
dipisah-pisahkan.Jiwa dan raga inilah yang membentuk individu.
Dalam pembahasan tentang manusia makhluk pribadi terbagi
dalam beberapa tema, yakni:
Setiap orang adalah individu (in-devidere = tak dapat
dipisahkan). Ia adalah makhluk yang unik (unique atau unus = satu), tak
ada satu orang pun yang mempunyai kesamaan dengan orang lain. Bahkan manusia
kembar sekalipun selalu mempunyai perbedaan. Kesadaran diri sebagai makhluk
yang unik menjadi sangat penting bagi setiap individu, sebab bila tidak maka
akan muncul berbagai sikap dan perilaku negatif dalam hidupnya. Dari kacamata
iman, keunikan itu merupakan anugerah yang patut disyukuri dan dikembangkan,
bukan disesali. Pembahasan tema “Aku Pribadi yang Unik“ ingin membantu dirimu
lebih menyadari keunikan diri, agar kamu bisa mengambil sikap bertanggung jawab
terhadap hidupmu sehingga mampu mengembangkan diri sesuai dengan kehendak
Allah.
Bahkan manusia kembar sekalipun selalu mempunyai perbedaan. Perbedaan
itu lebih jauh dan lebih dalam dari yang dapat dilihat, dirasa, didengar dan
dikatakan. Pada umumnya perbedaan ini yang membuat orang iri hati,
bertentangan, bermusuhan dan ingin saling meniadakan. Padahal dengan perbedaan
itu justru orang dapat saling memperkaya dan melengkapi. Perbedaan itulah yang
menjadi keunikan setiap manusia. Keunikan itu bisa diamati dari hal-hal fisik,
psikis, bakat/ kemampuan serta pengalaman-pengalaman yang dimilikinya. Keunikan
diri itu merupakan anugerah yang menjadikan diri seseorang berbeda dan dapat
dikenal dan diperlakukan secara khusus pula.
Untuk mengatasi perbedaan itu, diperlukan sikap menerima diri apa adanya
Jabatan dalam keorganisasian dapat digantikan oleh orang lain, tetapi kedudukan
setiap manusia dalam seluruh kerangka ciptaan tidak dapat digantikan oleh orang
lain. Peran orang tua dalam keluarga dapat saja digantikan oleh orang lain,
tetapi peran sebagai ciptaan tidak mungkin digantikan oleh siapapun.
Tuhan menciptakan setiap manusia dengan tugas yang khas di dunia ini.
Orang yang bersikap positif akan menerima keunikan itu sebagai anugerah, ia
bangga bahwa dirinya berbeda, ia bersyukur bahwa apa pun yang ada pada dirinya
merupakan pemberian Tuhan yang baik adanya. Dengan demikian, ia tidak akan
minder, ia tidak berniat menjadi sama seperti orang lain, ia tidak akan
menganggap dirinya tidak berharga, ia tidak akan melakukan tindakan yang
melawan kehendak Tuhan akibat ketidakpuasan terhadap dirinya, hidupnya akan
tenang dan mampu bergaul dengan siapa saja. Ada orang yang kurang menerima
keunikan diri. Orang yang demikian akan merasa tidak puas, bahkan dapat
melakukan tindakan apa pun demi menutupi keterbatasan diri, misalnya operasi
plastik. Orang yang demikian sering beranggapan seolah penampilan luar lebih
penting.
Singkatnya, manusia adalah makhluk yang indah dan “istimewa”.
Keistimewaan dan keagungan manusia ini hendaknya sungguh disadari oleh semua
peserta didik. Sebagai orang beriman kristiani yang sungguh-sungguh ingin
semakin memahami, menerima, bangga, dan percaya diri, Yesus adalah teladan yang
paling utama dan pertama. Dari semula Ia menyadari diri sebagai manusia yang berbeda
dengan yang lainnya. Dari cara berpikir, bersikap dan bertindak, Ia tidak ragu
menunjukkan diri sebagai pribadi yang tidak sama dengan yang lainnya. Sebagai
seorang pribadi kita harus menyadari, mengerti dan menerima diri apa adanya.
Dengan demikian kitapun akan dapat semakin mengembangkan diri dan melakukan
sesuatu dengan kesadaran diri (self-consciousness), penerimaan diri (self-acceptance),
kepercayaan diri (self-confidence) dan perasaan aman diri (selfassurance)
yang tinggi. Dengan dasar itu kita dapat mengisi hidup, meraih cita-cita dan
melaksanakan panggilan Allah.
Manusia sebagai mahkluk yang unik adalah “citra Allah atau segambar
dengan Allah ” (Kej.1: 26-31 ), agar sebagai citra Allah manusia bisa
berperanan layaknya seperti Allah maka manusia diberikan karunia akal budi,
talenta, kekendak bebas, dan hati nurani,
B.
Mengembangkan Karunia Allah.
Orang muda seringkali tidak menyadari
kemampuan-kemampuan dan talenta yang ada dalam diri mereka, di lain pihak
merekapun sulit menerima keterbatasan keterbatasannya. Hal ini mungkin tidak
bisa dilepaskan dari pengaruh lingkungan, di mana mereka diperlakukan sebagai
anak-anak. Akibatnya mereka tidak bisa mengembangkan diri secara maksimal.
Dalam pembahasan ini kita diajak untuk menyadari bahwa setiap manusia adalah
unik dan diberikan kemampuan dan potensi yang berbeda-beda. Sebagai kaum
beriman patutlah kita bersyukur kepada Tuhan dengan cara mengembangkan bakat
dan kemampuan dengan sebaik-baiknya. Keunggulan diri berkaitan dengan bakat dan
kemampuan hendaknya tidak membuat setiap orang merasa lebih unggul dari yang
lain, sehingga dapat memunculkan sikap sombong dan arogan. Demikian halnya
dengan keterbatasan yang ada tidak membuat orang menjadi rendah diri, minder
atau bahkan merasa menjadi orang yang tidak berguna.
Menurut Aristoteles, manusia akan bahagia
jika ia secara aktif merealisasikan bakat-bakat dan potensinya. Manusia adalah
makhluk yang mempunyai banyak potensi, tetapi potensi-potensi itu akan menjadi
nyata jika kita merealisasikannya. Kebahagiaan tercapai dalam mempergunakan
atau mengaktifkan bakat dan kemampuannya.
Setiap orang mempunyai kemampuan dan
bakat-bakat dalam ukuran tertentu. Kemampuan dan bakat yang dimiliki seseorang
seharusnya dikembangkan dan digunakan. Kemampuan dan bakat adalah anugerah
Tuhan, yang dalam Kitab Suci sering disebut talenta. Tuhan menghendaki agar
talenta itu dikembangkan dan digunakan. Dalam Injil Matius 25:14-30, dikisahkan
tentang eorang tuan yang memanggil
hamba-hambanya dan memberi mereka sejumlah talenta untuk “dikembangkan” dan
“digunakan”.
Setiap orang, termasuk para remaja diberi
talenta oleh Tuhan. Mereka harus mengembangkan dan menggunakan talenta itu
sebagaimana mestinya. Mengembangkan dan menggunakan talenta sebagaimana
mestinya adalah panggilan dan tuntutan Kristiani. Allah memberikan kemampuan
dan talenta yang berbeda kepada setiap orang dan kemampuan itu hendaklah
digunakan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan bersama. Yesus memberikan
gambaran seorang tuan yang memberikan talenta kepada hamba-hambanya. (Matius
25:14 – 30). Iapun menindak tegas kepada seorang hamba yang tidak mau
mengembangkan talenta dan hanya memendamnya ke dalam tanah.
Pada dasarnya setiap manusia dianugerahi oleh
Tuhan dengan berbagai kemampuan walaupun dengan kadar yang berbeda antar satu
dengan yang lain (Matius 25: 14-30). Orang yang pandai dalam pelajaran
matematika belum tentu terampil dalam olahraga, orang yang pandai bernyanyi
belum tentu pandai juga dalam olahraga. Orang yang pandai dalam pelajaran IPA
belum tentu pandai bersosialisasi dengan teman. Tidak ada orang yang pandai dan
terampil dalam segala hal
Kenyataan semacam ini seharusnya menyadarkan
setiap orang bahwa di satu pihak setiap manusia mempunyai kemampuan, tetapi di
lain pihak dia mempunyai keterbatasan. Maka tugas setiap orang adalah menemukan
apa yang menjadi kemampuannya, serta menemukan juga keterbatasannya.
Sikap yang bijaksana dalam menghadapi
kemampuan dan keterbatasan antara lain: kemampuan sebagai anugerah Tuhan,
diharapkan tidak menjadikan seseorang menjadi sombong atau takabur; Kemampuan
harus ditingkatkan, dilatih terus menerus agar semakin berkembang dan dapat
dijadikan andalan hidup. Sebaliknya keterbatasan jangan sampai membuat orang
minder; menganggap hidup sebagai nasib buruk dari Tuhan atau merasa hidupnya
tidak berguna. Kelemahan atau keterbatasan harus disadari dan diatasi agar
tidak menjadi hambatan untuk memperkembangkan diri.
Mentalitas yang perlu dikembangkan: sikap mau
bekerja keras, mau belajar dari orang lain, tidak cepat menyerah, optimis, mau
mencoba, dan sebagainya.
Banyak orang sukses justru setelah ia
menyadari keterbatasannya, seperti nampak dalam kisah Lena Maria. Banyak tokoh
sukses yang berasal dari keluarga miskin. Tetapi kemiskinan itu menumbuhkan
tekad untuk menunjukkan bahwa orang miskinpun dapat sukses. Ia tidak mau orang
lain melecehkan dirinya karena miskin. Ia ingin orang lain juga menghargai
dirinya sebagai pribadi yang bermartabat. Itulah sebabnya dia belajar dengan
keras dan meraih prestasi yang gemilang.
C. Kesetaraan
Laki-Laki dan Perempuan.
Pada usia remaja, seseorang mengalami
pertumbuhan jasmaniah dan rohaniah yang sangat besar. mereka mengalami adanya
dorongan-dorongan dan daya-daya tertentu dalam dirinya, khususnya daya tarik
terhadap lawan jenisnya. Daya tarik terhadap lawan jenis ini sering belum
disadari secara penuh oleh para remaja sebagai hal yang luhur, indah, wajar,
dan manusiawi. Ketidaktahuan dan ketidaksadaran akan adanya dorongan dan daya
tarik terhadap lawan jenis ini dapat menyebabkan remaja tidak pandai
menempatkan diri dalam pergaulan antarjenis. Bahkan, pergaulan antarjenis di
kalangan para remaja sering “menyimpang”. Karena itulah, para remaja memerlukan
bimbingan agar mereka memiliki pengetahuan dan kesadaran yang memadai tentang
hakikat kepriaan dan kewanitaan serta daya tarik terhadap lawan jenisnya.
Dengan demikian, para remaja dapat menghargai dirinya sendiri dan lawan
jenisnya (pria dan wanita) sebagai ciptaan Tuhan yang indah, luhur, dan suci.
Laki-laki dan perempuan diciptakan semartabat
dan sederajat. Keduanya diciptakan menurut citra Allah: diciptakan menurut
gambar dan rupa Allah yang satu dan sama (Kejadian 1, 26 -27). Lebih dari itu,
mereka dianugerahi kepercayaan dan kesempatan yang sama untuk mengambil bagian
dalam karyaNya yang agung. Mereka dipanggil untuk membangun persekutuan (communio)
dan bekerja sama dalam pengelolaan dunia dan seisinya serta pelestarian
generasi umat manusia (Kejadian 1, 31).
Laki-laki
dan perempuan saling melengkapi. Sifat korelatif itu sangat jelas dalam bentuk
pria dan wanita. Tetapi juga kelihatan dalam seluruh kemanusiaannya, seperti:
perasaan, cara berpikir, dan cara menghadapi kenyataan, termasuk Tuhan. Tuhan
mengatakan: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan
menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (Kejadian 2: 18-23). Maka
laki-laki dan wanita dicipta dengan unik dan memiliki tugas khusus sesuai jenis
kelaminnya dan saling melengkapi. Keunikan laki-laki dan perempuan secara khas
meliputi:
KEKHASAN |
LAKI-LAKI |
PEREMPUAN |
Stuktur organ reproduksi |
Organ kelamin laki-laki lebih bersifat
memberi dan mengadakan (menciptakan), oleh karena itu sebagaian besar organ
kelamin laki-laki terletak di luar. |
Sosok tubuh perempuan mengungkapkan
kehalusan dan kelembutan yang bersifat memikat, menerima, mengadakan, dan
memelihara, oleh karena itu organ kelamin wanita terletak di dalam tubuh,
sehingga fungsi menerima, mengadakan, dan memelihara dapat lebih terjamin. |
Reproduksi |
Laki-laki secara khas memiliki organ
reproduksi yaitu “buah pelir” berjumlah dua. Kedua duanya dibungkus dalam
suatu kantong kulit yang disebut kandung buah pelir (scrotum) Susunan buah pelir sangat rumit dan berfungsi untuk
menghasilkan hormone dan sel-sel jantan/sperma, maka disebut sebagai kelenjar
pembuat benih. |
Perempuan memiliki organ reproduksi yang
terletak pada tempat yang paling dalam dari organ kelamin perempuan. Indung
telur merupakan kelenjar yang menghasilkan hormon-hormon dan sel telur. Jika
seorang perempuan menginjak usia 10-14 tahun hormon-hormon yang dihasilkan
ada dua yaitu hormone “oestrogen” dan
“progresteron” |
Hormonal |
Laki-laki memiliki hormon “Testosteron” yaitu semacam zat yang
mengubah badan anak remaja putra menjadi “laki-laki” dimana ditandai dengan: ·
Suaranya
membesar ·
Tumbuh
jakun ·
Tumbuh
bulu pada ketiak dan sekitar organ kelaminnya. ·
Otot-otonya
membesar. |
Perempuan memiliki dua hormone: 1. Hormon “Oestrogen”
yang disebut hormon sekunder yaitu semacam zat yang mengubah badan
seorang remaja putri menjadi sempurna sebagai perempuan, dengan ditandai: ·
Pinggul
membesar ·
Payudara
membesar untuk menghasikan susu. ·
Tumbuh
bulu di ketiak dan di sekitar organ kelaminnya. 2.
Hormon
“Progresteron” yang disebut hormone
primer karena hormone ini mempersiapkan kandungan menjadi tempat yang baik
untuk benih kehidupan. Pada saat yang sama indung telur mulai menghasil-kan
ovum yang matang dan siap dibuahi, namun karena tidak dibuahi maka keluar
secara alami yang disebut dengan menstruasi. |
Organ-organ reproduksi |
Organ reproduksi laki-laki terdiri: 1.
Sel-sel
sperma 2.
Anak
buah pelir 3.
Saluran
air mani 4.
Kandung
air mani 5.
Kelenjar
prostat |
Organ reproduksi perempuan terdiri: 1.
Sel
telur 2.
Rahim/uterus 3.
Saluran
telur |
Cara berfikir |
Laki-laki cara berfikirnya 1.
Lebih
teoritis dan abstrak 2.
Obyektif 3.
Berkepala
dingin 4.
Mengambil
jarak dengan obyek pikirannya 5.
Lebih
suka berfikir yang global dan jangkauannya jauh. 6.
Pikiran
pria lebih kea rah dirinya Maka laki-laki tidak mudah terharu dan tidak mudah terpengaruh. |
Perempuan cara berfikirnya 1.
Lebih
intuitif dan konkrit 2.
Lebih
mendalam karena dipengaruhi emosi maka cenderung subyektif 3.
Kecenderungan
meng-hubungkan kejadian dengan dirinya sendiri 4.
Sulit
mengambil jarak dengan apa yang dipikirkannya sehingga selalu memenuhi
otaknya 5.
Berfikir
tentang hal-hal yang kecil/partial dan bersifat sehari-hari 6.
Pikiran
wanita lebih keluar dari dirinya. |
Cara merasa |
Perasaan laki-laki 1.
Cenderung
agak terken-dali 2.
Lebih
mudah me-ngendalikan perasaan karena daya pikirnya yang obyektif. 3.
Tidak
terlalu mendalam karena lebih meng-gunakan otak 4.
Mudah
emosi atau marah, walaupun cepat tenang kembali. 5.
Mudah
jatuh cinta, tetapi mudah melupakannya. |
Persaan perempuan: 1.
Mudah
bergetar 2.
Mudah
menjalar ke-mana-mana 3.
Maka
dapat meluapakan inti persoalan dan tenggelam dalam detail perasaannya. 4.
Mudah
terharu dan berlarut-larut 5.
Mudah
tersentuh atau mudah terluka, maka tidak mudah melupakan. |
Cara memahami rangsangan seksual |
Cara memhami rangsangan seksual laki-laki 1.
Lebih
mudah terangsang pada hal-hal lahiriah (pesona fisik) 2.
Rangsangan
seksual bersifat lebih cepat dan tiba-tiba, tetapi uga cepat hilang 3.
Rangsangan
seksual cenderung khusus pada organ kelaminnya. |
Cara memahami rangsangan seksual perempuan 1.
Lebih
terangsang pada hal-hal yang bersifat perasaan (batiniah) 2.
Rangsangan
seksual akan bangkit dan menghilang secara pelan-pelan 3.
Rangsangan
seksual pada seluruh tubuhnya. |
Cara bersikap dan bertindak |
Laki –laki cara bersikap dan bertindak 1.
Bersifat
aktif dan agresif maka lebih senang mengutamakan tugas, kerja, karier 2.
Banyak
meluangkan waktu di tempat kerja, dilapangan olah raga, dll |
Perempuan cara bersikap dan bertindak 1.
Besifat
aktif tapi adaptif, maka lebih
menerima, memelihara, medidik, merawat, dsb. 2.
Maka
perempuan lebih senang tinggal di rumah |
Peranan dalam ke-luarga |
Dalam keluarga laki-laki berperanan 1.
Melindungi
dan men-sejahterakan 2.
Menjadi
“ayah” yang memberi kehidupan 3.
Menjadi
kekasih dan partner. |
Dalam keluarga perempuan berperanan 1.
Menciptakan
keindahan dan keharmonisan 2.
Menerima,
mengan-dung, dan mendidik 3.
Mengasihi
tanpa pamrih |
Laki- laki dan perempuan memiliki rasa
tertarik satu dengan yang lain, rasa tertarik ini disebabkan karena adanya
perbedaan jasmaniah dan rohaniah antara laki-laki dan perempuan. Rasa tertarik
tersebut akan memunculkan cinta antara mereka berdua. Cinta laki-laki dan
perempuan harus terarah pada cinta Allah pada manusia. Maka perlu dipahami
adanya beberapa tingkatan cinta dalam hidup manusia:
1. Cinta jasmaniah: cinta paling primitif karena
hanya berarah apada jasmaniah semata. Seperti: body sexi, cantik, dll.
2. Cinta rohaniah atau cinta erotis dimana cinta
seperti ini hanya memenuhi kepuasan psikologis seseorang. Cinta ini timbul karena
a. Kemampuan seseorang, seperti: karena pintar,
karena pandai menari, karena senyumnya manis.
b. Karakter atau sifat, seperti: karena ramah,
keibuan, bertanggungjawab, dll
3. Cinta personal dimana cinta seperti ini
muncul karena seseorang tertarik pada pribadi seseorang dan bersedia menerima
kelebihan maupun kekuarangannya.
4. Cinta imani dalam cinta seperti ini Tuhan
mendapat tempat dalam relasi. Mereka memahami bahwa cinta adalah anugrah dari
Allah, dimana Allah menghendaki manusia mencintai pasangannya seperti Allah
mencintai manusia, yaitu cinta tanpa syarat dan tidak mengharapkan balasan.
D. Keluhuran Manusia sebagai Citra
Allah.
Dalam pelajaran yang lalu kita telah belajar
bahwa manusia adalah makhluk yang unik. Pada pelajaran ini akan dibahas
kekhasan yang lain dari manusia, yang membedakan manusia dari ciptaan lain di
bumi ini dan yang membuat manusia lebih mirip dengan sang Penciptanya.
Dewasa ini banyak terjadi pelanggaran
terhadap martabat kemanusiaan. Di berbagai tempat terjadi kekerasan yang
diakibatkan dari sikap fanatik dan diskriminatif ras, suku, agama, budaya, dan
kelompok sosial muncul di mana-mana. Sikap ini dapat menjalar pada siapa saja,
tidak terkecuali orang muda. Oleh karena itu, mereka perlu disadarkan bahwa
sikap tersebut dapat melahirkan berbagai kekerasan dan tindakan anarkis yang
sungguh merusak dan sangat melukai martabat manusia sebagai citra Allah.
Sebagai sesama citra Allah, setiap manusia adalah bersaudara. Harus saling
menghormati dan saling mengasihi. Sikap ini seperti yang digambarkan Yesus
dalam perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati (Lukas 10:25-30). Dalam
perumpamaan itu dikisahkan bagaimana orang Samaria yang baik hati itu telah
memperlakukan orang Yahudi yang mendapat bencana di jalan seperti saudaranya
sendiri, bahkan lebih dari itu.
Manusia
sebagai citra Allah perbedaan seharusnya manusia saling menghargai dan
mencintai dan mencintai sehingga manusia bisa berkembang opimal. Untuk memahami
lebih lanjut pengertian citra Allah tersebut , simaklah kutipan dari
Katekismus Gereja Katolik (KGK) berikut:
KGK 357
Karena ia diciptakan menurut citra Allah, manusia memiliki martabat sebagai
pribadi: ia bukan hanya sesuatu, melainkan seorang. Ia mampu mengenal diri
sendiri, menjadi tuan atas dirinya, mengabdikan diri dalam kebebasan dan hidup
dalam kebersamaan dengan orang lain, dan karena rahmat ia sudah dipanggil ke
dalam perjanjian dengan Penciptanya, untuk memberi kepada-Nya jawaban iman dan
cinta, yang tidak dapat diberikan suatu makhluk lain sebagai penggantinya.
KGK 358
Tuhan menciptakan segala sesuatu untuk manusia (Bdk. GS 12,1; 24,2; 39,1),
tetapi manusia itu sendiri diciptakan untuk melayani Allah, untuk mencintai-Nya
dan untuk mempersembahkan seluruh ciptaan kepada-Nya: “Makhluk manakah yang
diciptakan dengan martabat yang demikian itu? Itulah manusia, sosok yang agung,
yang hidup dan patut dikagumi, yang dalam mata Allah lebih bernilai dari pada
segala makhluk. Itulah manusia; untuk dialah langit dan bumi dan lautan dan
seluruh ciptaan. Allah sebegitu prihatin dengan keselamatannya, sehingga Ia
tidak menyayangi Putera-Nya yang tunggal untuk dia. Allah malahan tidak
ragu-ragu, melakukan segala sesuatu, supaya menaikkan manusia kepada diri-Nya
dan memperkenankan ia duduk di sebelah kanan-Nya”
KGK 360
Umat manusia merupakan satu kesatuan karena asal yang sama. Karena Allah
“menjadikan dari satu orang saja semua bangsa dan umat manusia” (Kis 17:26)
Bdk.Tob8:6. Pandangan yang menakjubkan, yang memperlihatkan kepada kita umat
manusia dalam kesatuan asal yang sama dalam Allah dalam kesatuan kodrat, bagi
semua disusun sama dari badan jasmani dan jiwa rohani yang tidak dapat mati
dalam kesatuan tujuan yang langsung dan tugasnya di dunia; dalam kesatuan
pemukiman di bumi, dan menurut hukum kodrat semua manusia berhak menggunakan
hasil-hasilnya, supaya dengan demikian bertahan dalam kehidupan dan berkembang;
dalam kesatuan tujuan adikodrati: Allah sendiri, dan semua orang berkewajiban
untuk mengusahakannya: dalam kesatuan daya upaya, untuk mencapai tujuan ini;
dalam kesatuan tebusan, yang telah dilaksanakan Kristus untuk semua orang”
(Pius XII Ens. “Summi Pontificatus”) Bdk. NA 1.
KGK 361
“Hukum solidaritas dan cinta ini” (ibid.) menegaskan bagi kita, bahwa kendati
keaneka-ragaman pribadi, kebudayaan dan bangsa, semua manusia adalah
benar-benar saudara dan saudari.
KGK 362 Pribadi manusia yang diciptakan
menurut citra Allah adalah wujud jasmani sekaligus rohani. Teks Kitab Suci
mengungkapkan itu dalam bahasa kiasan, apabila ia mengatakan: “Allah membentuk
manusia dari debu tanah dan menghembuskan napas hidup ke dalam hidungnya;
demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (Kejadian 2:7). Manusia
seutuhnya dikehendaki Allah.
BAB II
Dalam pelajaran yang lalu, kita sudah belajar
tentang manusia sebagai makhluk pribadi, di mana setiap orang mempunyai
kekhasan. Dalam bab ini kita akan membahas manusia makhluk otonom. Sebagai
makhluk otonom, manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan sikap, dengan kata
lain, ia adalah makhluk yang mandiri.
Secara etimologi, Otonomi berasal dari bahasa
Yunani “autos” yang artinya sendiri, dan “nomos” yang berarti hukum atau
aturan, jadi pengertian otonomi adalah pengundangan sendiri. Otonom berarti
berdiri sendiri atau mandiri. Jadi setiap orang memiliki hak dan kekuasaan
menentukan arah tindakannya sendiri. Ia harus dapat menjadi tuan atas diri.
Berbicara mengenai manusia bukanlah sesuatu
yang mudah dan sederhana, karena manusia banyak memiliki keunikan. Keunikan
tersebut dinyatakan sebagai kodrat manusia. Manusia sulit dipahami dan
dimengerti secara menyeluruh tetapi manusia mempunyai banyak kekuatan-kekuatan
spiritual yang mendorong seseorang mampu bekerja dan mengembangkan pribadinya
secara mandiri.
Arti otonom adalah mandiri dalam menentukan
kehendaknya, menentukan sendiri setiap perbuatannya dalam pencapaian
kehendaknya.
Dalam pembahasan tentang manusia makhluk
otonom ini akan dibagi dalam tema sebagai berikut:
Perkembangan
sosial yang begitu cepat banyak membawa perubahan dalam berbagai aspek
kehidupan, demikian juga persoalan-persoalan yang ditimbulkannya.
Persoalan-persoalan tersebut membutuhkan pemecahan yang tepat. Di samping itu
banyak tata nilai yang mengalami perubahan, seperti ketaatan, sopan santun,
kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan sebagainya sering menjadi kabur.
Berhadapan dengan
situasi itu kaum remaja perlu mendapatkan pendampingan, sehingga tidak salah
dalam mengambil keputusan. Mereka harus belajar membuat keputusan dengan
mendengarkan suara hati atau hati nuraninya. Melalui pembahasan ini anda akan
diajak belajar mendengarkan suara hati, sehingga tidak salah dalam mengambil
keputusan.
Suara hati atau
hati nurani merupakan daya atau kemampuan khusus untuk membedakan perbuatan
baik atau perbuatan buruk, serta menilai baik-buruknya perbuatan itu
berdasarkan akal budi. Conscience
atau hati nurani merupakan hasil
dialog pribadi kita yang terdalam dengan Allah ketika kita menghadapi dan
menanggapi situasi hidup sehari – hari.
1.
Pengertian Hati Nurani dan Suara Hati
Hati
Nurani : Suara dalam diri kita yang menyerukan
supaya kita memilih dan melakukan yang baik serta menghindari pilihan dan
perbuatan jahat. Dalam Gaudium et Spes (GS)
art. 16 dikatakan bahwa di lubuk hati nuraninya, manusia menemukan hukum yang tidak diterimanya dari dirinya
sendiri, melainkan harus ditaatinya. Suara itu selalu menyerukan kepadanya
untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan untuk menghindari apa yang
jahat. Hati
nurani ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya, di situ ia
seorang diri bersama Allah, yang sapaan-Nya menggema dalam batinnya. Martabat manusia juga
dibentuk dengan Hati Nurani ini. Oleh karena itu, tidak mengikuti hati
nurani berarti menghancurkan integritas pribadinya dan mengkhianati martabatnya
sebagai manusia.
Dalam
arti sempit Hati Nurani dikenal menjadi Suara Hati. Suara Hati
adalah kesadaran moral dalam situasi kongkret, termaksud pilihan baik-buruknya sesuatu tindakan dalam
situasi kongkret pribadi seseorang. Suara hati adalah kesadaran dalam diri saya bahwa
saya berkewajiban melakukan tanggungjawab dan tugas kewajiban saya sebagaimana
semestinya saya adalah manusia dan sebagaimana semestinya saya berperan. Bila
berperan sebagai hakim, jadilah hakim yang adil dan tegas dalam memutuskan
perkara. BIla menjadi pelajar bertindaklah semestinya sebagaimana seorang
pelajar (belajar, jujur saat ulangan, respek pada guru yang mengajar dan teman
sekelas). Suara hati sangat perperan dalam kehidupan kita. Dalam kehidupan
sehari-hari, pada akhirnya kita harus memutuskan sendiri apa yang kita lakukan.
Dalam memutuskan tersebut, tidak lepas dari tanggungjawab dan kewajiban kita
serta pengaruh lingkunan atau para panutan (orangtua, guru, teman). Dalam
setiap usaha mengambil keputusan itulah kita bertemu dengan suara hati kita.
Kadang kala dalam memutuskan itu, kita bisa keliru atau kurang tepat. Meskipun
demikian, yang tetap bertanggungjawab atas pilihan kita tersebut bukanlah
lingkungan ataupun panutan kita, akan tetapi konsekuensi/tanggungjawab dari
pilihan tersebut tetap ada pada diri kita. Dengan demikian Hati Nurani dan
Suara Hati ini adalah persoalan diri kita sendiri.
1.1 Pembedaan Hati Nurani
a)
Diiihat dari segi waktunya
·
Hati Nurani Retrospektif : Hati nurani yang memberi penilaian tentang perbuatan yang
telah berlangsung di masa lampau
Contoh:
Hakim
Anto sedang memutuskan sebuah perkara penting. Ia sedang mendakwa Joko yang
membunuh seorang remaja putri. Di malam sebelum persidangan, ia didatangi wakil
dari Joko bernama Oki. Oki menawarkan sejumlah uang kepada Anto apabila ia
memenangkan Joko dalam persidangan. Padahal bukti-bukti sudah jelas mengarahkan
bahwa Joko terbukti bersalah. Namun Anto tergiur akan uang yang ditawarkan,
mengingat ia sedang butuh uang untuk membangun rumah dan menyekolahkan anaknya,
Jojo yang ingin sekolah sepakbola di Italy. Anto menerima tawaran tersebut.
Akhirnya, keesokan harinya, Anto memenangkan Joko. Joko bebas dan Anto bisa
mengguakan uang tersebut untuk keperluannya. Tidak ada yang tahu proses suap
menyuap itu karena prosedurnya sangat hati-hati (waktu itu belum ada KPK).
Namun kejadian tersebut tidak menghilangkan kegelisahan Anto. Ia mengingkari
sumpahnya sebagai hakim. Ia jatuh pada kesalahan itu dan merasa marah,
menyesal, dan bersalah terhadap dirinya sendiri.
·
Hati Nurani Prospektif: Hati nurani yang memberi
penilaian tentang perbuatan kita yang akan datang.
è
Hati nurani dalam arti ini memberi penilaian
terhadap perbuatan yang akan datang. Biasanya hati nuranii Prospektif ini
mengatakan “Jangan” dan melarang untuk melakukan sesuatu. Dalam kasus Anto
diatas, hati nurani prospektif muncul ketika Anto sedang tergiur dengan uang
yang ditawarkan.
b)
Dilihat dari segi benar salahnya
·
Hati Nurani benar bila sesuai dengan aturan atau
norma objektif.
·
Hati Nurani salah bila tidak sesuai dengan aturan
atau norma objektif.
c)
Dilihat dari segi pasti tidaknya suatu tindakan
·
Hati Nurani yang pasti adalah secara moril
(berdasarkan baik-buruk) dapat dipastikan hati nurani itu pasti benar.
·
Hati Nurani yang bimbang adalah masih dalam
keragu-raguan apakah suatu tindakan itu benar atau keliru.
Pegangan bila sedang ragu-ragu biasanya adalah:
è Bisa memilih pilihan
yang paling bermanfaat untuk dirinya.
è Apabila menyangkut keselamatan/nyawa
manusia, maka harus dilakukan.
1.2 Fungsi Hati Nurani
a)
Berfungsi
sebagai pegangan, pedoman untuk menilai suatu tindakan itu baik atau buruk.
b)
Berfungsi
sebagai pegangan kongkrit dalam batin yang dapat berguna dalam hidup sehari
hari.
c)
Berfungsi
untuk menyadarkan manusia akan nilai dan harga dirinya.
1.3 Cara Kerja Hati Nurani
a)
Sebelum
bertindak, manusia sudah memiliki kesadaran moral atau pengetahuan umum bahwa
ada yang baik dan ada yang buruk. Kemudian kalau perbuatan itu baik maka ia
muncul sebagai suara yang menyuruh, namun kalau buruk maka muncul sebagai suatu
larangan.
b)
Sementara
suatu tindakan dilaksanakan suara itu masih tetap berbicara, menyuruh atau
melarang.
c)
Sesudah
suatu tindakan maka suara itu akan mucul sebagai hakim yang memberi vonis. Untuk perbuatan baik ia akan memuji sehigga orang tersebut bangga dan
bahagia, namun akan mencela jika perbuatan itu buruk sehingga orang merasa
bersalah, putus asa, malu.
Demikian dipahami Hati Nurani muncul sebagai Indeks (petunjuk), lalu sebagi Iudex (hakim) sekaligus Vindex (penghukum)
2.
Ajaran Kitab Suci dan Ajaran Gereja tentang
suara hati
Teks-teks Kitab Suci berikut berisi
pergulatan suara hati Santo Paulus yang diungkapkan dalam suratnya kepada
jemaatnya. Simaklah kutipannya, lalu rumuskan: pergulatan dalam hal apa yang
dialami Paulus dalam teks Kitab Suci dan Gaudium et Spes, berikut ini!
Roma 2: 14 – 16
14 Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak
memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut
hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi
hukum Taurat bagi diri mereka sendiri.
15 Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa
isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut
bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela.
16 Hal itu akan nampak pada hari, bilamana
Allah, sesuai dengan Injil yang kuberitakan, akan menghakimi segala sesuatu
yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus Yesus.
Gaudium
et Spes, artikel 16
“Di lubuk hati nuraninya, manusia menemukan
hukum, yang tidak diterimanya dari dirinya sendiri, melainkan harus ditaati.
Suara hati itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa
yang baik, dan menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu, suara itu
menggemakan dalam lubuk hatinya: jalankan ini, elakkan itu. Sebab dalam
hatinya, manusia menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabatnya ialah
mematuhi hukum itu, dan menurut hukum itu pula ia akan diadili. Suara hati
ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar suci; di situ ia seorang diri
bersama Allah, yang pesan-Nya menggema dalam hatinya. Berkat hati nurani dikenallah
secara ajaib hukum, yang dilaksanakan dalam cinta kasih terhadap Allah dan
terhadap sesama. Atas kesetiaan terhadan hati nurani, umat Kristiani bergabung
dengan sesama lainnya untuk mencari kebenaran, kebenaran itu memecahkan sekian
banyak persoalan moral, yang timbul baik dalam hidup perorangan maupun dalam
kehidupan kemasyarakatan.”
3.
Apakah Hati Nurani bisa salah?
Hati
Nurani dalam arti sempit, yakni suara hati mungkin bisa salah karena menyangkut penilaian kongkrit manusia
tersebut terhadap situasi kongkrit yang dihadapinya. Berikut ini disampaikan
beberapa hal yang bisa membuat suara hati keliru :
a.
Manusia dengan segaja menolak keputusan Suara
Hati/Hati Nuraninya.
b. Tidak mengetahui permasalahannya.
Hal ini bisa dikarenakan ia tidak peduli dan tidak mencari tahu apa yang benar
dan baik.
c. Pengetahuan untuk menilai/menimbang
baik-buruknya tindakan masih kurang memadai.
d. Pengaruh emosi seperti takut, malu,
ragu-ragu, bingung, marah.
e. Pengaruh lingkungan masyarakat yang keliru (korupsi, menyogok,
menyontek, pergaulan bebas, free sex, aborsi, tauran sebagai sikap jantan,
mengganggap hina pekerjaan tangan dan membersihkan sampah, rasa cinta pada
budaya asli yang luntur)
f. Media massa yang tidak jelas.
g. Pendidikan keluarga yang kurang terarah. (Ada kecenderungan
anak lebih diasuh oleh babysitter daripada orang tuanya)
Dengan demikian, sebaiknya kita bersikap kritis
dengan apa yang terjadi dalam masyarakat. Banyak hal buruk mulai dianggap biasa
dan nilai-nilai yang luhur sudah tidak punya arti lagi. Hati nurani kita dapat
menjadi tumpul karena itu. Selain itu, munculnya persoalan-persoalan baru yang
menantang kemanusiaan kita seperti: bayi tabung, kloning manusia, alat-alat
kontrasepsi, transplatasi organ manusia (jantung), euthanasia kadang kala
membuat hati nurani menjadi bingung dan ragu-ragu. Oleh karena dapat keliru, maka kita perlu
membina suara hati kita.
Berikut
ini akan diperlihatkan bagaimana sekiranya membina suara hati:
1. Mengikuti suara hati dalam segala hal
2. Mencari keterangan pada sumber yang baik :
membaca KS, Dokumen Moral Gereja, bertanya pada orang yang punya pengetahuan dan pengalaman, ikut serta
dalam pelatihan rohani (rekoleksi, retret)
3. Korekesi diri (intropeksi atau refleksi)
4. Dalam mengikuti kaidah
hati nurani, berlaku peraturan-peraturan berikut, yakni:
·
Tidak diperbolehkan melakukan yang jahat.
·
Kaidah "Emas": "segala sesuatu yang
kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada
mereka" (Mat 7:12)
·
CInta kasih Kristen selalu menghargai sesama dan
hati nuraninya "jika engkau secara demikian berdosa terhadap
saudara-saudaramu dan melukai hati nurani mereka yang lemah, engkau pada
hakekatnya berdosa terhadap Kristus.
B. Bersikap
kritis dan bertanggung jawab terhadap pengaruh media massa.
Media komunikasi dewasa ini mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Sebagai dampaknya, informasi yang masuk ke
dalam kehidupan sehari-hari tidak terbendung. Persoalannya, informasi itu ada
yang bersifat membangun, tetapi ada juga yang bersifat merugikan. Pada umumnya
remaja bersifat polos dalam mengadopsi kehadiran media. Mereka menelan begitu
saja apa yang disediakan dan tidak mencernanya. Sehubungan dengan itu remaja
perlu mendapatkan bimbingan supaya mereka bisa bersikap kritis dalam memilih
media dan mampu mengolahnya menjadi nutrisi untuk meningkatkan kualitas hidup
mereka. Kita dituntut untuk bersikap kritis atas segala tawaran dan informasi
yang kita peroleh. Bersikap kritis tidak berarti menolak mentah-mentah tentang
media, melainkan kita mencoba menyaringnya dan mampu mempertanggungjawabkan apa
yang kita pilih dan kita percaya. Dengan demikian, kita akan dapat menempatkan
media massa pada tempat yang semestinya bagi perkembangan diri kita. Melalui
pelajaran ini kalian akan diajak untuk mengembangkan kedewasaan berpikir, mampu
mempertimbangkan baik-buruk sesuatu hal, selektif dan mampu membuat skala
prioritas dalam menentukan pilihan hidup.
Pandangan Gereja terhadap penggunaan media
masaa tertuang dalam “Dekrit Konsili Vatian II tentang komunikasi social (Intermirivica art. 9 dan 10)
Artikel 9
Kewajiban-kewajiban para pemakai media
komunikasi sosial
Kewajiban-kewajiban khusus mengikat semua
penerima, yakni para pembaca, pemirsa dan pendengar, yang atas pilihan pribadi
dan bebas menampung informasi-informasi yang disiarkan oleh media itu. Sebab
cara memilih yang tepat meminta supaya mereka mendukung sepenuhnya segala
sesuatu yang menampilkan nilai keutamaan, ilmu-pengetahuan dan teknologi.
Sebaliknya hendaklah mereka menghindari apa saja, yang bagi diri mereka sendiri
menyebabkan atau memungkinkan timbulnya kerugian rohani, atau yang dapat
membahayakan sesama karena contoh yang buruk, atau menghalang-halangi
tersebarnya informasi yang baik dan mendukung tersiarnya informasi yang buruk.
Hal itu kebanyakan terjadi dengan membayar iuran kepada para penyelenggara,
yang memanfaatkan media itukarena alasan-alasan ekonomi semata-mata.
Maka supaya para penerima itu mematuhi hukum
moral, hendaknya mereka jangan melalaikan kewajiban, untuk pada waktunya
mencari informasi tentang penilaian-penilaian yang mengenai semuanya itu
diberikan oleh instansi-instansi yang berwenang, dan untuk mengikutinya sebagai
pedoman menurut suara hati yang cermat. Untuk lebih mudah melawan dampakdampak
yang merugikan, dan mengikuti sepenuhnya pengaruh-pengaruh yang baik, hendaknya
mereka berusaha mengarahkan dan membina suara hati mereka dengan upaya-upaya
yang cocok.
Artikel 10
Kewajiban-kewajiban kaum muda dan para orang
tua
Hendaknya para penerima, terutama di kalangan kaum muda
berusaha, supaya dalam memakai upaya-upaya komunikasi sosial mereka belajar
mengendalikan diri dan menjaga ketertiban. Kecuali itu hendaklah mereka
berusaha memahami secara lebih mendalam apa yang mereka lihat, dengar dan baca.
Hendaklah itu mereka percakapkan dengan para pendidik dan para ahli, dan dengan
demikian mereka belajar memberi penilaian yang saksama. Sedangkan para orangtua
hendaknya menyadari sebagai kewajiban mereka: menjaga dengan sungguh sungguh,
supaya tayangan-tayangan, terbitanterbitan tercetak dan lain sebagainya, yang
bertentangan dengan iman serta tata susila, jangan sampai memasuki ambang pintu
rumah tangga, dan jangan sampai anak-anak menjumpainya di luar lingkup
keluarga.
C. Bersikap
kritis terhadap gaya hidup yang berkembang dan ideologi.
Dalam hidup modern dewasa ini, kita tidak
dapat lepas dari berbagai pengaruh lingkungan, baik itu paham atau ideologi
maupun aliran hidup yang ada dan berkembang saat ini. Terlebih seperti yang
dialami oleh banyak kaummuda sekarang ini, tren apapun bentuknya mulai dari
mode, musik film, sampai pada berbagai gaya hidup lainnya, hingga perangkat
teknologi, tak bisa dilepaskan pengaruhnya bagi kita. Tingkatan pengaruhnya
sangat tergantung pada pada kedewasaan kita dalam menjalani dan menentukan
pilihan. Pada pelajaran ini, kita akan mengamati berbagai pengaruh dari suatu
ideologi, aliran/paham, dan tren-tren yang berkembang saat ini.
Dalam menghadapi berbagai ideologi, paham,
dan aliran tersebut, Yesus sudah memiliki sikap kritis. Yesus tetap pada
pilihan-Nya (opsi-Nya), yaitu Kerajaan Allah. Yesus juga pernah dihadapkan
kepada berbagai tawaran yang menggiurkan, seperti jaminan sosial ekonomi,
kekuasaan, dan kesenangan, tetapi Yesus tetap menolaknya (lih. Matius 4: 1-11).
Pilihan (opsi) Yesus tetap pada mewartakan dan memberi kesaksian tentang
Kerajaan Allah. Dalam pembahasan ini, kalian diajak untuk membekali diri dengan
sikap kritis, sehingga dapat menentukan pilihan dengan benar.
Manusia hendaklah berikap kritis terhadap gaya
hidup dan ideologi dimana seperti ajaran dalam kitab suci, secara tegas Yesus
mengajarkan cara bersikap dalam “percobaan di padang gurun” (Lukas 4:1-13) dan
cara Yesus bersikap terhadap orang Farisi dan ahli Taurat (Matius 13:1-36)
KITAB SUCI DAN TRADISI SUMBER IMAN
AKAN YESUS KRISTUS
Sesudah menggumuli tema Pribadi manusia,
selanjutnya Kita akan mendalami tema Pribadi Yesus Kristus. Sebagai pribadi
yang bermartabat Citra Allah kalian dipanggil oleh Allah untuk secara
bertanggung jawab mengembangkan diri menuju kesempurnaan dalam kebersamaan
dengan sesama. Upaya mengembangkan diri tersebut bukanlah suatu hal yang mudah,
sebab dalam perjalanan hidupnya manusia selalu dihadapkan dengan berbagai
tantangan dan rintangan.
Sebagai orang yang beriman akan Yesus
Kristus, kalian tentu ingin mengembangkan diri dengan berpolakan pada Yesus
Kristus. Pribadi Yesus Kristus adalah pola dan teladan pengembangan diri, sebab
dalam Dia-lah kalian dapat menemukan keluhuran martabat manusia yang unggul dan
berkenan kepada Allah. Dialah Citra Allah yang telah dipilih Allah menjadi
jalan, kebenaran dan hidup manusia. Dalam Dia-lah manusia kesempurnaan manusia
di hadapan Allah. Agar kita mampu memahami Yesus sebagai sosok kesempurnaan
hidup, maka kita perlu menggali
pemahaman dari sumbernya, yakni Kitab Suci, baik Kitab Suci Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru, serta Tradisi Gereja. Kitab Suci dan Tradisi menjadi sumber
iman kita. Maka pembelajaran dalam Bab ini akan menggali lebih dalam tentang:
A. Kitab Suci Perjanjian Lama
Bagi umat beriman Kitab Suci memegang peranan
yang sangat penting. Ia menjadi sumber
tertulis yang utama untuk memahami karya penyelamatan Allah kepada manusia
sepanjang zaman. Ia juga menjadi sumber referensi dan inspirasi untuk
mengembangkan imannya. Karena kedudukan dan perannya yang sangat penting
itu, maka setiap orang beriman perlu memahami Kitab Suci secara benar.
Pemahaman tersebut akan berpengaruh pada sikap dan tindakan orang beriman dalam
mendudukkan dan memperlakukan Kitab Suci bagi kehidupan berimannya. Pemahaman
yang benar itu menyangkut pemahaman tentang sejarah terjadinya, latar belakang
atau konteks sejarah saat Kitab Suci itu disusun, latar belakang penulisnya,
jenis sastra dalam penulisannya, isi dan maksud penulisannya
Kitab Suci Perjanjian Lama seperti yang
dimiliki umat Kristiani saat ini disusun
melalui proses yang panjang sekitar lebih dari sepuluh abad, sejak abad XI SM
sampai kurang lebih abad I Sesudah Masehi. Pada mulanya berupa kumpulan
cerita-cerita tentang pengalaman bangsa Israel dalam hubungannya dengan sejarah
bangsanya dan sekaligus peranan serta kehadiran Allah dala seluruh perjalanan
hidup mereka. Pengalaman-pengalaman
penyelamatan Allah sepanjang sejarah mereka itu diceritakan kepada anak
cucu mereka secara turuntemurun. Hingga suatu saat ada orang-orang tertentu,
yang mendapat ilham Roh Kudus menyusun dan menuliskannya menjadi sebuah buku
utuh seperti yang kita miliki sekarang ini.
Beberapa bagian Kitab Suci disampaikan dalam bentuk kesusastraan yang berbentuk legenda
(Kejadian 1:1-31). Jenis sastra yang terdapat dalam Kitab Suci Perjanjian Lama
dijelaskan dalam Dokumen Konsili Vatikan II tentang Wahyu Illahi (Dei Verbum) yang secara jelas
menjelaskan bahwa untuk menafsirkan Perjanjian Lama secara benar, salah satunya
adalah memperhatikan “Jenis sastra”. Sebab, “Sebab dengan cara yang
berbeda-beda kebenaran dikemukakan dan diungkapkan dalam nas-nas yang dengan
aneka cara bersifat historis, atau profetis (ramalan/nubuat), atau poetis, atau dengan jenis sastra
lainnya.
Kitab Suci Perjanjian Lama dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok yaitu 1)
Pentateukh atau Taurat, 2) Kitab-Kitab Sejarah, 3) Kitab- Kitab Kebijaksanaan
dan Sesembahan atau Pujian, serta 4) Kitab-Kitab Kenabian atau Para Nabi.
Isi pokok Kitab Suci Perjanjian Lama Konsili
Vatikan II tentang Wahyu Illahi (Dei
Verbum) artikel 14 menyatakan:
Allah
Yang Mahakasih dengan penuh perhatian merencanakan dan menyiapkan keselamatan
segenap umat manusia. Dalam pada itu Ia dengan penyelenggaraan yang istimewa memilih
bagi diri-Nya suatu bangsa, untuk diserahi janji-janji-Nya. Sebab setelah
mengadakan perjanjian dengan Abraham (lih. Kej 15:18) dan dengan bangsa Israel
melalui Musa (lih. Kel 24:8), dengan sabda maupun karya-Nya Ia mewahyukan Diri
kepada umat yang diperoleh-Nya sebegai satu-satunya Allah yang benar dan hidup
sedemikian rupa, sehingga Israel mengalami bagaimanakah Allah bergaul dengan
manusia. Dan ketika Allah bersabda melalui para Nabi, Israel semakin mendalam
dan terang memahami itu, dan semakin meluas menunjukkannya diantara para bangsa
(lih. Mzm 21:28-29; 95:1-3; Yes 2:1-4; Yer 3:17). Adapun tata keselamatan, yang
diramalkan, diceritakan dan diterangkan oleh para pengarang suci, sebagai sabda
Allah yang benar terdapat dalam Kitab-kitab Perjanjian Lama. Maka dari itu
kitab-kitab itu, yang diilhami oleh Allah, tetap mempunyai nilai abadi: “Sebab
apapun yang tertulis, ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita
karena kesabaran dan penghiburan Kitab Suci mempunyai pengharapan” (Roma 15:4).
Kitab Suci Perjanjian
Lama memiliki hubungan dengan Kitab Suci Perjanjian Baru. Dalam Dokumen
Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi (Dei Verbum), artikel 16, menyatakan sebagai berikut: Allah,
pengilham dan pengarang kitab-kitab Perjanjian Lama maupun Baru, dalam
kebijaksanaan-Nya mengatur (Kitab Suci) sedemikian rupa, sehingga Perjanjian
Baru tersembunyi dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Lama terbuka dalam
Perjanjian Baru. Sebab meskipun Kristus mengadakan Perjanjian yang Baru
dalam darah-Nya (lih. Lukas 22:20; 1Korintus 11:25), namun Kitabkitab Perjanjian
Lama seutuhnya ditampung dalam pewartaan Injil, dan dalam Perjanjian
Baru memperoleh dan memperlihatkan maknanya yang penuh (lihat Matius
5:17; Lukas 24:27; Roma 16:25-26; 2Korintus 3:14-16) dan sebaliknya juga
menyinari dan menjelaskan Perjanjian Baru.
“ Istilah perjanjian Lama” dipergunakan untuk membedakan
dengan “Perjanjian Baru”. Dalam sejarah keselamatan, relasi manusia dengan Alah
diikat dengan perjanjian, yang dalam Perjanjian Lama manusia diwakili oleh
bangsa Israel, teristimewa melalui para pemimpin mereka. Perjanjian itu adalah
perjanjian kasih yang menyelamatkan. Dalam perjanjian itu, Allah berjanji akan
senantiasa menyelamatkan manusia, dan dari pihak manusiaAllah menuntut kesetiaan.
Sayangnya kesetiaan Allah itu seringkali
dibalas dengan ketidaksetiaan Israel. Maka Allah yang adalah setia tetap
menjanjikan penyelamatan pada manusia dengan cara memperbaharui perjanjian
melalui putraNya sendiri Yesus Kristus. Maka Perjanjian Lama menunjuk pada
perjanjian antara manusia dengan Allah sebelum Kristus.
Mengingat isi Perjanjian Lama yang sangat
penting itu, maka membaca dan mendalami
Kitab Perjanjuan Lama merupakan keharusan.
1. Pertama, dengan
mempelajari Perjanjian Lama, kita akan melihat bagaimana Allah secara
terus-menerus dan dengan setia menyatakan Diri-Nya untuk dikenal; dan bagaimana
bangsa Israel menanggapi pewahyuan Allah itu. Hubungan timbal-balik antara
Allah dengan bangsa Israel tersebut dapat menjadi cermin bagi manusia yang hidup
zaman sekarang dalam membangun relasi yang lebih baik dengan Allah.
2. Kedua, Kitab
Suci Perjanjian Lama bukan buku yang pertama-tama hendak menguraikan
fakta-fakta sejarah, melainkan dan terutama hendak mengungkapkan Allah yang
berfirman, yang menyampaikan rencana dan tindakan penyelamatan kepada manusia.
Perjanjian Lama adalah Firman Allah. Karena Firman Allah, maka manusia diminta
untuk mau mendengarkan dan menjalankan apa yang difirmankan-Nya.
3. Ketiga,
beberapa bagian kitab Perjanjian Lama berisi nubuat-nubuat tentang Juruselamat
yang dijanjikan Allah, yang digenapi dalam diri Yesus Kristus. Oleh karena itu,
pemahaman diri Yesus Kristus sebagai penggenapan janji Allah dapat sepenuhnya
difahami bila kita mempelajari Perjanjian Lama.
4. Keempat, Yesus
sendiri sebagai orang Yahudi mendasarkan pengajaran- Nya dari Kitab Perjanjian
Lama. Ia tidak meniadakan Perjanjian Lama, melainkan meneguhkan dan sekaligus
memperbaharuinya.
B.
Kitab Suci Perjanjian Baru
Tidaklah mudah bagi seseorang untuk memahami
isi sebuah tulisan yang sudah berusia sekitar 2000 tahun yang lalu. Apalagi isi
tulisan tersebut tentang tokoh dan kelompok masyarakat tertentu, yang tinggal
di wilayah tertentu dengan konteks geografis, sosial budaya, sosial politik dan
sosial keagamaan tertentu yang berbeda dengan si pembaca. Kesulitan yang sama
sering dikeluhkan sebagian umat, terutama ketika mereka berhadapan dengan Kitab
Suci Perjanjian Baru. Tetapi kesulitan tidak identik dengan jalan buntu.
Siapapun yang hendak mempelajari Kitab Suci Perjanjian Baru dapat masuk dan
sampai pada alam pikiran Perjanjian Baru, bila ia berusaha keras disertai
keyakinan pada Roh Kudus sendiri yang akan membimbingnya. Di tengah berbagai
kesulitan yang dialami umat dalam membaca dan memahami isi pesan Kitab Perjanjian
Baru, Konsili Suci mendesak dengan sangat semua orang beriman supaya seringkali
membaca Kitab-Kitab ilahi untuk memperoleh pengertian yang mulia akan Yesus
Kristus (Dei Verbum Art. 25). Santo Paulus pun dalam suratnya yang kedua
kepada Timotius mengatakan bahwa “segala tulisan yang diilhamkan Allah (Kitab
Suci) memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk
memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (lih.
2Timotius 3: 26). St. Hironimus berkata “Tidak mengenal Kitab Suci berarti
tidak mengenal Kristus.”
Proses Penyusunan Kitab Suci Perjanjian Baru
1.Ke 27 Kitab dalam Perjanjian Baru, tentu saja tidak langsung jadi,
tetapi melalui proses yang kurang lebih 100 tahun. Ketika Yesus masih hidup, tidak seorangpun di antara
murid-murid-Nya yang terpikir untuk mencatat tentang apa yang Ia lakukan atau
Ia katakan, atau segala sesuatu tentang kehidupan-Nya. Merekahanya ingin
menjadi murid Yesus yang mengikuti Yesus ke manapun Ia pergi, mereka tinggal
bersama Yesus, mereka belajar mendengarkan ajaran-Nya, dan menyaksikan tindakan
Yesus.
2.Baru sesudah Yesus
dibangkitkan, mereka mulai merasakan arti kehadiran Yesus bagi hidup mereka,
dan bagi banyak orang yang selama ini mengikuti Yesus percaya kepada-Nya. Sesudah
Yesus bangkit, para murid mulai sadar, bahwa Ia yang selama ini diikuti adalah
sosok yang menjadi kegenapan janji Allah, sebagai Tuhan dan Juru Selamat.
Peristiwa Pentakosta seolah membakar hati mereka untuk mulai berani bercerita
kepada banyak orang tentang siapa Yesus sesungguhnya. Berkat Pentakosta, mereka
mulai keluar dari persembunyian, dan pergi ke berbagai tempat menceritakan
secara lisan tentang ajaran, karya (mukjizat-mukjizat) serta hidup Yesus.
3.Dari situ terbentuklah
semakin banyak kelompok orang yang percaya kepada Yesus di berbagai kota,
sampai ke wilayah di luar Palestina. Karena orang-orang yang percaya kepada
Yesus itu tersebar di berbagai kota, dan tidak selamanya para rasul bisa hadir
di tengah mereka, maka kadang-kadang komunikasi dilakukan melalui surat. Surat
itu bisa berisi wejangan untuk menyelesaikan masalah atau pengajaran atau
cerita-cerita tentang kehidupan Yesus.
4.Baru sesudah para
murid meninggal dan umat yang percaya kepada Yesus Kristus semakin banyak,
muncullah kebutuhan akan tulisan baik mengenai hidup Yesus, karya-Nya,
sabda-Nya, maupun akhir hidup-Nya. Berkat bimbingan Roh Kudus, mereka
menuliskan kisah tentang Yesus berdasarkan cerita-cerita dari para saksi mata,
para pengikut-Nya yang sudah beredar dan berkembang luas di tengah-tengah masyarakat
(bacalah Lukas 1:1-4). Tentu tulisan-tulisan tersebut dipengaruhi oleh
kemampuan, iman dan maksud serta tujuan penulis serta situasi jemaat yang
dituju oleh tulisan itu.
5.Oleh sebab itu, kita tidak perlu heran jika tulisan-tulisan dari para Penulis tentang Yesus
tersebut terdapat perbedaan. Sebab, mereka bukan menulis suatu laporan atau
sejarah tentang Yesus melainkan melalui tulisan itu mereka mau mewartakan iman
mereka (dan iman jemaat) akan Yesus Kristus, sebagai Tuhan dan Juru Selamat.
6.Untuk memahami lebih dalam tentang proses tersusunnya
tulisan-tulisan mengenai Yesus Kristus, kita harus mulai dari periode hidup
Yesus sampai pembentukan
kanon Perjanjian Baru.
Tahun 7/6
sebelum Masehi (SM) - 30 sesudah Masehi (M)
1.
Yesus
lahir sekitar tahun 7/6 SM, dibesarkan di desa Nazaret wilayah Galilea. Ia
seorang Yahudi yang saleh yang menaati hukum dengan penuh semangat (bandingkan
Matius 5:17). Sekitar tahun 27/28 Masehi Yesus dibaptis di sungai Yordan oleh
Yohanes Pembaptis. Kemudian la berkarya sebentar seperti Yohanes Pembaptis,
yaitu bersama dengan murid-murid-Nya membaptis (bandingkan Yohanes 3:22-26),
tetapi kemudian Ia berkeliling di seluruh Galilea dan Yudea untuk mewartakan
Kerajaan Allah. Ketika Yesus lahir dan tampil di depan umum, Palestina berada
di bawah kekuasaan Roma dipimpin oleh Agustus dan di Palestina dipimpin oleh
Herodes Agung.
2.
Dalam
situasi seperti itu ada suasana kebencian di kalangan orang Yahudi terhadap
penjajah Roma. Sementara itu dalam kehidupan Umat Yahudi sejak lama tumbuh
keyakinan bahwa Allah mereka adalah Allah yang setia dan selalu terlibat dalam
seluruh kehidupan umat-Nya. Dalam kondisi dijajah oleh bangsa lain mereka
menaruh harapan pada Allah yang akan membebaskan mereka dari derita dan
penjajahan. Campur tangan Allah itu diyakini akan dilaksanakan melalui seorang
tokoh yang disebut Mesias. Mesias digambarkan sebagai utusan Allah, seorang
pahlawan yang akan membebaskan Israel dari penjajah dan antek-anteknya. Maka
timbullah berbagai gerakan mesianisme. Salah satu gerakan mesianisme bercorak
keagamaan adalah seperti yang dirintis Yohanes. Yohanes mewartakan bahwa Allah
akan memenuhi janji- Nya, bilamana bangsa Israel bertobat sebagaimana dituntut
oleh para nabi (Matius 3:1-12). Yohanes juga memberitakan tentang Yesus sebagai
utusan Allah yang akan membawa pembebasan bagi mereka. Seruan pertobatan
Yohanes ditanggapi bangsa Israel. Mereka memberi diri untuk dibaptis oleh
Yohanes sebagai tanda pertobatan. Yesus pun mengikuti mereka sebagai
tandasolidaritas dengan mereka.
3.
Setelah
dibaptis oleh Yohanes, Yesus meneruskan pesan yang sudah diserukan oleh
Yohanes. Tetapi gambaran Yohanes tentang diri Yesus sebagai Mesias berbeda
dengan yang dipahami Yesus sendiri. Yohanes menggambarkan bahwa campur tangan
Allah akan terlaksana secara mengerikan, sedangkan Yesus menyatakan campur
tangan Allah sebagai kabar baik sebagaimana dinyatakan oleh para nabi (bdk.
Yesaya 40:11; 52:7-10), yakni hidup, sabda dan karyaNya.
4.
Dalam
mewartakan misinya sebagai Mesias, Yesus kerap mengajar dengan menggunakan
perumpamaan agar mudah ditangkap oleh orang-orang sederhana. Namun demikian
semua disampaikan dengan kewibawaan Ilahi. Itulah sebabnya Yesus selalu
bersabda: “Aku berkata kepada-mu... (Markus 1:27). Yesus juga tampil dengan
gaya dan cara hidup yang berbeda dengan orang lain. Kerap kali Ia “melanggar”
kaidah-kaidah umum yang berlaku, misalnya: menyembuhkan orang pada hari Sabat,
bergaul dengan orang-orang berdosa, makan bersama atau mengadakan perjamuan
dengan orang-orang yang oleh masyarakat dicap sebagai sampah masyarakat
(pendosa), Yesus banyak melakukan mukjizat, mengampuni dosa atau membangkitkan
orang mati (yang menurut pandangan banyak orang hal itu hanya bisa dilakukan
oleh Allah). Sebagian orang yang melihat tindakan Yesus semakin mengagumi Dia,
dan semakin membuat orang bertanya-tanya siapa sebenarnya Dia ini? (bdk. Markus
8:27-30 dan Injil lain). Tetapi hal yang sama membuat kebencian Kaum Farisi,
khususnya para Imam dan ahli Taurat. Yesus dianggap oleh mereka menghujat
Allah. Kendati demikian, Yesus tidak takut dan tetap mewartakan kedatangan
Kerajaan Allah dan mengajak setiap orang yang mendengar-Nyabertobat dan percaya
kepada Injil.
5.
Kebencian
para pemimpin agama dan kaum Farisi nampak dalam tindakan mereka yang selalu
menguji Yesus untuk mencari kesalahan-Nya. Bahkan diceritakan, bahwa beberapa
kali mereka bersekongkol untuk membunuh Yesus, tetapi Yesus berhasil meloloskan
diri (Mat 12:14). Hingga pada akhirnya, mereka menggunakan kesempatan perayaan
Paskah untuk menangkap Yesus. Yesus ditangkap kemudian diadili oleh pengadilan
Agama (Sanhedrin) di sini Yesus diputuskan untuk dihukum mati. Maka mereka
membawa Yesus kepada penguasa Romawi (Pontius Pilatus) untuk mengizinkan
menghukum mati Yesus. Atas desakan orang banyak, akhirnya Pontius Pilatus menjatuhkan
hukuman mati di kayu salib. Kemungkinan besar hal itu terjadi sekitar tanggal 7
April tahun 30 M.
6.
Sejak
penangkapan Yesus di Taman Getsemani, murid-murid yang selama ini selalu
bersama-sama dengan Dia sangat ketakutan. Petrus menyangkal, para murid yang
lain entah kemana. Yesus harus menghadapi pengadilan sendirian bahkan berjalan
salib tanpa mereka. Sampai akhirnya Yesus wafatdi Salib. Sesaat seolah-olah
apapun tentang Yesus lenyap di telan bumi. Para murid bersembunyi di
rumah-rumah, tidak berani tampil di muka umum. Titik balik mulai muncul, ketika
tiga hari kemudian mereka mendapati Yesus bangkit. Tidak ada laporan dan
kesaksian yang utuh tentang kebangkitan Yesus. Mereka hanya menceritakan
tentang makam Yesus yang kosong, dengan hanya menyisakan kain kafan, serta
malaikat yang memberitakan kabangkitan Yesus. Beberapa waktu kemudian,
mengalami beberapa kali penampakan Yesus. Mereka mengalami seolah Yesus yang
hadir dalam wujud mulia.
7.
Kebangkitan
Yesus itu memperkokoh iman mereka. Mereka menjadi semakin percaya bahwa Yesus
sungguh-sungguh Mesias, Putera Allah, Tuhan dan Penyelamat. Mereka semakin
yakin akan segala sesuatu yang telah diwartakan Perjanjian Lama tentang Mesias, dan hal itu dilihat
sebagai terlaksana dalam diri Yesus. Keyakinan baru ini dirasakan mereka
sebagai datang dari Allah sendiri, bukan hasil olah pikir mereka. Lebih-lebih
berkat Pentakosta keyakinan dan keberanian itu semakin menguatkan mereka untuk
memberi kesaksian kepada semua orang
Antara
Tahun 40 - 120 Masehi: penyusunan dan penulisan Kitab SuciPerjanjian Baru.
1.
Karangan
tertua dari Kitab Suci Perjanjian Baru adalah 1 Tesalonika (ditulis sekitar
tahun 40 an) sedangkan yang paling akhir adalah 2 Petrus (tahun 120-an)
2.
Yesus
pasti tidak menulis apapun yang berkaitan dengan karya dan sabda-sabda-Nya,
tidak juga menyuruh para murid-Nya untuk menuliskannya, meskipun Ia bisa
membaca dan menulis (lih. Luk 4:17-19 dan Yoh 8:6). Ia hanya berkeliling
mengajar dan berbuat baik (menyembuhkan, mengusir setan dan sebagainya) di
dalam pengajaran-Nya Yesus kerapkali menggunakan Kitab Suci, tetapi Kitab Suci
yang la gunakan adalah Kitab Suci Perjanjian Lama. Namun karena sabda-Nya dan
hidup-Nya serta karya-Nya begitu mengesankan dan berwibawa maka banyak orang
tertarik dan mengikuti Yesus. Lebih-lebih setelah kebangkitan, di mana Yesus
diakui dengan berbagai macam gelar (Kristus, Tuhan, Juru Selamat, dan
sebagainya), maka para pengikutnya mulai meneruskan apa yang telah dimulai oleh
Yesus. Mereka berkeliling tidak hanya di Palestina tetapi sampai di luar
Palestina, untuk mewartakan karya keselamatan Allah yang terlaksana melalui
Yesus Kristus.
3.
Mula-mula
para murid mulai mewartakan Yesus secara lisan. Inti pewartaan pada mulanya
adalah wafat dan kebangkitan-Nya (bdk. Kisah Para Rasul: Khotbah Petrus pada
hari Pentakosta, Kisah Para Rasul 2). Kemudian pewartaan itu berkembang dengan
mewartakan juga hidup, karya dan sabda-Nya dan yang terakhir adalah masa
mudaNya atau masa kanak-kanak-Nya. Semua diwartakan dalam terang kebangkitan,
karena kebangkitan Kristus merupakan dasar dari iman kepada Yesus Kristus.
4.
Setelah
komunitas jemaat berkembang di berbagai kota maka seringkali para Rasul
berhubungan dengan komunitas tersebut melalui utusan dan surat-surat (Kisah
Para Rasul 15:2. 20-23). Itulah sebabnya karangan yang tertua dan tertulis
adalah dalam bentuk surat (lihat poin 1).
5.
Karena
banyak komunitas yang perlu untuk terus dibina, sementara para saksi mata
jumlahnya terbatas, maka mulailah juga ditulis beberapa pokok iman yang
penting, seperti kisah kebangkitan, sengsara, sabda-sabda Yesus, dan karya
Yesus dengan maksud untuk membina mereka. Setelah generasi pertama mulai
menghilang, maka dibutuhkan tulisan-tulisan tentang Yesus yang dapat
dipertanggungjawabkan. Maka muncullah karangankarangan yang masih berupa
fragmen-fragmen: kisah sengsara, mukjizatmukjizat, kumpulan sabda, kumpulan
perumpamaan, dan sebagainya. Dari situ akhirnya disusunlah injil-injil dan
kisah para rasul, sampai akhirnya seperti yang kita miliki sekarang ini. Injil
itu disusun berdasar atas tradisi, baik lisan maupun tertulis dan yang
disesuaikan dengan maksud dan tujuan penulis serta situasi jemaat.
Antara
tahun 120 - 400 Masehi: pembentukan kanon (Daftar resmi Kitab Suci Perjanjian
Baru).
1.
Pada
awal abad kedua sampai akhir abad kedua muncul begitu banyak tulisan tentang
Yesus, yang membingungkan umat beriman. Dalam situasi seperti itu umat mulai
mencari kepastian, manakah Kitab-Kitab yang membina iman sejati.
2.
Untuk
mengatasi hal tersebut pada akhir abad kedua mulai tahun 200, beberapa tokoh
penting mulai menyaring karangan-karangan yang ada. Mereka menyusun daftar
karangan yang berwibawa dan layak disebut Kitab Suci. Sementara
karangan-karangan yang menyeleweng dari iman sejati ditolak. Salah satu daftar
yang terkenal pada saat itu adalah kanon Muratori.
3.
Sekitar
tahun 254, Origines, memberikan daftar kisah yang umum diterima dan daftar
Kitab-Kitab yang harus ditolak. Juga Eusebius pada tahun 303 menyajikan Kitab
yang umum diterima dan sejumlah karangan yang mesti ditolak. Pada tahun 300
secara umum yang sudah diterima sebagai Kitab Suci adalah: 4 Injil seperti
sekarang; 13 surat Paulus, Kisah Para Rasul, 1 Petrus, 1 Yohanes dan Wahyu
4.
Pada
tahun 400, barulah perbedaan pendapat dalam hal jumlah Kitab Suci hampir hilang
seluruhnya. Pada tahun 367 Batrik Aleksandria yang bernama Atanasius menyusun
daftar Kitab Suci yang termasuk Perjanjian Baru. Jumlahnya 27 seperti yang kita
miliki sekarang. Demikian juga Konsili Hippo (393) dan Karthago (397)
menetapkan daftar yang sama
Kitab-kitab dalam Kitab Suci Perjanjian Baru
Gereja
Katolik mengakui bahwa jumlah tulisan atau Kitab dalam Perjanjian Baru ada 27
tulisan atau Kitab. Semua Kitab pada intinya berbicara tentang Yesus Kristus,
karya-Nya, sabda-Nya, tuntutan-Nya, dan hidup-Nya, dengan cara dan gaya
penulisan masing-masing. Meskipun Perjanjian Baru berpusat pada Yesus Kristus,
namun di dalamnya juga tercantum beberapa hal mengenai mereka (jemaat perdana)
yang percaya kepada Yesus Kristus. Secara umum, Kitab Suci Perjanjian Baru
bentuknya bersifat kisah (baik perjalanan atau mukjizat) perumpamaan ajaran,
surat, dan nubuat.
1. Keempat Injil
Kitab
Suci Perjanjian Baru dibuka dengan empat tulisan yang disebut Injil (Matius,
Markus, Lukas dan Yohanes). Sebagian besar isinya berupa cerita mengenai Yesus
selagi hidup di dunia, karya-Nya, wejangan-wejangan-Nya, dan perjuangan-Nya
Tulisan mereka berhenti dengan kisah tentang Yesus yang menampakkan diri
sesudah bangkit dari antara orang mati. Mengingat isinya, maka keempat Kitab
Injil itu dipandang sebagai Kitab yang paling utama (paling penting).
2.
Kisah
Para Rasul
“Kisah
Para Rasul” sebenarnya bukan berisi kisah tentang semua rasul, melainkan lebih
bercerita tentang apa yang terjadi setelah Yesus wafat dan bangkit. Intinya,
berkisah tentang munculnya jemaat kristen pertama dan perkembangannya selama
kurang lebih 30 tahun dengan dua tokoh utama yaitu Petrus dan Paulus
3. Surat-surat
Tulisan
berikutnya adalah 21 tulisan yang gaya penulisannya semacam “surat”. Isinya
lebih merupakan wejangan, anjuran, dan ajaran yang bermacam-macam tentang hidup
sesuai dengan Yesus Kristus. Wejangan, anjuran dan ajaran itu diajarkan oleh
Santo Paulus, Yakobus dan tokoh-tokoh lain yang ditujukan kepada jemaat
tertentu atau orang tertentu.
4. Wahyu
Tulisan
terakhir adalah Kitab Wahyu Yohanes. Kitab ini berisi serangkaian penglihatan
mengenai hal ihwal umat Kristen dan dunia seluruhnya. Kitab ini terarah ke masa
depan atau akhir zaman, dan sekaligus merupakan rangkuman atau penegasan
tentang karya keselamatan Allah.
C. Tradisi
Gereja memiliki tradisi yang sangat kaya.
Tradisi yang dimaksud bukan sekedar upacara, ajaran atau kebiasaan kuno.
Tradisi yang hidup dalam Gereja lebih merupakan ungkapan pengalaman iman Gereja akan Yesus Kristus, yang diterima,
diwartakan, dirayakan, dan diwariskan kepada angkatan-angkatan selanjutnya. Konsili
Vatikan II memandang penting peran Tradisi ”Demikianlah Gereja dalam ajaran,
hidup, serta ibadatnya melestarikan serta meneruskan kepada semua keturunan,
dirinya seluruhnya, imannya seutuhnya”. Tradisi ”berkat bantuan Roh Kudus”
berkembang dalam Gereja, ”sebab berkembanglah pengertian tentang
kenyataan-kenyataan maupun kata-kata yang ditanamkan,” dan ”Gereja tiada
hentinya berkembang menuju kepenuhan kebenaran Ilahi” (D8). Dalam arti ini
tradisi mempunyai orientasi ke masa depan.
Gereja juga mempunyai kekayaan tradisi yang
cukup banyak, salah satunya adalah tradisi Ibadat Jalan salib.
Pengertian, wujud, kedudukan dan fungsi
Tradisi dalam Gereja Katolik, kalian bisa mencarinya dari berbagai sumber.
Berikut kutipan dari Dokumen Konsili Vatikan II, dalam Konstitusi tentang Wahyu
Ilahi:
1.
(Para
Rasul dan pengganti mereka sebagai pewarta Injil)
Dalam kebaikan-Nya Allah telah menetapkan, bahwa apa yang diwahyukan-Nya
demi keselamatan semua bangsa, harus tetap utuh untuk selamanya dan diteruskan
kepada segala keturunannya. Maka Kristus Tuhan, yang menjadi kepenuhan seluruh
wahyu Allah Yang Mahatinggi (lihat 2 Korintus 1:30; 3:16-4:6), memerintahkan
kepada para Rasul, supaya Injil, yang dahulu telah dijanjikan melalui para Nabi
dan dipenuhi oleh-Nya serta dimaklumkan- Nya dengan mulut-Nya sendiri, mereka
wartakan pada semua orang, sebagai sumber segala kebenaran yang menyelamatkan
serta sumber ajaran kesusilaan, dan dengan demikian dibagikan kurnia-kurnia
ilahi kepada mereka. Perintah itu dilaksanakan dengan setia oleh para Rasul,
yang dalam pewartaan lisan, dengan teladan serta penetapan-penetapan meneruskan
entah apa yang telah mereka terima dari mulut, pergaulan dan karya Kristus
sendiri, entah apa yang atas dorongan Roh Kudus telah mereka pelajari. Perintah
Tuhan dijalankan pula oleh para Rasul dan tokoh-tokoh rasuli, yang atas ilham
Roh Kudus itu juga telah membukukan amanat keselamatan.
Adapun supaya Injil senantiasa terpelihara secara utuh dan hidup dalam
Gereja, para Rasul meninggalkan Uskup-uskup sebagai pengganti mereka, yang
“mereka serahi kedudukan mereka untuk mengajar”. Maka dari itu Tradisi suci dan
Kitab Suci perjanjian Lama maupun Baru bagaikan cermin bagi Gereja yang
mengembara di dunia, untuk memandang Allah yang menganugerahinya segala
sesuatu, hingga tiba saatnya Gereja dihantar untuk menghadap Allahtatap muka,
sebagaimana ada-Nya (lihat 1Yohanes 3:2).
2.
(Tradisi Suci)
Oleh karena itu pewartaan para Rasul, yang secara istimewa diungkapkan
dalam kitab-kitab yang diilhami, harus dilestarikan sampai kepenuhan zaman
melalui penggantian-penggantian yang tiada putusnya. Maka para Rasul, seraya
meneruskan apa yang telah mereka terima sendiri, mengingatkan kaum beriman,
supaya mereka berpegang teguh pada ajaran-ajaran warisan, yang telah mereka
terima entah secara lisan entah secara tertulis (lihat 2 Tesalonika 2:15), dan
supaya mereka berjuang untuk membela iman yang sekali untuk selamanya
diteruskan kepada mereka (lihat Yudas 3). Adapun apa yang telah diteruskan oleh
para Rasul mencakup segala sesuatu, yang membantu Umat Allah untuk menjalani
hidup yang suci dan untuk berkembang dalam imannya. Demikianlah Gereja dalam ajaran, hidup,
serta ibadatnya melestarikan serta meneruskan kepada semua keturunan dirinya
seluruhnya, imannya seutuhnya.
Tradisi yang berasal dari para rasul itu berkat bantuan Roh Kudus
berkembang dalam Gereja: sebab berkembanglah pengertian tentang
kenyataan-kenyataan maupun kata-kata yang diturunkan, baik karena kaum beriman,
yang menyimpannya dalam hati (lihat Lukas 2:19 dan 51), merenungkan serta
mempelajarinya, maupun karena mereka menyelami secara mendalam
pengalaman-pengalaman rohani mereka, maupun juga berkat pewartaan mereka, yang
sebagai pengganti dalam martabat Uskup menerima kurnia kebenaran yang pasti.
Sebab dalam perkembangan sejarah Gereja tiada hentinya menuju kepenuhan
kebenaran ilahi, sampai terpenuhilah padanya sabda Allah. Ungkapan-ungkapan
para Bapa Suci memberi kesaksian akan kehadiran Tradisi itu pun Gereja mengenal
kanon Kitab-kitab Suci selengkapnya, dan dalam Tradisi itu Kitab suci sendiri
dimengerti secara lebih mendalam dan tiada hentinya dihadirkan secara aktif.
Demikianlah Allah, yang dulu telah bersabda,
tiada hentinya berwawancara dengan Mempelai Putera-Nya yang terkasih. Dan Roh
Kudus, yang menyebabkan suara Injil yang hidup bergema dalam Gereja, dan
melalui gereja dalam dunia, mengantarkan Umat beriman menuju segala kebenaran,
dan menyebabkan sabda Kristus menetap dalam diri mereka secara melimpah (lihat
Kolose 3:16).
3. (Hubungan antara Tradisi dan Kitab Suci)
Jadi Tradisi Suci dan Kitab
Suci berhubungan erat sekali dan berpadu. Sebab keduanya mengalir dari sumber
ilahi yang sama, dan dengan cara tertentu bergabung menjadi satu dan menjurus
ke arah tujuan yang sama. Sebab Kitab suci itu pembicaraan Allah sejauh itu
termaktub dengan ilham Roh ilahi. Sedangkan oleh Tradisi Suci sabda Allah, yang
oleh Kristus Tuhan dan Roh Kudus dipercayakan kepada para Rasul, disalurkan
seutuhnya kepada para pengganti mereka, supaya mereka ini dalam terang Roh kebenaran
dengan pewartaan mereka memelihara, menjelaskan, dan menyebarkannya dengan
setia. Dengan demikian Gereja menimba kepastian tentang segala sesuatu yang
diwahyukan bukan hanya melalui Kitab Suci. Maka dari itu keduanya (baik Tradisi
maupun Kitab Suci) harus diterima dan dihormati dengan cita-rasa kesalehan dan
hormat yang sama.
4.
(Gereja menghormati Kitab-Kitab
Suci)
Kitab-kitab ilahi seperti juga Tubuh Tuhan sendiri selalu dihormati oleh
Gereja, yang terutama dalam Liturgi Suci – tiada hentinya menyambut roti
kehidupan dari meja sabda Allah maupun Tubuh Kristus, dan menyajikannya kepada
Umat beriman. Kitab-kitab itu bersama dengan Tradisi Suci selalu dipandang dan
tetap dipandang sebagai norma imannya yang tinggi. Sebab kitab-kitab itu
diilhami oleh Allah, dan sekali untuk selamanya telah dituliskan, serta tanpa
perubahan manapun menyampaikan sabda Allah sendiri, lagi pula mendengarkan
suara Roh Kudus dalam sabda para Nabi dan para Rasul. Jadi semua pewartaan
dalam Gereja seperti juga agama kristiani sendiri harus dipupuk dan diatur oleh
Kitab Suci. Sebab dalam Kitab-Kitab Suci Bapa yang ada di Surga penuh cinta
kasih menjumpai para putera-Nya dan berwawancara dengan mereka. Adapun demikian
besarlah daya dan kekuatan sabda Allah, sehingga bagi Gereja merupakan tumpuan
serta kekuatan, dan bagi puteraputeri Gereja menjadi kekuatan iman, santapan
jiwa, sumber jernih dan kekal hidup rohani. Oleh karena itu bagi Kitab Suci
berlakulah secara istimewa katakata: “Memang sabda Allah penuh kehidupan dan
kekuatan” (Ibrani 4:12),“yang berkuasa membangun dan mengaruniakan warisan
diantara semua para kudus” (Kisah Para Rasul 20:32; lihat 1Tesalonika 2:13)
D. Menghayati Tradisi Gereja
Banyak orang setelah melihat pagelaran suatu
tradisi tidak merasa mendapatkan apa-apa bahkan sekalipun ia ikut terlibat di
dalamnya, ia seolah pulang dengan kosong, kecuali rasa lelah. Tradisi
seolah-olah tidak bermakna bagi hidupnya. Tentu hal tersebut sangat
disayangkan. Oleh karena itu, supaya kalian tidak jatuh pada pengalaman yang
sama, rumuskan bersama teman-temanmu: sikap dan tindakan apa yang perlu
dikembangkan agar kit semakin menghayati Tradisi yang ada!
Salah satu bentuk tradisi adalah sakramen;
yang salah satunya adalah Sakramen Ekaristi. Dalam suasana hening, coba
refleksikan kembali makna Sakramen Ekaristi bagi kehidupan imanmu, sejauhmana
dirimu selama ini sungguh-sungguh merayakan sakramen tersebut? Apa yang perlu
ditingkatkan dalam dirimu agar Tradisi Suci tersebut makin bermanfaat dalam
memperkembangkan imanmu.
YESUS MEWARTAKAN DAN MEMPERJUANGKAN
KERAJAAN ALLAH
A.
Gambaran
tentang kerajaan Allah zaman Yesus
Setiap kelompok masyarakat tentu mempunyai
impian tentang masa depan yang ideal, yang ingin diwujudkan. Gambaran tentang
impian masa depan tersebut biasanya sangat diwarnai oleh latar belakang situasi
yang dialami oleh masyarakat tersebut. Impian masa depan otomatis terkait juga
dengan figur pemimpin yang diharapkan. Pada saat Yesus memulai misi mewartakan
Kerajaan Allah, bangsa Yahudi hidup di bawah penjajahan bangsa Romawi. Selain
ditindas oleh para penjajah, mereka juga ditindas oleh bangsa sendiri, terutama
oleh raja-raja boneka yang diangkat oleh para penjajah. Situasi tersebut
menyebabkan kemiskinan semakin meluas, korupsi dan kriminalitas semakin banyak,
dan munculnya kelompok-kelompok masyarakat yang memanfaatkan situasi tersebut
demi kepentingan kelompoknya. Dalam situasi tertindas seperti itu, muncullah
tokoh-tokoh yang menawarkan diri sebagai seorang pemimpin dengan mengusung
paham masing-masing tentang impian masyarakat yang ideal. Perbedaan paham ini
menyebabkan impian mereka tentang kondisi masyarakat yang ideal terpecahpecah,
sehingga dengan mudah dapat dipatahkan oleh penjajah.
Untuk memahami paham Kerajaan Allah yang
diwartakan dan diperjuangkan oleh Yesus, perlu juga memahami situasi zaman
Yesus yang meliputi latar belakang geografis, politik, ekonomi, sosial, dan
religiusnya. Hal itu perlu karena warta Kerajaan Allah yang diperjuangkan oleh
Yesus tidak dapat lepas dari situasi-situasi yang terjadi dan melingkupi
kehidupan bangsa Yahudi saat itu .
Situasi bangsa Yahudi pada Zaman Yesus:
Keadaan Geografis
Pada abad
pertama masehi “tanah Israel” secara resmi disebut Yudea. Akan tetapi sesudah
perang Yahudi tahun 135 disebut “Siria-Palestina”, lalu menjadi “Palestina”.
Palestina pada zaman Yesus meliputi beberapa wilayah, yaitu Yudea, Samaria, dan
Galilea. Wilayah Yudea terletak di Palestina Selatan dan merupakan daerah
pegunungan yang terletak di sekitar Yerusalem dan Bait Allah. Lahan daerah ini
gersang dan kering. Di sini dibudidayakan buah zaitun dan lain-lain, sedangkan
peternakan kambing dan domba merupakan kegiatan yang tersebar luas. Wilayah
Samaria terletak di Palestina bagian tengah. Daerah itu dihuni oleh orang-orang
Samaria, yang menurut keyakinan orang Yahudi dianggap bukan Yahudi asli,
melainkan sudah keturunan campuran antara orang Yahudi dan bangsa kafir.
Orang-orang Samaria tidak diperbolehkan merayakan ibadat di Bait Allah di
Yerusalem. Itulah sebabnya mereka mempunyai tempat ibadat dan upacara sendiri.
Wilayah yang ketiga adalah Galilea yang terletak di Palestina bagian Utara. Di
Galilea inilah terdapat desa Nazaret, tempat tinggal Yesus. Daerah ini
merupakan bentangan lahan yang subur dan merupakan tanah yang luas untuk
tanam-an gandum dan jagung atau peternakan besar. Di daerah ini terdapat rute
perdagangan dari Damsyik menuju ke Laut, dan dari Damsyik menuju ke Yerusalem.
Pedagang-pedagang asing berpeng-aruh besar di daerah ini. Di daerah ini
terdapat danau Galilea (Tiberias) yang merupakan salah satu sumber hidup bagi
masyarakat.
Keadaan
Ekonomi
Penduduk
Palestina pada zaman Yesus berjumlah kurang lebih 500.000 jiwa dan penduduk
kota Yerusalem 300.000 jiwa. Dari jumlah penduduk itu terdapat 18.000 orang
Imam dan Lewi, 6.000 orang Farisi, dan 4.000 orang Eseni. Dengan keluarga
mereka, kelompok-kelompok tersebut mencakup 20% dari seluruh penduduk. Penduduk
desa umumnya memiliki lahan-lahan kecil pertanian. Sebagian besar tanah
dikuasai oleh para tuan tanah yang tinggal di kota. Lahan-lahan itu digunakan
untuk menanam gandum, jagung, dan peternakan yang besar. Rakyat kebanyakan
menjadi penggarap atau gembala. Selain para petani dan gembala, masih terdapat
perajin-perajin kecil yang umumnya melakukam perdagangan dengan sistem barter.
Di kota-kota terdapat tiga sektor ekonomi: pertama, para perajin tekstil,
makanan, wangi-wangian, dan perhiasan; kedua, mereka yang bekerja di bidang
konstruksi; ketiga, para pedagang (baik besar maupun kecil). Sebagian besar
penduduk Palestina adalah rakyat kecil yang keadaan ekonominya cukup
memprihatinkan, karena penghasilan mereka terlalu kecil. Situasi seperti itu masih
diperparah Iagi dengan beban berbagai pajak dan pungutan untuk pemerintah,
untuk angkatan perang Romawi, untuk para Aristokrat setempat, dan untuk Bait
Allah. Konon pajak dan pungutan itu mencapai 40% dari penghasilan rakyat.
Keadaan
Politik
Enam abad sebelum Yesus, Palestina selalu
berada di bawah penjajahan Kerajaan Persia (538 - 332 SM), Yunani (332 - 62/50
SM) dan kekaisaran Romawi (62/50 SM sampai zaman kekristenan sesudah Masehi).
Secara internal masyarakat Palestina dikuasai oleh raja-raja dan pejabat-pejabat
“boneka” yang ditunjuk oleh penguasa Roma. Di samping pejabat-pejabat “boneka”
ini masih ada tuan-tuan tanah yang kaya raya dan kaum rohaniwan kelas tinggi
yang suka menindas rakyat demi kepentingan dan kedudukan mereka.
Golongan-golongan ini senantiasa memihak penjajah, supaya mereka tidak
kehilangan hak istimewa dan nama baik di mata penjajah, karena penguasa Roma
memiliki kekuasaan untuk mencabut hak milik seseorang. Struktur kekuasaan dapat
digambarkan secara piramidal dengan puncak kekuasaan politik adalah prokurator
Yudea (ia harus orang Romawi) dan berwenang menunjuk Imam Agung yang dipilih
dari empat kalangan keluarga yang mempunyai pengaruh di dalam masyarakat waktu
itu. Di Yudea, Imam Agung berperan secara politis sebagai raja selain sebagai
pemimpin agama. Di Galilea, kekuasaan dipegang oleh raja Herodes Antipas, yang
juga “boneka” Roma. Selain itu ada pejabat-pejabat yang menjadi perantara yang
ditunjuk langsung oleh penguasa Romawi dan pada umumnva diambil dari kalangan
sesepuh Sanhedrin (Majelis/Mahkamah Agama) serta majelis rendah yang diambil
dari kelas bawah.
Keadaan
Sosial Budaya
Masyarakat
Palestina terbagi dalam kelas-kelas. Di daerah pedesaan terdapat tiga kelas,
yaitu: tuan tanah, pemilik tanah kecil, dan perajin, kaum buruh, dan budak. Di
daerah perkotaan terdapat tiga lapisan juga: lapisan yang tertinggi yaitu kaum
Aristokrat yang terdiri atas para imam, pedagangpedagang besar, dan
pejabat-pejabat tinggi; lapisan menengah bawah yang terdiri atas para perajin,
pejabat-pejabat rendah, awam atau imam, dan kaum Lewi; dan lapisan yang paling
bawah, terdapat kaum buruh. Selain itu masih terdapat kaum proletar marjinal
yang tidak terintegrasi dalam kegiatan ekonomi, yang terdiri atas orang-orang
yang dikucilkan oleh masyarakat karena suatu sebab yang bukan ekonomis. Mereka
itu misalnva: para pendosa publik seperti pelacur dan pemungut cukai, penderita
kusta yang menurut keyakinan orang Yahudi disebabkan oleh dosa si penderita
atau dosa orang tuanya. Menurut pandangan orang Yahudi, dosa juga dapat
berjangkit seperti kuman penyakit. Oleh sebab itu, orang “baik-baik” sebaiknya
tidak bergaul dengan orang-orang berdosa, supaya tidak tertulari dosanya.
Selain kelas-kelas sosial di atas, pada masyarakat Palestina terdapat pula
berbagai diskriminasi, antara lain: diskriminasi rasial, diskriminasi seksual
(perendahan martabat perempuan), diskriminasi dalam pekerjaan, diskriminasi
terhadap anak-anak, dan diskriminasi terhadap orang yang menderita. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa kebanyakan rakyat Palestina pada zaman Yesus
sangat tertindas baik secara politis, sosial, ekonomi, maupun religius
keagamaannya. Oleh karena itu kita perlu menyadari, mengapa orang Yahudi
kebanyakan sangat mendambakan kedatangan sang Pembebas, yang mereka beri gelar
Mesias.
Sumber: http://studi-peta.blogspot.com/2009/12/palestina-zaman-yesus.html Gambar 4.1 Palestina zaman Yesus
Dari Segi
Religius Keagamaan
Hukum Taurat sangat mewarnai hidup religius
orang-orang Yahudi. Kaum Farisi dan para imam misalnya, berusaha menjaga
warisan dan jati diri Yahudi. Mereka menyoroti ketaatan pada setiap pasal
hukum. Bagi mereka, menjadi umat Allah berarti ketaatan yang ketat pada setiap
detail hukum. Mereka berusaha menerapkan hukum pada setiap keadaan hidupnya.
Sumber:
http://scriptures.lds.org/ind/biblemaps/1
Gambar
4.2 Yerusalem pada masa Yesus
Mereka
sangat memilih-milih dalam ketaatan mereka, yaitu Hukum Taurat yang memusatkan
perhatiannya pada peraturan-peraturan ritual dan ibadah keagamaan. Orang-orang
Farisi gemar memperluas tuntutantuntutan kebersihan yang berlaku bagi para imam
ke seluruh masyarakat Yahudi. Mereka menafsirkan dan kadang-kadang memanipulasi
Hukum Taurat demi kepentingan mereka sendiri, sehingga sering mendatangkan
beban yang tidak tertahankan bagi rakyat kecil. Mereka ingin mengaku
dirisebagai umat Allah, sehingga Allah dengan sendirinya akan melakukan apa
yang tidak mampu mereka lakukan sendiri. Tuhan akan membawa keadilan hukum
dalam masyarakat dan akan membebaskan tanah terjanji dari orangorang kafir.
Dalam masyarakat Yahudi, fungsi religius melampaui jangkauan kehidupan beragama.
Fungsi ini juga merambah dalam bidang lain seperti ekonomi, sosial, dan
politik. Itulah sebabnya tidak mungkin bertindak dalam bidang agama tanpa
sekaligus bertindak di bidang lainnya. Contoh: bila Yesus membela kaum miskin,
kita harus mengetahui siapakah yang disebut kaum miskin di Palestina pada waktu
itu. Demikian juga perlawanan Yesus terhadap kaum Saduki dan Farisi tidak boleh
diartikan sebagai pertentangan dalam konsep keagamaan saja. Begitu juga pilihan
para rasul mempunyai arti simbolis dalam hal seperti itu sebenarnya menjadi
gejala umum. Ketika suatu bangsa tertindas, hampir sebagian besar orang
merindukan kedatangan tokoh yang bisa membebaskan rakyat dari jeratan
penindasan itu. Untuk itu, gambaran situasi dan latar belakang ketika Yesus mewartakan
Kerajaan Allah sangat mempengaruhi perkembangan, begitu juga tekanan, gugatan,
dan halangan tentang bagaimana perjuangan-Nya itu.
Pemahaman tentang Kerajaan Allah pada zaman
Yesus Kristus adalah sebagai berikut:
1.
Paham
Kerajaan Allah dalam masyarakat Yahudi Zaman Yesus
Konteks
dan latar belakang situasi yang ada dalam masyarakat sebagaimana diuraikan di
atas, secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada munculnya berbagai
paham Kerajaan Allah pada zaman Yesus. Paham Kerajaan Allah itu dipengaruhi
oleh paham kelompok tertentu, budaya, dan kepentingan tertentu juga. Inilah
beberapa paham Kerajaan Allah yang muncul ke permukaan:
a. Paham Kerajaan Allah yang bersifat Nasionalistis
Kaum Zelot adalah sekelompok orang
Israel/Yahudi yang tidak suka negaranya dijajah oleh Romawi, kaum kafir, karena
alasan keagamaan. Maka mereka selalu berusaha memberontak untuk mengusir kaum
penjajah dan membebaskan diri dari penjajahan Romawi, agar mereka tidak
ditindas oleh kaum kafir. Mereka memiliki harapan bahwa perjuangan mereka akan
memperoleh kemenangan dengan kedatangan sang Mesias yang akan mewujudkan
Kerajaan Allah, yaitu Kerajaan Israel yang merdeka dan bebas dari penjajahan
Romawi, bebas dari penjajahan kaum kafir.
b.Paham Kerajaan Allah yang bersifat
Apokaliptik
Kelompok ini adalah orang-orang yang amat
menantikan datangnya akhir zaman, untuk memahami zaman yang sudah rusak ini,
sehingga muncullah zaman baru. Aliran ini percaya akan datangnya penghakiman
Allah yang sudah dekat, karena dunia ini sudah jahat dan akan digantikan oleh
dunia baru. Penghakiman itu akan dilaksanakan oleh Allah melalui utusan-Nya
yaitu Mesias. Dalam dunia baru itu, yang hidupnya baik akan dianugerahi
kebakaan dan yang hidupnya jahat akan dihukum. Menurut aliran itu, Kerajaan
Allah adalah sebuah kenyataan yang akan menjadi kenyataan pada akhir zaman.
Dunia ini atau zaman ini sudah terlalu jahat dan jelek. Setelah zaman yang
jahat ini lenyap dibinasakan oleh Allah, maka Kerajaan Allah akan menjadi
kenyataan di bumi, selanjutnya langit danbumi baru yang dijanjikan Allah akan
muncul.
c.Paham Kerajaan Allah yang bersifat Legalistik
Para rabi adalah sekelompok orang Israel yang
berkedudukan sebagai pengajar (guru). Menurut pandangan para rabi, Allah
sekarang sudah meraja secara hukum, sedangkan di akhir zaman Allah akan
menyatakan kekuasaan-Nya sebagai raja semesta alam dengan menghakimi segala
bangsa. Bangsa Israel dikuasai oleh orang-orang kafir (dijajah oleh bangsa
Romawi yang dianggap kafir) akibat dari dosa-dosanya. Jika bangsa Israel
melaksanakan Hukum Taurat dengan benar, maka penjajah akan dapat dikalahkan.
Oleh karena itu, mereka yang sekarang taat pada hukum Taurat sudah menjadi
warga Kerajaan Allah. Tetapi, jika tidak melaksanakan Hukum Taurat, maka bangsa
Israel akan terus dijajah dan diperintah oleh kaum kafir. Demikian paham
tentang Kerajaan Allah yang dimiliki oleh beberapa kaum atau kelompok yang kuat
dan saat itu berpengaruh dalam kebudayaan Israel.kebudayaan Israel.
B.
YESUS
MEWARTAKAN DAN MEMPERJUANGKAN KERAJAAN ALLAH
Dalam masyakat kita kerap ditemui, banyak
calon pemimpin yang mengumbar janji saat berkampanye. Tetapi seiring dengan
perjalanan waktu banyak di antara mereka lupa akan janji yang pernah
diucapkannya itu. Mereka yang seharusnya memperjuangkan kesejahteraan rakyat
banyak yang malah menyejahterakan diri sendiri, keluarga, kelompoknya atau
partainya. Mereka yang seharusnya memperjuangkan dan menegakkan keadilan justru
berbuat tidak adil. Sehingga lama-kelamaan tingkat kepercayaan mereka makin
menipis, dan pada akhirnya mereka tidak akan diikuti. Kitab Suci Perjanjian
Baru memperlihatkan kenyataan yang sangat berbeda antara sikap para pemimpin
atau wakil rakyat yang digambarkan di atas, dengan sikap Yesus dalam
perjuangannya mewartakan dan mewujudkan Kerajaan Allah, Yesus tidak hanya
menyampaikan pengajaran melalui kata-kata maupun perumpamaan, melainkan juga melalui
tindakan konkret. Perkataan dan perbuatan Yesus merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan (Lihat Matius 11: 5-6; bandingkan Lukas 11:
5-6). Perkataan atau sabda Yesus menjelaskan atau menerangkan
perbuatan-perbuatan-Nya, sebaliknya perbuatan Yesus mewujudnyatakan
perkataan-Nya. Dalam mewartakan Kerajaan Allah, Yesus tidak hanya berkeinginan
agar masyarakatnya memahami konsep-konsep Kerajaan Allah, melainkan berupaya
agar masyarakatnya dapat melihat sendiri tanda-tanda kehadiran Kerajaan Allah
itu, dan terutama merasakan sendiri pengalaman akan Allah yang hadir dan
menunjukkan kuasaNya yang menyelamatkan. Bagi Yesus Kerajaan Allah bukan
sekedar janji-janji di masa depan, melainkan realitas yang bisa dihadirkan dan
dirasakan di dunia, sambil menunggu kepenuhannya pada akhir zaman.
Selain itu Yesus mewartakan Kerajaan Allah
dengan menggunakan perumpaan – perumpamaan (Matius 13:1-53) dan juga tindakan
konkrit (Yohanes 11:17. 19-45).
C. MENGHAYATI NILAI-NILAI KERAJAAN ALLAH YANG
DIWARTAKAN YESUS
Menghayati nilai-nilai Kerajaan
Allah yang diwartkan Yesus bisa dijalankan dengan berbagai cara, yaitu:
1. Jangan sampai diperbudak oleh uang dan harta
(Markus 10:24-25)
2. Menggunakan jabatan sebagai sarana untuk
mengosongkan diri dan melayani, seperti teladan Yesusu sendiri yang
mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi
sama dengan manusia (Filipi 2:7).
3. Menempatkan harga dirinya seperti yang
diajarkan Yesusu Kristus, dimanan dalam pewartaan tentang Kerajaan Allah, Yesus
telah mengingatkan: “….sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi
seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan Surga” (Matius
18: 1-4). Harga diri seseorang justru terletak pada kerendahan hatinya, yang
mau bersikap seperti anak kecil: polos, jujur, bersahaja, tidak menutup-nutupi
kekurangan, dan tidak membohongi diri sendiri dan orang lain
Harga
diri manusia justru terletak pada kesediaan berdiri sama tinggi duduk sama
rendah dengan sesama, hidup dalam kebersamaan tanpa sekat, tanpa merasa lebih
baik atau lebih suci. Yesus menunjukkan hal tersebut saat ia makan bersama
dengan orang berdosa, seperti dengan Lewi si pemungut cukai (Lukas 5: 29), dan
menumpang di rumah Zakeus (Lukas 19: 5-7)
4. Melakukan pertobatan karena Kerajaan Allah
yang mencapai kepenuhannya pada akhir zaman itu kinisudah dekat, bahkan sudah
datang dalam sabda dan karya Yesus. Oleh karena itu, orang harus menanggapinya
dengan bertobat dan percaya kepada warta yang dibawa oleh Yesus.
SENGSARA, WAFAT, KEBANGKITAN, DAN
KENAIKAN YESUS
Dengan bekerja keras, Yesus melaksanakan
tugas perutusan Bapa untuk mewartakan dan mewujudkan Kerajaan Allah. Walaupun
demikian tidak semua orang menanggapi pewartaan Yesus itu dengan tangan
terbuka. Ada sebagian masyarakat yang justru, merasa terancam dengan kehadiran dan
kegiatan Yesus itu. Mereka menganggap pewartaan dan tindakan Yesus sebagai
ancaman bagi jabatan, kehormatan serta nafkah mereka. Bagi mereka, Yesus adalah
musuh yang harus ditumpas. Hal itulah yang menyebabkan mereka dengan berbagai
cara berusaha menjebak dan melemahkan pengaruh pewartaan Yesus. Bahkan beberapa
kali mereka berusaha membunuh Yesus. Hingga pada saat yang tepat, mereka
berhasil menangkap Yesus, mengadili, menyiksa dan menyalibkan-Nya. Di mata para
musuh-Nya, kematian Yesus merupakan bentuk hukuman yang layak bagi seorang
penghujat Allah. Tetapi Yesus menghayati sengsara dan wafat-Nya sebagai bentuk
kesetiaan-Nya kepada nasib manusia yang berdosa, dan sekaligus kesetiaan dan
penyerahan total kepada Bapa. Yesus mengalami nasib seperti manusia, yakni
kematian. Tetapi Allah membangkitkan Dia pada hari ketiga sebagai tanda
penerimaan penyerahan diri Anak-Nya dan memuliakan Dia dengan mengangkat Dia ke
Surga. Untuk lebih menghayati hal tersebut di atas, maka dalam bab lima ini,
secara berturut-turut akan dibahas topik-topik:
A.
Sengsara dan wafat Yesus
B. Kebangkitan dan kenaikan Yesus ke Surga.
A. Sengsara dan Wafat Yesus
Kematian merupakan peristiwa yang amat sangat
biasa. Apapun yang hidup pasti suatu saat akan mati. Kematian seolah menjadi
titik akhir dari kehidupan manusia, setelah itu ia lenyap bagai ditelan bumi.
Tetapi, Iman kristiani justru menegaskan, bahwa seharusnya kematian dihayati
sebagai pintu masuk pada kehidupan baru, kehidupan kekal bersama dengan Allah.
Maka persoalannya adalah: bagaimana manusia mempersiapkan dan menghayati
kematian. Wafat Yesus adalah kenyataan historis. Sengsara dan wafat Yesus
merupakan tanda terbesar kasih Allah kepada manusia. Sengsara dan wafat Yesus
juga merupakan tanda agung dari Kerajaan Allah. Yesus telah mewartakan Kerajaan
Allah melalui kata-kata dan perbuatan. Yesus menyadari bahwa kesaksian yang
paling kuat dalam mewartakan dan memperjuangkan Kerajaan Allah ialah
kesediaan-Nya untuk mati demi Kerajaan Allah yang diperjuangkan-Nya. Maka,
Yesus berani menghadapi risiko ini dengan penuh kesadaran dan tanpa takut.
Yesus yakin dengan sikap-Nya yang konsekuen dan berani menghadapi maut akan
memberanikan pula semua murid-Nya dan pengikut-pengikut-Nya untuk mewartakan
dan memperjuangkan Kerajaan Allah walaupun harus mempertaruhkan nyawanya.
Mendalami Makna Kisah Sengsara dan Wafat
Yesus
Untuk dapat memahami secara mendalam makna
sengsara dan wafat Yesus, ada beberapa hal yang perlu kalian pahami:
1)
Konteks
sosial (latar belakang situasi) menjelang penangkapan, pengadilan, dan
penyaliban Yesus
2)
Kisah Sengsara Yesus
3)
Orang-orang
yang terlibat dalam pengadilan dan penyaliban Yesus
Wafat dan kebangkitan Yesus dalam iman Kristiani dipahami
sebagai:
a. Wafat Yesus sebagai Tanda Ketaatan dan Kesetiaan-Nya pada
Bapa
Sikap Yesus untuk tidak melarikan diri dari sengsara yang
akan dihadapi-Nya semakin mengukuhkan tekad yang pernah diucapkan-Nya. Dalam
satu kesempatan, Yesus pernah berkata: ”Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia
yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yohanes 4: 34). Yesus setia
kepada kehendak Bapa-Nya, Ia taat sampai mati. Yesus menebus ketidaktaatan
manusia kepada Allah melalui ketaatan-Nya.”Jadi, sama seperti ketidaktaatan
satu orang, semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh
ketaatan satu orang, semua orang menjadi orang yang benar” (Roma 5: 19). Dengan
ketaatan-Nya sampai mati, Yesus menyelesaikan tugas-Nya sebagai hamba yang
menderita; seperti yang dikatakan dalam Yesaya 53: 10-12.
b. Wafat Yesus adalah Tanda Solidaritas-Nya dengan Manusia
Wafat
Yesus ”untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang
bukan Yahudi suatu kebodohan” (1Korintus 1: 23). Tetapi menurut Paulus, bagi
orang-orang yang percaya akan Allah, peristiwa Yesus disalibkan mempunyai arti
baru. ”Untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi maupun orang yang bukan
Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmah Allah. Sebab, yang bodoh dari
Allah lebih besar hikmahnya daripada manusia (1Korintus 1: 24-25). Dalam diri
Yesus yang wafat disalibkan itu Allah berkarya. Dalam peristiwa salib, kita
dapat mengenal pernyertaan Allah dalam hidup manusia. Allah yang berbelas kasih
tidak pernah meninggalkan manusia. Sekalipun manusia mengalami kesengsaraan dan
penderitaan, Allah tetap menjadi Allah yang selalu beserta kita (Immanuel).
Kesengsaraan dan wafat Yesus menjadi tanda agung kehadiran Kerajaan Allah
karena memberi kesaksian tentang Allah yang sebenarnya, yakni Allah Yang
Mahakasih. Melalui diri Yesus Allah menunjukkan solidaritasnya dengan manusia.
Ia telah senasib dengan manusia sampai kepada kematian, bahkan kematian yang
paling hina. Tidak ada wujud solidaritas yang lebih hebat daripada kematian
Yesus. Yesus rela mati disalib di antara dua penjahat. Ia telah menjadi
manusia, sama dengan kaum tersisih dan terbuang.
c.
Wafat Yesus bukti
bahwa Allah Mengasihi Manusia
Wafat Yesus menjadi tanda dan sekaligus bukti nyata,
bahwa Allah sangat mengasihi manusia. “Karena begitu besar kasih Allah akan
duniaini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap
orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia,
melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia (Yohanes 3:16-17). Yesus sendiri
menegaskan hal tersebut kepada muridmuridNya, sebelum sengsara dan wafat-Nya:
“Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan
nyawanya untuk sahabat-sahabatnya”. (Yohanes 15:13)
d. Kematian Yesus Menyelamatkan Manusia
Wafat Yesus di salib bukan kejadian yang serba kebetulan,
tetapi merupakan bagian dari misteri penyelamatan Allah bagi semua manusia,
yang sudah direncanakan sejak awal mula, dan yang sudah dinubuatkan Nabi Yesaya
dalam Perjanjian Lama (lihat Yesaya 52:13-53:12). Itulah sebabnya Paulus
mengatakan: ”Kristus telah mati karena dosa-dosa kita sesuai dengan Kitab Suci”
(1Korintus 15: 3). Yesus bersedia wafat di salib untuk mempersatukan kembali
manusia yang berdosa dengan Allah. Hal ini ditegaskan oleh Petrus dalam
suratnya yang pertama: ”Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara
hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan
barang yang fana, bukan pula dengan perak dan emas, melainkan dengan darah yang
mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda
dan tak bercacat. (1 Petrus 1: 18-19). Santo Paulus berkata: ”Dialah yang tidak
mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita
dibenarkan oleh Allah” (2Korintus 5: 21).
Rumuskan konteks sengsara dan wafat Yesus dengan membaca
beberapa kutipan berikut:
a.
Berkaitan
dengan waktu menjelang Yesus bersengsara: Lukas 22:1-2, Markus 14:1-2. Matius
26:2-5 dan yang dilakukan Yesus pada saat-saat menjelang sengsara-Nya: Matius
26:17-35, 26:36
b.
Berkaitan
dengan keamanan Negara dan kebiasaan Pemerintah Romawi: Lukas 23:17 dan 19.
Markus 15:7
c.
Berkaitan
dengan banyaknya Mesias Palsu: Markus 13:5-6; Matius 24:4-5.
Untuk memahami Kisah Penangkapan hingga Penyaliban Yesus,
bacalah kutipan Kitab Suci Lukas 22: 39-53, Lukas 22: 54-65, Lukas 22: 66-71,
Lukas 23:1-25, Lukas 23: 26-56) sambil
memperhatikan kejadiannya, sikap dan tindakan orang-orang yang ada di dalamnya,
dan sikap Yesus dalam kejadian tersebut.
1)
Kisah
sengsara dan wafat Yesus dapat kita temukan dalam keempat Injil. Mereka, yaitu
Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes masing-masing dengan caranya sendiri
menampilkan kisah sengsara dan wafat Yesus. Masing-masing menampilkan secara
berbeda sesuai dengan latar belakang mereka dan jemaat yang dituju. Kisah
sengsara yang dituliskan di dalam keempat Injil itu pertama-tama hendak
mewartakan makna sengsara dan wafat Yesus bagi jemaat beriman. Namun pewartaan
itu jelas dilandasi oleh kenyataan historis, yaitu bahwa Yesus sungguh-sungguh
menderita sengsara dan wafat di kayu salib.
2)
Sengsara
dan wafat Yesus merupakan tanda terbesar kasih Allah kepada manusia: “Karena
begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan
Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak
binasa, melainkan memperoleh hidup yang kekal” (Yohanes 3: 16)..
3)
Sengsara
dan wafat Yesus juga merupakan tanda agung dari Kerajaan Allah. Yesus telah
mewartakan Kerajaan Allah melalui kata-kata dan perbuatan. Yesus menyadari
bahwa kesaksian yang paling kuat dalam mewartakan dan memperjuangkan Kerajaan
Allah ialah kesediaan-Nya untuk mati demi Kerajaan Allah yang
diperjuangkan-Nya. Maka,
B.
Kebangkitan dan kenaikan Yesus ke Surga
Kepercayaan
bahwa kematian bukan akhir segalanya bagi hidup manusia tersebar dalam semua
agama dan kepercayaan. Mereka percaya bahwa sesudah kematian, sesungguhnya
manusia masih hidup dan terus hidup, walaupun dalam wujud lain. Sebagai
manusia, Yesus pun mengalami kematian. Ia wafat dan dikuburkan sebagaimana
manusia pada umumnya. Tetapi kematian bukan akhir segalanya tentang Yesus,
sebab Yesus dibangkitkan Allah dari kematian. Warta tentang kebangkitan Yesus
Kristus tersebut merupakan dasar paling penting dalam iman Kristen, sebab “jika
Kristus tidak bangkit, maka sia-sialah seluruh iman kita” (bdk. 1Korintus 15:
14). Kebangkitan Yesus merupakan bukti harapan bagi Gereja bahwa kematian bukan
akhir segalanya, sebab melalui baptisan, kita telah dipersatukan dengan wafat
Yesus Kristus dan kelak akan menikmati kebangkitan bersama Kristus. Bahkan
bukan itu saja, sebagaimana Kristus masuk dalam kemuliaan Allah di Surga,
demikian pula setiap orang yang percaya kepadaNya.
C. Makna sengsara dan wafat Kristus bagi kita
Gereja
mengimani, bahwa sekalipun Yesus telah bangkit dan kini berada dalam kemuliaan
bersama Bapa dan Roh Kudus, Ia tetap hadir dalam Gereja-Nya. Kehadiran Yesus
Kristus itu dapat dirasakan dalam berbagai bentuk:
•
Ia hadir
melalui sabda-Nya. Setiap saat kita membaca Kitab Suci, kita merasakan Yesus
yang hadir dan bersabda kepada kita.
•
Ia hadir
dalam Ekaristi, terutama komuni. Tubuh (dan darah) Kristus yang kita terima
saat Ekaristi, merupakan tanda kehadiran Yesus Kristus dalam diri kita. Ia
hadir untuk menguatkan iman kita.
•
Ia hadir
dalam sakramen-sakramen. Dalam sakramen Kristus hadir untuk menyelamatkan.
•
Ia hadir
melalui para pemimpin Gereja. Merekalah wakil Kristus di dunia; melalui mereka
Yesus hadir untuk Imam, raja dan Nabi.
Semua tanda kehadiran Kristus itu, hanya mungkin dapat
dirasakan bilamana kita sungguh sungguh percaya kepada Dia. St. Thomas
Aquinas menjelaskan bahwa ada lima alasan mengapa Kristus bangkit.
•
Pertama,
untuk menyatakan keadilan Allah.
Kristus yang rela
taat pada kehendak Allah, menderita dan wafat sudah selayaknya ditinggikan
dengan kebangkitan-Nya yang mulia.
•
Kedua, untuk memperkuat iman kita.
Dengan kebangkitan-
Nya, maka Kristus sendiri membuktikan bahwa Dia adalah Tuhan, dan membuktikan
bahwa kematian-Nya bukanlah satu kekalahan, namun merupakan satu kemenangan
yang membawa kehidupan. (1Korintus 15:14)
•
Ketiga,
untuk memperkuat pengharapan.
Karena Kristus
membuktikan bahwa Dia bangkit dan membawa orang-orang kudus bersama dengan-Nya,
maka kita dapat mempunyai pengharapan yang kuat, bahwa pada saatnya, kitapun
akan dibangkitkan oleh Kristus. (1Korintus 15:12).
•
Keempat,
agar kita dapat hidup dengan baik.
St. Thomas mengutip
Roma 6:4, “Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh
baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari
antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam
hidup yang baru, yaitu hidup dalam Roh.
•
Kelima,
untuk menuntaskan karya keselamatan Allah.
Karya keselamatan
Allah tidak berakhir pada kematian Kristus di kayu salib, namun berakhir pada
kemenangan Kristus, yaitu dengan kebangkitan-Nya. Rasul Paulus menuliskan
“yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan
karena pembenaran kita.” (Roma 4:25).
YESUS, SAHABAT, TOKOH IDOLA, PUTRA
ALLAH
Banyak aspek yang dapat kita dalami tentang
Yesus Kristus. Dalam bab sebelumnya, kita sudah memahami perjuangan Yesus
Kristus dalam mewartakan Kerajaan Allah. Perjuangan-Nya yang tergolong singkat
(sekitar 3 tahun) ternyata bukan perkara mudah. Ia tidak hanya berusaha
memurnikan pemahaman masyarakat tentang Kerajaan Allah yang sudah terlebih
dahulu diajarkan oleh tokoh-tokoh dan kelompok masyarakat sebelumnya; melainkan
juga harus berhadapan dengan tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama Yahudi yang
tidak menyukai karya-Nya. Tokoh masyarakat dan tokoh agama Yahudi tidak hanya
membenci dan menolak kehadiran Yesus, malahan mereka berusaha menjebak dan
mempersalahkan Yesus, bahkan selalu berupaya dengan berbagai cara untuk
membunuh-Nya. Perjuangan untuk mewartakan Kerajaan Allah dilakukan Yesus
Kristus dalam kesetiaan total kepada Bapa dan kepada manusia. Itulah sebabnya
Ia juga tetap setia menjalani sengsara sampai wafat di kayu salib. Namun, wafat
Yesus Kristus bukan akhir dari rencana Allah menyelamatkan manusia. Dengan
membangkitkan Yesus Kristus Allah memberi harapan baru tentang keselamatan
manusia yang lebih paripurna. Berkat kebangkitan dan kenaikan Yesus Kristus ke
Surga, harapan akan keselamatan kekal menjadi makin jelas, sebab Yesus tidak
hanya berjanji, melainkan sudah membuktikannya sendiri.
Tindakan Yesus Kristus dalam mewartakan
Kerajaan Allah sampai wafat di salib itu sangat mengagumkan. Oleh karenanya,
Yesus Kristus pantas menjadi sahabat dan idola hidup kita masa kini. Kekaguman
kita akan bertambah, bila kita melihat kembali kepribadian-Nya secara lebih
dalam. Maka dalam bab ini berturut-turut akan didalami topik-topik berikut:
A.
Yesus
Kristus sahabat sejati dan tokoh idola
Sulit
dibayangkan orang yang hidupnya tanpa sahabat. Sebab secara kodrati
persahabatan merupakan kebutuhan setiap manusia. Tak ada manusia yang bisa
berkembang secara sempurna tanpa peran seorang sahabat. Injil Yohanes memberi
gambaran paham Yesus tentang persahabatan sejati. Yesus menyebut muridmuridNya
sahabat sekalipun banyak perbedaan di antara mereka. “Kamu adalah sahabat-Ku,
jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak menyebut kamu
lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku
menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala
sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku” (Yohanes 15: 14-15). Bahkan kepada
Yudas Iskariot, salah seorang murid-Nya yang telah mengkhianati dan menjual
diri-Nya, Yesus tetap menyapa dia sahabat. “Hai sahabat, untuk itukah engkau
datang?” (Matius 26: 50). Pemahaman Yesus tentang makna persahabatan sejati
tidak sebatas kata-kata kosong. “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada
kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabatsahabatnya” (Yohanes 15:13)
Ia membuktikan sendiri melalui tindakan, dengan rela menanggung sengsara sampai
wafat di salib.
Bagi para
murid-Nya, Yesus tidak hanya dirasakan sebagai sahabat. Bagi mereka, Yesus juga
adalah idola dan sekaligus model bagaimana mencapai kepenuhan hidup sejati. Di
hadapan para murid-muridNya, Yesus tampil dengan kepribadian dan tindakan yang
sedemikian memesona. Dari situ mereka belajar hidup seperti Yesus. Hal itu
dapat dibuktikan, sebab sekalipun Yesus sudah wafat, bangkit dan naik ke Surga,
mereka meneruskan gaya hidup dan kepribadian Yesus dalam Gereja. Dengan
demikian para murid maupun Gereja dulu hingga sekarang, tidak hanya
mengidolakan, dan tidak pula sekedar meniru, melainkan meneruskan dan
mengembangkannya.
Yesus sebagai
tokoh idola meberikan contoh dan teladan dalam mewujudkan iman, dimana
1) Yesus menerima semua orang yang tersingkir
2) Yesus berani mengkritik kaum penguasa (Lukas
13:32, Mateus 23:27-28) namun Yesus tetap mengajarkan agar manusia menunaikan
kewajibannya sosialnya di dunia (Mateus 22:21) dan juga mengajarkan untuk
melayani (Marku 10:43-44)
3) Yesus mengutamakan kasih dalam menjalankan
aturan, “Jangan kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan Hukum Taurat
atau kitab para nabi. Aku datang bukan meniadakannya, melainkan untuk
menggenapinya” (Matius 5:17).. Hal
tersebut tampak dalam sikap kristisnya terhadap ajaran-jaran dalam Taurat,
misalnya soal membunuh (Matius 5:21-22), soal mempersembahkan persembahan (Matius
5:23-24), soal zinah (Matius 5:27-30), soal perceraian (Matius 5:31- 32), soal
membalas dendam (Matius 5:38-42), soal kasih kepada musuh (Matius 5:43-48) dan
sebagainya
4) Yesus adalah pribadi yang beriman Pengertian
beriman seperti di atas sangat nampak dalam diri Yesus Kristus. Yesus mempunyai
relasi yang erat dengan Allah. Ia berdoa saat sedang dibaptis (Lukas 3:21), Ia
berdoa pagi-pagi benar waktu hari masih gelap (Markus 1:35). Ia rehat dari
pekerjaan-Nya untuk berdoa (Markus 6:46, Lukas 5:16). Ia berdoa juga pada malam
hari (Lukas 6:12),Ia berdoa seorang diri saja (Lukas 9:18), kadang-kadang ia
mengajak para murid menemani-Nya berdoa (Lukas 9:28). Ia tidak hanya berdoa
untuk diri sendiri, melainkan sering mendoakan murid-Nya dan semua manusia
(Yohanes 17:20) Beriman berarti menyerahkan seluruh hidup secara tolak dan
sadar untuk melakukan kehendak Bapa. Yesus berkata: “Makanan-Ku ialah
melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya”.
Yohanes 4:34.. (Lukas 22:42). (Lukas 23:46)
B. Yesus
Putra Allah dan Juru Selamat
Kita
menemukan berbagai gelar yang diberikan Allah sendiri maupun oleh Umat beriman
maupun yang dinyatakan sendiri oleh Yesus. Gelar-gelar itu antara lain: Mesias,
Kristus, Anak Allah, Putera Allah, Firman, Gembala, Pintu, Pokok Anggur,
Kebangkitan dan Hidup, dan sebagainya. Dari sekian banyak gelar yang dimiliki
Yesus, tidak semua gelar akan diuraikan. Ada tiga gelar Yesus, yakni gelar
Yesus sebagai Tuhan, Putera Allah, dan Juru Selamat yang cukup penting untuk
dipahami. Gelar “Yesus Tuhan” rupanya menjadi gelar yang amat penting, sebab
gelar tersebut kerap muncul dalam Perjanjian Baru, walaupun dengan variasi yang
senada, antara lain: “Yesus Tuhan”; “Tuhan Yesus”; “Tuhan kita”; dan “Tuhan
kita Yesus Kristus”. Bahkan, dalam surat-surat Paulus, gelar ini dipakai lebih
dari 200 kali. Gelar kedua “Yesus Anak Allah” merupakan gelar yang paling kerap
diucapkan. Gelar ketiga, “Juru Selamat” atau “Penyelamat”. Yesus datang untuk
menggapai dambaan manusia yang paling mendalam, yaitu keselamatan. Dalam Kitab
Suci Perjanjian Baru, Yesus disebut dan diakui sebagai Juru Selamat, karena Ia
membebaskan umat dari dosa (lihat Matius 1: 21) dan mendekatkan manusia kepada
Allah (lihat Ibrani 7: 25). Gelar-gelar tersebut diyakini kebenarannya berkat
iman akan Yesus. Hanya mereka yang mengimani Yesus akan merasakan makna dari
gelar-gelar tersebut.
Dalam
Kitab Suci, khususnya Kitab Suci Perjanjian Baru, Yesus memiliki banyak gelar.
Dari sekian banyak gelar tersebut, ada tiga gelar yang sering disebut, yakni
gelar Yesus sebagai “Tuhan”, “Anak Allah”, dan “Juru Selamat”.
1) Yesus itu TUHAN
Gelar Yesus sebagai “Tuhan”. Gelar itu
dituliskan dalam beberapa variasi, antara lain: Yesus Tuhan, Tuhan Yesus,
Tuhan kita, Tuhan kita Yesus Kristus. Bahkan, dalam surat-surat Paulus
gelar ini dipakai lebih dari 200 kali. Kata “Tuhan” (dalam bahasa Yunani
“Kyrios”) berarti “Dia yang mengatur seseorang atau sesuatu”. Yesus Tuhan
berarti Yesus yang memiliki kuasauntuk mengatur atau memimpin. Yesus adalah
pemimpin yang diurapi Allah (bandingkan Lukas 2: 11), yang dipilih dan
dilantik langsung oleh Allah.
· Gelar “Tuhan” dikaitkan dengan peranan Yesus sebagai
Penyelamat manusia (bandingkan 2Petrus 1: 11). Wibawa kemuliaan bukan untuk
menghancurkan, melainkan untuk menyelamatkan.
· Gelar “Tuhan” terkait erat dengan kemuliaan dan
kedatangan-Nya kembali dengan kemuliaan-Nya pada akhir zaman, untuk mengadili
atau menghakimi. • Gelar “Tuhan” menunjukkan wibawa atau kuasa Yesus yang tidak
dapat dibantahkan oleh siapapun, sebab apa yang disampaikanNya merupakan
perintah Tuhan sendiri (bandingkan 1Korintus 9: 14). Anak manusia adalah Tuhan
atas hari Sabat (bandingkan Markus 2: 28).
· Gelar “Tuhan” merupakan seruan doa dan ibadat. Itulah
sebabnya dalam doa-doa orang Kristen berseru Yesus sebagai Tuhan. Yesus adalah
satusatunya Junjungan (bandingkan 1Korintus 8: 5). Bila orang Kristen berkumpul
dan bernyanyi, mereka bernyanyi bagi Tuhan. Seruan “Yesus Tuhan” adalah seruan
iman. Kepercayaan khas orang Kristen adalah kepercayaan akan Yesus, Kristus
Tuhan (bandingkan Roma10: 9). Roh Kuduslah yang mengantar orang sampai pada
pengakuan bahwa Yesuslah Tuhan (bandingkan 1 Korintus 12: 3).
2)
Yesus adalah Anak
Allah
Gelar
“Anak Allah” menunjukkan hubungan khas antara Yesus dan Allah. Tidak ada
hubungan yang begitu erat dan mesra seperti Yesus dan Allah (bandingkan Yohanes
10: 30). Dalam hubungan yang erat tersebut tetapterlihat bahwa antara Yesus dan
Bapa berbeda. Yesus tidak sama dengan AllahBapa. Allah Bapa berbeda dengan
Yesus sang Anak (bandingkan Yohanes 14:28). Anak dan Bapa memiliki peranan yang
berbeda. Hubungan antara Bapa dan Anak itu tampak dalam “ketaatan”.
Yesustaat sempurna terhadap Allah, Bapa-Nya (bandingkan Yohanes 4:34). Seluruh
hidup dan pribadi Yesus melayani dan melaksanakan kehendak Bapa, dan semua itu
dijalankan dengan ketaatan secara total, bahkan taat sampai mati di kayu salib.
• Gelar “Anak Allah” juga menunjukkan pengetahuan dan pengenalan Yesus
yang istimewa tentang Allah. Hanya Anaklah yang mengenal Bapa dengan baik
(bandingkan Matius 11: 27). Pengetahuan-Nya bukan sekedar pemahaman
intelektual, melainkan lebih sebagai sikap pribadi. • Gelar “Anak Allah” juga
memperlihatkan “kewibawaan Yesus”. Yesus adalah Anak Allah yang
berwibawa.
3) Yesus adalah Juru Selamat
Yesus
datang untuk menanggapi kerinduan manusia yang paling mendalam yaitu
keselamatan secara paripurna. Keselamatan itu dinyatakan dengan pembebasan
manusia dari dosa (bandingkan Matius 1: 21) dan mendekatkan kembali manusia
kepada Allah (bandingkan Ibrani 7: 25). Seluruh kata dan perbuatan-Nya terarah
pada upaya mendekatkan hubungan manusia dan Allah (bandingkan Roma 5: 10).
Melalui perjuangan-Nya, Yesus menyatakan bahwa keselamatan yang diberikan Allah
itu semata mata sebagai kasih karunia Allah (bandingkan Kisah Para Rasul 15:
11). Keselamatan yang dialami manusia bukan pertamatama usaha manusia,
melainkan karunia kasih-Nya (bandingkan 1Korintus 1: 21). Walaupun demikian,
Allah tetap bersikap aktif dalam mengupayakannya. Keselamatan itu berkembang
dalam pewartaan (bandingkan Yakobus 1: 21). Yesus mewartakan bahwa keselamatan
itu bagaikan biji yang ditaburkan, yang mulai dari hal-hal kecil tetapi akan
bertumbuh dan menghasilkan buah berlimpah (bandingkan Matius 13: 1-9).
Keselamatan yang ditawarkan Yesus itu tetap diteruskan dalam Gereja dan
terlaksana secara sakramental. Sakramen dalam Gereja mengungkapkan tindakan
Allah yang menyelamatkan. Kedudukan Yesus sebagai Juru Selamat sekaligus
menegaskan bahwa Ia datang untuk menolong manusia karena manusia tidak dapat
menolong dirinya sendiri. Ia tampil sebagai jalan dan sarana mencapai
keselamatan yang ditawarkan Allah itu. Janji itu pula yang menjadi kekuatan dan
harapan yang pasti, bahwa pada saatnya keselamatan itu akan dinyatakan secara
penuh.
Jika kita mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan, maka itu
berarti:
·
Kita menjadikan Yesus sebagai pimpinan atau
junjungan yang mengarahkan hidup kita. Hidup kita setiap hari ada di dalam
pimpinan- Nya.
·
Kita menjadikan kata-kata Yesus sebagai kata
terakhir, sebab katakataNya adalah sabda Tuhan. Kata-kata-Nya adalah ukuran
terakhir dan tertinggi.
·
Pengakuan kita terhadap Yesus merupakan
pengakuan iman yang merupakan semboyan perjuangan sampai tuntas. Yesus Tuhan
dulu dan sekarang. Pengakuan ini adalah suatu sikap penyerahan diri
kepada-Nyadengan segala risiko.
Jika kita mengakui bahwa Yesus adalah Anak Allah, maka
itu berarti:
•
Yesus merupakan teladan bagi kita dalam hal
ketaatan kepada kehendak Allah daripada ketaatan kepada kehendak sendiri.
•
Yesus adalah pribadi yang menampilkan wibawa
dan pesona Ilahi. Orang yang berhadapan dengan Yesus berarti berhadapan dengan
wibawa dan pesona Ilahi itu.
•
Yesus dekat dengan Allah yang tersuci dan
pantas dihormati. Sebutan itu menumbuhkan rasa devosi dan penyerahan diri.
Jika kita mengakui bahwa Yesus adalah Juru Selamat, maka
itu berarti:
•
Kita bersedia mengikuti-Nya dan bersedia
dibaptis sebagai tanda iman akan tawaran keselamatan dari Yesus.
•
Kita menjadikan Yesus sebagai Penolong untuk
sampai kepada Allah, karena kita tidak dapat menolong diri kita sendiri di
hadirat Allah.
•
Kita percaya bahwa Yesus telah membebaskan
kita dari dosa dan maut;percaya bahwa kita adalah orang-orang yang telah
diselamatkan. Untukmenunjukkan diri sebagai orang yang telah diselamatkan, kita
hidupsesuai dengan firman-Nya.
Dalam
pengalaman sehari-hari sebagai orang beriman Katolik, mungkinkita lebih banyak
berbicara tentang Allah Bapa dan Putera-Nya Yesus Kristus,pribadi pertama dan
pribadi kedua dalam Tritunggal. Peranan Allah Bapa terasa lebih sering disoroti
sejak penciptaan, penyertaan-Nya dalam perjalanan jatuh bangunnya Bangsa
Israel, sampai pada persiapan menjelang penjelmaan Yesus Kristus. Yesus
Kristus, sebagai pribadi kedua, juga lebih mudah dipahami, apalagi lewat
penjelamaan-Nya menjadi manusia, karya-Nya dapat dilihat dan dirasakan langsung
oleh para saksi hidup zaman-Nya. Hal yang sering dirasa agak sulit adalah
ketika kita memasuki pembicaraan tentang pribadi ketiga, yakni Roh Kudus.
Banyak orang merasa berbicara tentang Roh Kudus seolah berbicara sesuatu yang abstrak.
Tetapi,
iman Katolik adalah Iman yang Trinitas. Kita mengimani Allah yang melaksanakan
karya penyelamatannya bagi manusia sepanjang zaman, melalui peran ketiga
pribadi: Bapa, Putera dan Roh Kudus. Ketiganya merupakan kesatuan utuh yang tak
dapat dipisahkan, walaupun ketiganya berbeda. Peran Bapa, hanya mempunyai arti
penyelamatan secara umum dan universal bila kita kaitkan dengan karya Putera
dan Roh Kudus. Karya Putera, hanya mempunyai arti penyelamatan secara utuh bila
ditempatkan dalam keseluruhan karya dan rencana Bapa, dan yang masih terus
berlangsung berkat Roh Kudus. Demikian pula, kehadiran Roh Kudus dan karya-Nya,
hanya dapat dipahami sebagai bagian utuh karya keselamatan bila ditempatkan
sebagai roh penghibur dan roh kebenaran yang dimintakan Yesus kepada Bapa untuk
menyertai manusia.
Melalui
pembahasan materi dalam bab ini, peserta didik akan diajak untuk memahami
bersama pengertian Tritunggal Mahakudus dan Peranan Roh Kudus bagi Gereja.
Materi ini cukup berat untuk diproses dan dipahami, baik bagi guru maupun
peserta didik. Tetapi, mengingat materi ini merupakan pintu masuk untuk
memahami dasar iman kristiani, maka diperlukan kesetiaan untuk mempelajarinya.
Secara metodologis, materi dalam bab ini dominan bersifat informatif. Walaupun
demikian proses pembelajaran tidak akan membosankan bila peserta didik sendiri
terlibat langsung untuk membaca sumbernya, yakni Kitab Suci. Berturut-turut
akan dipelajari tentang:
Salah satu ajaran iman kristiani
yang dirasa sulit dipahami adalah tentang Tritunggal Mahakudus. Kesulitan
tersebut sering menjadi penyebab terjadinya kesalahan penafsiran. Misalnya:
banyak orang yang yang bukan Kristen mengatakan bahwa orang Kristen percaya
akan tiga Tuhan. Tentu saja hal ini tidak benar, sebab iman Kristiani
mengajarkan Allah Yang Esa. Namun bagaimana mungkin Allah Yang Esa ini
mempunyai tiga Pribadi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dibutuhkan iman dan
keterbukaan hati serta pola pikir yang lebih dalam dan luas dalam memahami
Allah. Pola pikir yang dibutuhkan adalah bahwa tidak semua hal tentang Allah
dapat dijelaskan dengan logika manusia semata-mata. Kita harus sampai pada
kesadaran bahwa di balik kesulitan menjelaskan Allah, kenyataannya kehadiran
Allah dapat dirasakan secara konkret dalam kehidupan sehari-hari.
Walaupun ajaran tentang Trinitas ini
tidak dapat dijelaskan hanya dengan akal, bukan berarti bahwa Allah Tritunggal
ini adalah konsep yang sama sekali tidak masuk akal. St. Agustinus bahkan
mengatakan, “Kalau engkau memahami Nya, Ia bukan lagi Allah”. Sebab Allah jauh
melebihi manusia dalam segala hal, dan meskipun Ia telah mewahyukan Diri, Ia
tetap rahasia/misteri. Di sinilah peran iman, karena dengan iman inilah kita
menerima misteri Allah yang diwahyukan dalam Kitab Suci, sehingga kita dapat
menjadikannya sebagai dasar pengharapan, dan bukti dari apa yang tidak kita
lihat (lihat Ibrani 11:1-2). Agar dapat sedikit menangkap maknanya, kita perlu
mempunyai keterbukaan hati. Hanya dengan hati terbuka, kita dapat menerima
rahmat Tuhan, untuk menerima rahasia Allah yang terbesar ini; dan hati kita
akan dipenuhi oleh ucapan syukur tanpa henti. Jadi jika ada orang yang
bertanya, apa dasarnya kita percaya pada Allah Tritunggal, sebaiknya kita
katakan, “karena Allah melalui Yesus menyatakan Diri-Nya sendiri demikian”, dan
hal ini kita ketahui dari Kitab Suci.
1. Ajaran Gereja tentang Trinitas
Dalam
Kitab Suci kita tidak menemukan istilah Tritunggal Mahakudus. Istilah tersebut
dipakai oleh Gereja untuk mengungkapkan relasi kesatuan antara Bapa, Putera dan
Roh Kudus. Tetapi, apa yang diwartakan Gereja sesungguhnya berdasar pada Sabda
dan pengajaran Yesus sendiri, yang kemudian diteruskan oleh para
murid-muridNya. Kesatuan Tritunggal itu, kadang-kadang hanya tersebut kesatuan
Bapa dan Putera, Putera dan Roh Kudus; tetapi bisa juga ketiganya disebut
bersamaan. Baca beberapa kutipan berikut, dan jelaskan isinya berkaitan dengan
Allah Tritunggal:
•
Yohanes 10:30
•
Yohanes 14:9
•
Yohanes 17: 21 (bandingkan Lukas 3: 22)
(bandingkan Matius 17:5).
•
Yohanes 17:5
•
Yohanes 1:1-3
•
Yohanes 15:26
•
Yohanes 14:6
•
Matius 28:18-20
Selanjutnya, melalui pengajarannya para Rasul menyatakan
kembali pengajaran Yesus ini, contohnya:
•
1 Yohanes 5:7
•
1 Petrus :1-2
•
2 Petrus 1:2
•
1Korintus 1:2-10
•
1Korintus 8:6
•
Efesus
1:3-14
Dogma Tentang Tritunggal Maha Kudus
Misteri
Allah Tritunggal merupakan dasar iman Kristen yang utama, yang disingkapkan
oleh Yesus Kristus melalui Sabda dan pengajaran-Nya. Seperti kita ketahui, iman
kepada Allah Tritunggal telah ada sejak zaman Gereja abad awal, karena didasari
oleh perkataan Yesus sendiri yang disampaikan kembali oleh para murid-Nya.
Jadi, tidak benar jika doktrin ini baru ditemukan dan ditetapkan pada Konsili
Konstantinopel I pada tahun 359 melalui rumusan Syahadat. Yang benar ialah:
Konsili Konstantinopel I mencantumkan pengajaran tentang Allah Tritunggal
secara tertulis, sebagai kelanjutan dari Konsili Nicea (325). Itulah sebabnya
syahadat panjang sering dikenal dengan Syahadat Nice-Konstantinopel. Pada saat
itu Gereja merasa perlu menegaskan dan merumuskan ajaran tentang Trirunggal
untuk menentang ajaran-ajaran sesat yang berkembang pada abad ke-3 dan ke-4,
seperti Arianisme (oleh Arius 250-336), yang menentang kesetaraan Yesus dengan
Allah Bapa) dan Sabellianisme (oleh Sabellius 215), yang membagi Allah dalam
tiga modus, sehingga seolah ada tiga Pribadi yang terpisah). Isi Dogma tentang
Tritunggal Maha Kudus menurut Katekismus Gereja Katolik, yang telah berakar
dari jaman jemaat awal:
a.
Tritunggal adalah Allah yang satu.
Pribadi ini tidak membagi-bagi ke-Allahan
seolah masing-masing menjadi sepertiga, namun mereka adalah ‘sepenuhnya dan
seluruhnya’. Bapa adalah yang sama seperti Putera, Putera yang sama seperti
Bapa; dan Bapa dan Putera adalah yang sama seperti Roh Kudus, yaitu satu Allah
dengan kodrat ilahi yang sama. Karena kesatuan ini, maka Bapa seluruhnya ada di
dalam Putera, seluruhnya ada dalam Roh Kudus; Putera seluruhnya ada di dalam
Bapa, dan seluruhnya ada dalam Roh Kudus; Roh Kudus ada seluruhnya di dalam
Bapa, dan seluruhnya di dalam Putera.
b.
Walaupun sama dalam kodrat ilahinya, namun ketiga Pribadi ini berbeda
secara riil satu sama lain, yaitu
berbeda di dalam hal hubungan asalnya: yaitu Allah Bapa yang
‘melahirkan’, Allah Putera yang dilahirkan, Roh Kudus yang dihembuskan.
c. Ketiga Pribadi ini berhubungan satu dengan
yang lainnya.
Perbedaan
dalam
hal asal
tersebut tidak membagi kesatuan ilahi, namun malah menunjukkan hubungan timbal
balik antarpribadi Allah tersebut. Bapa dihubungkan dengan Putera, Putera
dengan Bapa, dan Roh Kudus dihubungkan dengan keduanya. Hakekat mereka adalah
satu, yaitu Allah.
Ungkapan Iman akan Tritunggal dalam Gereja
Dalam kehidupan kita sebagai orang beriman ada banyak hal
yang kita lakukan, yang mengungkapkan iman kita akan Allah Tritunggal
Mahakudus. Ungkapan-ungkapan itu antara lain sebagai berikut:
• Tanda Salib , Membuat
Tanda Salib (menandai diri dengan salib) sebelum dan sesudah berdoa merupakan
ungkapan yang khas bagi Umat Katolik. Pada saat membuat tanda salib kita
mengucapkan kata-kata yang mengungkapkan iman akan Tritungggal: “Dalam nama
Bapa dan Putera dan Roh Kudus, Amin”. Dengan membuat tanda salib kita hendak
mengungkapkan iman akan karya penyelamatan Allah yang sejak semula sudah
direncanakan dan dilaksanakan Bapa dengan berbagai cara, dan yang secara khusus
dinyatakan dalam sengsara dan wafat serta kebangkitan Putera-Nya, Yesus
Kristus, dan yang berkat Roh Kudus masih berlangsung hingga sekarang ini.
Dengan tanda salib kita meneladan Yesus Kristus yang berkat salib- Nya telah
menebus dosa dan mengantar manusia kepada Allah Bapa, serta berharap dapat berpartisipasi
meneruskan dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.
• Doa Kemuliaan (Gloria) , Madah kemuliaan yang biasanya kita nyanyikan merupakan
pujian atas kebesaran karya keselamatan Allah. “Kemuliaan kepada Allah di
Surga.” Kita tahu bahwa Allah telah turun dari Surga untuk keselamatan kita dan
untuk mengangkat kita “ke atas” manusia yang kecil yang mengagumi karya
kebesaran Allah. Dalam madah ini, kita juga memuji Putera Allah yang setara
dengan Bapa, yang “menghapus dosa dunia”, yang menebus kita. Dalam penutup
madah ini, kita sekali lagi mengingat hidup Allah Tritunggal; dan Kristus
Penebus kita, yang mewahyukan Bapa bersama dengan Roh Kudus, sekali lagi
menjadi pusat cinta kasih dan pujian kita: “Karena hanya Engkaulah kudus, hanya
Engkaulah Tuhan, hanya Engkaulah Mahatinggi, Ya Yesus Kristus, bersama dengan
Roh Kudus, dalam kemuliaan Allah Bapa. Amin.
• Syahadat/Credo, Isi
Syahadat/Credo, dengan sangat jelas mengungkapkan iman akan Allah Tritunggal
Mahakudus. Syahadat atau credo merupakan ringkasan seluruh sejarah karya
penyelamatan Allah, mulai dari penciptaan, penjelmaan, kesengsaraan, wafat,
kebangkitan, kenaikan ke Surga, kedatangan Roh Kudus, kedatangan Kristus
kembali, misteri Gereja, sakramen-sakramen sampai dengan kehidupan kekal. Oleh
karena itu, setiap kali kita mengucapkan Syahadat/Credo kita mengenangkan
seluruh sejarah penyelamatan yang dilaksanakan oleh Allah Tritunggal Mahakudus.
Sejarah penyelamatan adalah sejarah keselamatan yang berasal dari Bapa,
terlaksana oleh Putera dan dilanjutkan oleh Roh Kudus di dalam Gereja sampai
pada akhir zaman.
• Doksologi , Doksologi
artinya doa pujian. Doa ini diucapkan pada akhir dari Doa Syukur Agung pada
waktu Perayaan Ekaristi. Doa Doksologi berbunyi: “Bersama dan bersatu dengan
Kristus dan dengan perantaraanNya, dalam persatuan dengan Roh Kudus,
disampaikanlah kepada-Mu Allah Bapa yang Mahakuasa, segala hormat dan pujian,
kini dan sepanjang segala masa”. Umat menjawab “Amin”. Doksologi
memperlihatkan tiga macam relasi, hubungan kita dengan Kristus: oleh
Kristus, dengan Kristus dan dalam Kristus. “Oleh Kristus” menekankan
perantaraan Kristus. Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantara antara Allah
Bapa dan manusia. “Dengan Kristus” (“bersama Kristus”) berarti bukan Kristus
sendiri saja yang mempersembahkan kurban, tetapi seluruh Gereja
mempersembahkannya bersama dengan Dia. “Dalam Kristus” sangat dekat dengan
istilah “Dalam Roh Kudus”. Dan memang tekanan doksologi menuju ke sini:
Kepada-Mu Allah Bapa yang Mahakuasa, dalam persatuan dengan Roh Kudus, segala
hormat dan pujian. Roh Kudus begitu menyatukan kita dengan Kristus sehingga
hubungan kita dengan Bapa menjadi sama seperti hubungan Kristus dengan Bapa.
Jawaban “Amin” yang kita ucapkan menjadi sungguhsungguh pengakuan iman kita
yang penuh dan lengkap.
•
Pembaptisan, Pembaptisan yang dilaksanakan dalam Gereja Katolik
menggunakan rumusan Trinitas. Pada waktu membaptis, Imam mengucapkan, “N
.............. (Nama orang yang dibaptis) Aku membaptis kamu: dalam nama Bapa
dan Putera dan Roh Kudus.” Melalui pembaptisan ini, orang yang dibaptis
dipersatukan dalam kehidupan Tritunggal Mahakudus.
2.Peranan Roh Kudus dalam Gereja
Sebelum Yesus kembali kepada Bapa,
Ia telah menjanjikan kepada para murid akan datangnya Roh Penolong yang akan
meneruskan karya-Nya. Roh Penolong itu tidak lain adalah Roh Kudus. Roh Kudus
membuat para murid mampu meneruskan pewartaan Yesus. Dia adalah Roh Yesus
sendiri yang tinggal bersama mereka. Ia mengajarkan (lihat Yohanes 14:
26), bersaksi (lihat Yohanes 15: 26), memuliakan (lihat Yohanes
16: 14). Ia tidak berdiri di samping Yesus, tetapi meneguhkan wahyu Yesus yang
sudah diterima oleh para murid. Kehadiran Roh Kudus berarti kehadiran Yesus
yang mulia di dalam Gereja. Roh Kudus adalah daya kekuatan Allah yang
mengangkat dan mengarahkan hidup kaum beriman. Roh Kudus sendiri tidak
kelihatan dan juga jarang dibicarakan. Yang dikenal adalah pengaruh-Nya, akibat
karya-Nya. Karya Roh Kudus itu lazim disebut “rahmat” atau “kasih karunia”.
Rahmat atau kasih karunia Allah itu diberikan kepada manusia secara cuma-cuma.
Dengan kasih Allah itu, manusia diajak dan dimampukan untuk mengambil bagian
dalam hidup Allah sendiri. Karena kasih Allah itu juga, manusia makin menyadari
ketidakpantasannya sekaligus keberaniannya untuk membuka diri bagi kebaikan dan
kekudusan Allah. “Rahmat” berarti bahwa “kita telah mengenal dan telah percaya
akan kasih Allah kepada kita dan mengakui bahwa Allah adalah kasih” (bandingkan
1Yohanes 4 16). Kasih Allah itu telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh
Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita (bandingkan Roma 5: 5). Kasih itu
disebut “rahmat”, karena merupakan pemberian dari Allah yang bebas dan
berdaulat. Gelar dan lambang Roh Kudus dalam Gereja Kitab Suci menyebutkan
beberapa wujud kehadiran Roh Kudus, sebagaimana nampak dalam kutipan berikut:
•
1 Korintus 12:13, Yohanes 19:34; 1 Yohanes
5:8, Yohanes 4:10-14; 7:38;
•
Keluaran 17:1-6; Yes. 55:1; Zakharia 14:8; 1
Korintus 10:4; Wahyu 21:6; 22:17
•
1 Yohanes 2:20-27; 2 Korintus 1:21
•
Kisah Para Rasul 2:3-4
•
Lukas
1:35, Lukas 9:34-35
•
Yohanes 6:27; bdk. 2 Korintus 1:22; Efesus
1:13; 4:3.
•
Lukas 11:20; Keluaran 31:18; Keluaran 31:18;
2 Korintus 3:3.
•
Matius 3:16, Yohanes 1:32
Gelar-gelar Roh Kudus
Roh
Kudus kita kenal dengan berbagai sebutan atau gelar, Sebelum Yesus terangkat ke
Surga, Yesus menjanjikan kedatangan Roh Kudus, Ia menamakan-Nya “Parakletos”,
secara harfiah: “ad-vocatus”, yang “dipanggil mendampingi seseorang”.
“Parakletos” biasanya diterjemahkan dengan “penghibur” atau “pembantu”, tetapi
tidak boleh dilupakan bahwa Yesus adalah pembantu yang pertama. Tuhan sendiri
menamakan Roh Kudus “Roh kebenaran” (Yohanes 16:13). Di samping nama yang
paling banyak dipergunakan dalam Kisah Para Rasul dan dalam surat-surat,
terdapat pula nama yang digunakan Santo Paulus seperti: “Roh yang dijanjikan”
(Galatia 3:14; Efesus 1:13); “Roh yang menjadikan kamu anak Allah” (Roma 8:15;
Galatia 4:6); “Roh Kristus” (Roma 8:11); “Roh Tuhan” (2 Korintus 3:17); “Roh
Allah”, dan pada Santo Petrus “Roh kemuliaan” (1 Petrus 4:14).
Lambang-lambang Roh Kudus
1. Air.: Dalam
upacara Pembaptisan air adalah lambang tindakan Roh Kudus,karena sesudah
menyerukan Roh Kudus, air menjadi tanda sakramental yangberdaya guna bagi
kelahiran kembali. Seperti pada kelahiran kita yang pertamakita tumbuh dalam
air ketuban, maka air Pembaptisan adalah tanda bahwakelahiran kita untuk
kehidupan ilahi, dianugerahkan kepada kita dalam RohKudus. “Dibaptis dalam satu
Roh”, kita juga “diberi minum dari satu Roh” (1Korintus 12:13). Jadi Roh dalam
pribadi-Nya adalah air yang menghidupkan,yang mengalir, dari Kristus yang
disalibkan dan yang memberi kita kehidupanabadi.
2. Urapan. Salah satu lambang Roh Kudus adalah juga urapan dengan
minyak, malahan sampai ia menjadi sinonim dengan-Nya. Dalam inisiasi Kristen,
urapan adalah tanda sakramental dalam Sakramen Penguatan, yang karenanya
dinamakan “Khrismation” dalam Gereja-gereja Timur. Tetapi untuk mengerti
sepenuhnya bobot nilai dari lambang ini, orang harus kembali ke urapan pertama,
yang Roh Kudus kerjakan: Urapan Yesus. “Khristos” (terjemahan dari perkataan
Ibrani “Messias”) berarti yang “diurapi dengan Roh Allah”. Dalam Perjanjian
Lama sudah ada orang yang “diurapi” Tuhan; terutama Daud adalah seorang yang
diurapi. Tetapi Yesus secara khusus adalah Dia yang diurapi Allah: kodrat
manusiawi yang Putera terima, diurapi sepenuhnya oleh “Roh Kudus”. Oleh Roh
Kudus, Yesus menjadi “Kristus”. Perawan Maria mengandung Kristus dengan
perantaraan Roh Kudus, yang mengumumkan-Nya melalui malaikat pada kelahiran-Nya
sebagai Kristus, dan yang membawa Simeon ke dalam kenisah, supaya ia dapat
melihat yang diurapi Tuhan. Ia yang memenuhi Kristus, dan kekuatan-Nya keluar
dari Kristus, waktu Ia melakukan penyembuhan dan karya-karya keselamatan. Pada
akhirnya Ia jugalah yang membangkitkan Yesus dari antara orang mati. Dalam
kodrat manusiawi- Nya, yang adalah pemenang atas kematian, setelah sepenuhnya
dan seutuhnya menjadi “Kristus”, Yesus memberikan Roh Kudus secara berlimpah
ruah, sampai “orang-orang kudus” dalam persatuan- Nya dengan kodrat manusiawi
Putera Allah menjadi “manusia sempurna” dan “menampilkan Kristus dalam
kepenuhan-Nya” (Efesus 4:13): “Kristus paripurna”, seperti yang dikatakan santo
Agustinus.
3. Api.
Sementara air melambangkan kelahiran dan kesuburan kehidupan yang dianugerahkan
dalam Roh Kudus, api melambangkan daya transformasi perbuatan Roh Kudus. Nabi
Elia, yang “tampil bagaikan api dan perkataannya bagaikan obor yang menyala”
(Sir 48:1), dengan perantaraan doanya menarikapi turun atas korban di gunung
Karmel - lambang api Roh Kudus yang mengubah apa yang Ia sentuh. Yohanes
Pembaptis, yang mendahului Tuhan “dalam roh dan kuasa Elia” (Lukas 1:17)
mengumumkan Kristus sebagai Dia, yang “akan membaptis dengan Roh Kudus dan
dengan api” (Lukas 3:16). Mengenai Roh ini Yesus berkata: “Aku datang untuk
melemparkan api ke bumi dan betapa Aku harapkan, api itu telah menyala” (Lukas
12:49). Dalam “lidahlidah seperti api” Roh Kudus turun atas para Rasul pada
pagi hari Pentakosta dan memenuhi mereka (Kisah Para Rasul 2:3-4). Dalam tradisi
rohani, lambang api ini dikenal sebagai salah satu lambang yang paling berkesan
mengenai karya Roh Kudus”. “Janganlah padamkan Roh” (1 Tesalonika 5:19).
4. Awan dan sinar. Kedua
lambang ini selalu berkaitan satu sama lain, kalau Roh Kudus menampakkan Diri.
Sejak masa teofani Perjanjian Lama, awan - baik yang gelap maupun yang cerah -
menyatakan Allah yang hidup dan menyelamatkan, dengan menyelubungi
kemuliaan-Nya yang adikodrati. Demikian juga dengan Musa di Gunung Sinai”,
dalam kemah wahyu” dan selama perjalanan di padang gurun”; pada Salomo waktu
pemberkatan kenisah”. Semua gambaran ini telah dipenuhi dalam Roh Kudus oleh
Kristus. Roh turun atas Perawan Maria dan “menaunginya”, supaya ia mengandung
dan melahirkan Yesus (Lukas 1:35). Di atas gunung transfigurasi Ia datang dalam
awan, “yang menaungi” Yesus, Musa, Elia, Petrus, Yakobus dan Yohanes, dan “satu
suara kedengaran dari dalam awan: Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah
Dia” (Lukas 9:34-35). “Awan” yang sama itu akhirnya menyembunyikan Yesus pada hari
kenaikan-Nya ke Surga dari pandangan para murid (Kis 1:9); pada hari
kedatangan-Nya awan itu akan menyatakan Dia sebagai Putera Allah dalam segala
kemuliaan-Nya.
5. Meterai adalah
sebuah lambang, yang erat berkaitan dengan pengurapan. Kristus telah disahkan
oleh “Bapa dengan meterai-Nya” (Yohanes 6:27) dan di dalam Dia, Bapa juga
memeteraikan tanda milik-Nya atas kita. Karena gambaran meterai [bahasa Yunani
“sphragis”] menandaskan akibat pengurapan Roh Kudus yang tidak terhapuskan
dalam penerimaan Sakramen Pembaptisan, Penguatan, dan Tahbisan, maka ia dipakai
dalam beberapa tradisi teologis untuk mengungkapkan “karakter”, yang tidak
terhapuskan, tanda yang ditanamkan oleh ketiga Sakramen yang tidak dapat
diulangi itu.
6. Tangan. Yesus
menyembuhkan orang sakit dan memberkati anakanak kecil, dengan meletakkan
tangan ke atas mereka. Atas nama-Nya para Rasul melakukan yang sama. Melalui
peletakan tangan para Rasul, Roh Kudus diberikan. Surat kepada umat Ibrani
memasukkan peletakan tangan dalam “unsur-unsur pokok” ajarannya. Dalam epiklese
sakramentalnya, Gereja mempertahankan tanda pencurahan Roh Kudus ini yang mampu
mengerjakan segala sesuatu.
7. Jari. “Dengan
jari Allah” Yesus mengusir setan (Lukas 11:20). Sementara perintah Allah
ditulis dengan “jari Allah” alas loh-loh batu (Keluaran 31:18), “surat Kristus”
yang ditulis oleh para Rasul, “ditulis dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan
pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging yaitu di dalam hati manusia”
(2 Korintus 3:3). Madah “Veni, Creator Spiritus” berseru kepada Roh Kudus
sebagai “jari tangan kanan Bapa”.
8. Merpati. Pada
akhir air bah (yang adalah lambang Pembaptisan), merpati, yang diterbangkan
oleh Nuh dari dalam bahtera, - kembali dengan sehelai daun zaitun segar di
paruhnya sebagai tanda bahwa bumi sudah dapat didiami lagi. Waktu Kristus naik
dari air Pembaptisan-Nya, Roh Kudus dalam rupa merpati turun atas-Nya dan
berhenti di atas-Nya. Roh turun ke dalam hati mereka yang sudah dimurnikan oleh
Pembaptisan dan tinggal di dalamnya. Di beberapa Gereja, Ekaristi Suci disimpan
dalam satu bejana logam yang berbentuk merpati [columbarium] dan
digantung di atas altar. Merpati dalam ikonografi Kristen sejak dahulu adalah
lambang Roh Kudus.
Peran Roh kudus
Rasul Yohanes menulis, “Karena dari kepenuhan-Nya kita
semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia” (Yohanes 1:16). Kasih
karunia mengalir dari kepenuhan Allah yang telah menjelma menjadi manusia,
menderita, wafat di kayu salib, bangkit dan kemudian naik ke Surga. Penderitaan
dan kematian Kristus di kayu salib menyebabkan rahmat Allah mengalir secara
berlimpah kepada umat manusia. Peran dari Roh Kudus adalah membagikan rahmat
yang berlimpah ini kepada umat manusia dalam bentuk: (1) rahmat pembantu (Actual
Grace); (2) rahmat yang menetap (Habitual Grace); (3) Tujuh Karunia
Roh Kudus (4) Karunia karismatik
membangun
jemaat; (5) Roh Kudus memelihara dan membimbing Gereja Katolik
1. Rahmat pembantu (Actual Grace)
a)
Roh Kudus membimbing
kita dengan menerangi akal budi dan menguatkan keinginan Sebelum Pentakosta para rasul dicekam ketakutan dan
bahkan dikatakan bodoh dan lamban hati (lihat Lukas 24:25). Namun berkat
Pentakosta yaitu turunnya Roh Kudus atas para rasul maka Roh Kudus memberikan
pengertian dan menguatkan mereka, sehingga mereka memiliki keberanian. Mereka
yang tadinya tidak mengerti akan rencana keselamatan Allah yang diwartakan
Kitab Suci, akhirnya mengerti. Roh Kudus seperti memberikan cahaya dalam
kegelapan, sehingga manusia dapat melihat dengan jelas akan kehidupannya dan
kemudian membantunya agar dapat mengarahkan pandangannya ke Surga. Roh Kudus
memberikan kesadaran kepada kita, agar kita mengerti mana yang paling penting
dalam kehidupankita untuk mencapai Surga. St. Agustinus mengatakan bahwa rahmat
yang membantu adalah terang yang menerangi dan menggerakkan pendosa. Ada banyak
cara untuk memberikan terang, yang dapat menggerakkan akal budi dan keinginan,
seperti: membaca Kitab Suci atau kehidupan para kudus atau buku-buku yang baik
lainnya, mendengarkan khotbah, melihat kehidupan yang baik dari teman kita,
nasehat dari pembimbing rohani atau bapa pengakuan, bendabenda seni kristiani,
penderitaan dan sakit penyakit, dan lain-lain.
b)
Roh Kudus tidak
memaksa kita, namun menghormati keinginan bebas kita.
St. Agustinus menulis, “Di dalam diri manusia
ada kehendak bebas dan rahmat Allah, di mana tanpa bantuan rahmat Allah, maka
kehendak bebas tidak dapat berbalik kepada Tuhan maupun bertumbuh di dalam
Tuhan.” Namun, kerja dari rahmat Allah juga tidak sampai melanggar keinginan
bebas kita, karena Tuhan sungguh-sungguh menghormati keinginan bebas manusia.
Dengan demikian, manusia mempunyai kebebasan untuk bekerjasama maupun menolak
rahmat Allah. Dalam Kitab Suci kita dapat melihat tokoh-tokoh yang mau
bekerjasama atau menolak rahmat Allah. Bunda Maria menjadi contoh yang sungguh
sempurna sampai akhir hidupnya, karena selalu menjawab “ya” akan panggilan
Tuhan. Saulus yang menerima rahmat Allah mau bekerjasama dan kemudian menjadi
Rasul yang mewartakan kabar gembira kepada orang-orang bukan Yahudi. Para rasul
juga mau bekerjasama dengan rahmat Allah sehingga mereka mau mengikuti dan
menjadi murid Kristus. Namun, raja Herodes yang mendengar kabar gembira dari
para Majus dari Timur, tidak mau bekerjasama dengan rahmat Allah. Anak muda
yang kaya tidak mau bekerjasama dengan rahmat Allah dan menolak tawaran Kristus
untuk mengikuti-Nya (lihat Matius 19:16-22). Kita juga melihat dalam
pemberitaan para rasul, banyak juga orang yang menolak dan tidak mau
bekerjasama dengan rahmat Allah. Kalau seseorang secara terus menerus menolak
rahmat Allah dan tetap menolaknya sampai akhir hidupnya, maka sesungguhnya
orang ini telah melakukan dosa menghujat Roh Kudus, yang berarti tidak bisa
diampuni dalam kehidupan mendatang (lihat Markus 3:29). Kalau kita bekerjasama
dengan rahmat Allah, maka rahmat Allah akan menjadi semakin besar bekerja di
dalam diri kita. Sama seperti perumpamaan tentang talenta, yang menerima 5
talenta akan mendapatkan lagi 5 talenta (lihat Matius 25:28). Dan Yesus
menegaskan hal ini dengan mengatakan, “Karena setiap orang yang mempunyai,
kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak
mempunyai, apapun juga yang ada padanya
akan diambil dari padanya.” (Matius 25:29). Sebaliknya bagi yang terus
menolak rahmat Allah, maka segalanya akan diambil daripadanya, dalam pengertian
dia akan semakin terpuruk. Kalau penolakan ini dilakukan sampai akhir hidupnya,
maka kepadanya akan dikatakan, “Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu
ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak
gigi.” (Matius 25:30). Namun, kita juga harus mengingat bahwa Allah kita adalah
Allah yang penuh kasih dan sabar, yang tidak pernah jemu-jemunya menawarkan
rahmat-Nya kepada kita dalam berbagai situasi dan kondisi dalam kehidupan kita.
Kristus bersabda, “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapiorang
berdosa, supaya mereka bertobat” (Lukas 5:23; Matius 9:13; Markus 2:17).
c).
Roh Kudus bekerja pada seluruh manusia: orang kudus dan pendosa;\Katolik dan
non-Katolik
Karena tanpa
Roh Kudus tidak ada yang dapat sampai pada Allah dan Tuhan menginginkan agar
semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (lihat
1Timotius 2:4), maka Roh Kudus juga bekerja di dalam diri pendosa dan orang
kudus, baik Katolik maupun non-Katolik. Di dalam Injil diceritakan bahwa
Kristus adalah gembala yang baik (lihat Yohanes 10:11), yang mencari domba yang
hilang (lihat Lukas 15:3) dan mempertaruhkan nyawa demi keselamatan domba-Nya
(lihat Yohanes 10:11). Dia juga adalah Terang yang sesungguhnya, yang menerangi
hati setiap orang (lihat Yohanes 1:9). Namun, perlu diingat bahwa Tuhan tidak
memberikan rahmat-Nya secara sama rata kepada setiap individu, seperti yang
digambarkan dalam perumpamaan tentang talenta, ada yang menerima 5, 2 dan 1
(lihat Matius 25:14-30) semua seturut kemampuan orang yang bersangkutan. Di
samping itu, yang menjadi ciri dari rahmat yang membantu adalah aktivitasnya
yang tidak konstan, namun terjadi sekali-sekali. Oleh karena itu, menjadi
penting agar kita tidak melewatkan saat-saat penuh rahmat, seperti: masa
Prapaskah, ketika misi diberikan oleh Tuhan dalam kehidupan kita, Minggu
Kerahiman Ilahi (Minggu setelah Paskah), Yubileum Agung, dll.
d). Doa,
puasa, sedekah, sakramen membantu kita untuk menerima rahmat
Kasih
karunia diberikan Tuhan secara cuma-cuma (lihat Roma 11:6). Dan Kristus memang
menyelamatkan kita bukan karena perbuatan baik yang kita lakukan, melainkan
karena rahmat-Nya karena permandian dan pembaharuan oleh Roh Kudus atau hidup
kudus (lihat Titus 3:5). Namun demikian, seperti yang telah dijelaskan di atas,
kita tetap harus bekerjasama dengan rahmat Allah, sehingga rahmat Allah dapat
bekerja secara bebas dalam diri kita. Doa, puasa, menerima sakramen menjadikan
kita semakin siap dalam menerima rahmat Allah. Hal yang tidak boleh kita
lupakan juga adalah dorongan untuk berdoa, berpuasa, dan menerima sakramen yang
merupakan dorongan rahmat Allah. Dalam kebijaksanaan- Nya, Allah akan
memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya
(lihat 1 Korintus 12:11).
2. Rahmat pengudusan (sanctifying grace)
Katekismus
Gereja Katolik mendefinisikan rahmat pengudusan sebagai berikut: ”Rahmat
pengudusan adalah satu anugerah yang tetap, satu kecondongan adikodrati
yang tetap. Ia menyempurnakan jiwa, supaya memungkinkannya hidup bersama
dengan Allah dan bertindak karena kasih-Nya. Orang membeda-bedakan apa
yang dinamakan rahmat habitual, artinya satu kecondongan yang tetap,
supaya hidup dan bertindak menurut panggilan ilahi, dari apa yang
dinamakan rahmat pembantu, yakni campur tangan ilahi pada awal
pertobatan atau dalam proses karya pengudusan.”
Rahmat
pengudusan adalah anugerah sukarela, yang dianugerahkan Allah kepada kita. Ia
dicurahkan oleh Roh Kudus ke dalam jiwa kita untuk menyembuhkannya dari dosa
dan menguduskannya. Rahmat pengudusan membuat kita “berkenan kepada Allah “.
Karunia karunia Roh Kudus yang khusus, karisma-karisma, diarahkan kepada rahmat
pengudusan demi kesejahteraan umum Gereja. Allah juga bertindak melalui aneka
rahmat yang membantu, yang dibedakan dari rahmat habitual, yang selalu ada di
dalam kita. Dari definisi di atas, kita dapat memahami beberapa pengertian
berikut:
a) Kerjasama dengan rahmat pembantu memberikan rahmat
pengudusan
Nabi Zakharia menulis, “Kembalilah kepada-Ku,
maka Akupun akan kembali kepadamu” (Zakharia 1:3). Jika seorang pendosa
bekerjasama dengan rahmat pembantu, maka dia akan menerima rahmat pengudusan,
di mana Roh Kudus sendiri diam di dalam diri orang itu. Rasul Paulus
menyebutnya tubuh kita sebagai bait RohKudus (lihat 1 Korintus 6:19). Rahmat
Pengudusan membuat jiwa kita berkenan kepada Allah. Rahmat pengudusan membuat
kita menjadi ‘serupa’ dengan Kristus, atau kita menjadi sahabat Allah.
b)
Cara untuk menerima
rahmat pengudusan]Cara biasa yang diberikan Tuhan kepada kita
adalah lewat
Sakramen Baptis dan Sakramen Tobat. Katekismus
Gereja Katolik menuliskan: “Tritunggal Mahakudus menganu erahkan kepada yang
dibaptis rahmat pengudusan, rahmat pembenaran, yang menyanggupkan dia oleh
kebajikan-kebajikan ilahi, supaya percaya kepada Allah, berharap kepada-Nya,
dan mencintai-Nya; menyanggupkan dia oleh anugerah-anugerah Roh Kudus, supaya
hidup dan bekerja di bawah dorongan Roh Kudus; menyanggupkan dia oleh
kebajikan-kebajikan susila, supaya bertumbuh dalam kebaikan. Dengan demikian,
berakarlah seluruh organisme kehidupan adikodrati seorang Kristen di dalam
Pembaptisan kudus”. Tetapi rahmat pengudusan dapat hilang akibat dosa berat
Dosa berat mengakibatkan manusia kehilangan kebajikan ilahi, kasih, dan rahmat
pengudusan. terkucilkan dari Kerajaan Kristus dan menyebabkan kematian abadi di
dalam neraka. Agar bisa kembali dalam kondisi rahmat, maka kita memerlukan
Sakramen Tobat. Dengan demikian, menjadi sangat penting bagi kita untuk
senantiasa mengadakan pemeriksaan batin dan bila didapati dosa berat, segeralah
mengaku dosa.
·
Bila Roh Kudus
tinggal dalam diri kita, maka Ia membawa
kehidupan rohani yang barum; Bila kita
menerima Roh Kudus, maka kita akan memperoleh hidup ilahi yang memampukan kita
mengenal, mengasihi dan menikmati Tuhan. Ini adalah hidup yang adikodrati.
Selanjutnya kita akan mengalami.
·
Roh Kudus memurnikan
kita dari dosa berat; Sebagaimana besi
dimurnikan oleh api, demikianlah jiwa dimurnikan oleh api Roh Kudus.
Rahmat yang menguduskan tidak dapat ada bersama-sama dengan dosa berat.
Maka Roh Kudus hanya dapat tinggal dalam diri orang-orang yang tidak dalam
keadaan berdosa berat.
·
Roh Kudus
mempersatukan kita dengan Tuhan dan menjadikan kita bait Allah; Orang yang mempunyai Roh Kudus disatukan dengan Kristus,
seperti halnya ranting disatukan dengan pokok anggur (lihat Yohanes 15:5). Roh
Kudus membuat kita mengambil bagian dalam kodrat ilahi (2 Petrus 2:14). Dalam
Kitab Suci dikatakan bahwa manusia adalah allah (lihat Yohanes 10:34, Mazmur 82:6).
Tuhan menghendaki agar kita berjuang agar menjadi seperti Allah, namun dalam
kesatuan di dalam Dia. Keberadaan Roh Kudus menjadikan kita bait Allah. Rasul
Paulus mengajarkan, “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa
Roh Allah diam di dalam kamu?” (1Korintus 3:16); “kita adalah bait dari Allah
yang hidup” (2 Korintus 6:16).
·
Roh Kudus menerangi
pikiran dan mendorong berbuat baik. ;Roh Kudus memperkuat akal dan kehendak kita, terlebih
lagi Ia memberikan terang iman (2 Korintus 4:6) dan menyalakan api kasih ilahi
(Roma 5:5), membuat kita mampu dan mau untuk bekerja sama dengan dorongan-Nya.
mendorong kita untuk berbuat baik. Roh Kudus mengubah seluruh kehidupan rohani
kita, sehingga manusia tidak hanya memikirkan hal-hal duniawi, melainkan
mengarahkan sebagian besar pikirannya kepada Tuhan, dan mendorongnya untuk
mengasihi Tuhan. Ia akan dapat berkata bersama Rasul Paulus, “Aku hidup, tetapi
bukannya aku lagi yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.”
(Galatia 2:20).
·
Roh Kudus memberikan
damai yang sejatiOrang yang mempunyai terang Roh Kudus
hidupnya akan penuh dengan damai yang melampaui segala akal (Filipi 4:7).
·
Roh Kudus adalah Guru
dan Pembimbing kita ; Roh Kudus akan mengajar kita segala sesuatu (1 Yohanes
2:27). Roh Kudus bagaikan Guru yang membuat kita mengerti segala sesuatu. Roh
Kudus adalah Pembimbing kita, yang memimpin kita seperti seorang bapa
menggandeng tangan anaknya melalui jalan yang sulit.
·
Roh Kudus mendorong
kita melakukan perbuatan baik untuk memperoleh Kerajaan Surga ; Roh Kudus selalu
aktif, selalu mendorong kita untuk berbuat baik, menggerakkan hati kita untuk
melakukan perbuatan yang berguna untuk keselamatan kekal dan sempurna
·
Roh Kudus membuat kita anak-anak Allah dan
ahli waris Kerajaan Surga. ; Berkat Roh Kudus masuk ke dalam jiwa
kita melalui Baptisan, Allah Bapa menerima kita sebagai anak-anak angkat- Nya
dan Surga terbuka bagi kita. Kita tidak lagi di bawah roh perhambaan dosa
melainkan roh anak-anak Allah, sehingga kita dapat memanggil Allah sebagai
“Abba, Bapa” (Roma 8:15). Semua yang dipimpin oleh Roh Allah adalah anak-anak
Allah (Roma 8:14). Jika kita adalah anak-anak Allah, kita juga adalah ahli
waris kerajaan-Nya, bersama dengan Kristus (Roma 8:17).
3. Rahmat Pengudusan dipertahankan dan ditambahkan dengan
melakukan perbuatan baik dan dengan sarana rahmat yang ditawarkan Gereja; namun
rahmat tersebut dapat hilang oleh dosa berat.
Dengan
perbuatan baik, rahmat pengudusan yang telah kita terima diteguhkan dan
ditambahkan di dalam kita “Barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat
kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!”
(Wahyu 22:11), sementara itu dosa menghalangi Roh Kudus untuk dapat berkarya di
dalam hidup kita. Satu dosa berat saja dapat merampas rahmat pengudusan kita.
Orang yang kehilangan rahmat pengudusan, dapat memperolehnya kembali melalui
sakramen Pengakuan Dosa, namun harus dengan usaha yang sungguh-sungguh (lihat
Matius 12:45).
·
Orang yang tidak
mempunyai rahmat pengudusan, mati secara rohani dan akan menderita kebinasaan
kekal; Orang yang tak mempunyai Roh Kudus, duduk “di
dalam kegelapan dan di bawah bayangan maut” (Lukas 1:79). Ia yang tidak
mengenakan pakaian pesta, dan akan dicampakkan ke tempat kegelapan (lihat
Matius 22:12). Jika seseorang tidak mempunyai Roh Kristus ia bukan milik
Kristus (Roma 8:9)
·
Tak seorangpun
mengetahui dengan pasti apakah ia mempunyai rahmat pengudusan, atau akan
menerimanya pada saat ajal; Setiap orang yang
sudah dibaptis boleh mempunyai keyakinan bahwa kita berada di dalam keadaan
rahmat Tuhan. Tetapi rahmat pengudusan itu harus tetap dipelihara tanpa putus.
Walaupun Rasul Paulus mengingatkan kita, “Kerjakanlah keselamatanmu dengan
takut dan gentar” (Filipi 2:12). Kita bisa berkaca dari Raja Salomo. Awalnya
Raja Salomo, diberkati Allah dengan kebijaksanaan, namun menjelang ajalnya ia
menjadi penyembah berhala.
Karunia-karunia
Karunia-karunia Roh Kudus yang khusus, karisma-karisma,
diarahkan kepada rahmat pengudusan demi kesejahteraan umum Gereja. Allah juga
bertindak melalui aneka rahmat yang membantu, yang dibedakan dari rahmat
habitual, yang selalu ada di dalam kita Dari definisi di atas, kita dapat
memahami beberapa pengertian berikut:
a) Kerjasama dengan rahmat pembantu memberikan rahmat
pengudusan Nabi Zakharia menulis, “Kembalilah kepada-Ku, maka Akupun akan
kembali kepadamu” (Zakharia 1:3). Jika seorang pendosa bekerjasama dengan
rahmat pembantu, maka dia akan menerima rahmat pengudusan, di mana Roh Kudus
sendiri diam di dalam diri orang itu. Rasul Paulus menyebut tubuh kita sebagai
bait Roh Kudus (lihat 1Korintus 6:19). Rahmat Pengudusan membuat jiwa kita
berkenan kepada Allah. Rahmat pengudusan membuat kita menjadi ‘serupa’ dengan
Kristus, atau kita menjadi sahabat Allah.
b) Cara untuk menerima rahmat pengudusan Cara biasa yang
diberikan Tuhan kepada kita adalah lewat Sakramen Baptis dan Sakramen Tobat.
Katekismus Gereja Katolik menuliskan: “Tritunggal Mahakudus menganugerahkan
kepada yang dibaptis rahmat pengudusan, rahmat pembenaran, yang menyanggupkan
dia oleh kebajikan-kebajikan ilahi, supaya percaya kepada Allah, berharap
kepada- Nya, dan mencintai-Nya; menyanggupkan dia oleh anugerah-anugerah Roh
Kudus, supaya hidup dan bekerja di bawah dorongan Roh Kudus; menyanggupkan dia
oleh kebajikan-kebajikan susila, supaya bertumbuh dalam kebaikan. Dengan
demikian, berakarlah seluruh organism kehidupan adikodrati seorang Kristen di
dalam Pembaptisan kudus”. Tetapi rahmat pengudusan dapat hilang akibat dosa
berat. Dosa berat mengakibatkan manusia kehilangan kebajikan ilahi, kasih, dan
rahmat pengudusan. terkucilkan dari Kerajaan Kristus dan menyebabkan kematian
abadi di dalam neraka. Agar bisa kembali dalam kondisi rahmat, maka kita
memerlukan Sakramen Tobat. Dengan demikian, menjadi sangat penting bagi kita
untuk senantiasa mengadakan pemeriksaan batin dan bila didapati dosa berat,
segeralah mengaku dosa.
c) Bila Roh Kudus tinggal dalam diri kita, maka Ia membawa
kehidupan rohani yang baru Bila kita menerima Roh Kudus, maka kita akan
memperoleh hidup ilahi yang memampukan kita mengenal, mengasihi dan menikmati
Tuhan. Ini adalah hidup yang adikodrati. Selanjutnya kita akan mengalami:
·
Roh Kudus memurnikan
kita dari dosa berat
Sebagaimana
besi dimurnikan oleh api, demikianlah jiwa dimurnikan oleh api Roh Kudus.
Rahmat yang menguduskan tidak dapat ada bersama-sama dengan dosa berat. Maka
Roh Kudus hanya dapat tinggal dalam diri orang-orang yang tidak dalam keadaan
berdosa berat.
·
Roh Kudus
mempersatukan kita dengan Tuhan dan menjadikan kita bait Allah Orang yang mempunyai Roh Kudus disatukan dengan Kristus,
seperti halnya ranting disatukan dengan pokok anggur (lihat Yohanes 15:5). Roh
Kudus membuat kita mengambil bagian dalam kodrat ilahi (2 Petrus 2:14). Dalam
Kitab Suci dikatakan bahwa manusia adalah Allah (lih. Yohanes 10:34, Mazmur
82:6). Tuhan menghendaki agar kita berjuang agar menjadi seperti Allah, namun
dalam kesatuan di dalam Dia. Keberadaan Roh Kudus menjadikan kita bait Allah.
Rasul Paulus mengajarkan, “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan
bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1Korintus 3:16); “kita adalah bait dari
Allah yang hidup” (2Korintus 6:16)
·
Roh Kudus menerangi
pikiran dan mendorong berbuat baik.
Roh Kudus
memperkuat akal dan kehendak kita, terlebih lagi Ia memberikan terang iman (2
Korintus 4:6) dan menyalakan api kasih ilahi (Roma 5:5), membuat kita mampu dan
mau untuk bekerja sama dengan dorongan-Nya. mendorong kita untuk berbuat baik.
Roh Kudus mengubah seluruh kehidupan rohani kita, sehingga manusia tidak hanya
memikirkan hal-hal duniawi, melainkan mengarahkan sebagian besar pikirannya
kepada Tuhan, dan mendorongnya untuk mengasihi Tuhan. Ia akan dapat berkata
bersama Rasul Paulus, “Aku hidup, tetapi bukannya aku lagi yang hidup,
melainkan Kristus yang hidup didalam aku.” (Galatia 2:20).
·
Roh Kudus memberikan
damai yang sejati
Orang
yang mempunyai terang Roh Kudus hidupnya akan penuh dengan damai yang melampaui
segala akal (Filipi 4:7).
·
Roh Kudus adalah Guru
dan Pembimbing kita
Roh Kudus
akan mengajar kita segala sesuatu (1 Yohanes 2:27). Roh Kudus bagaikan Guru
yang membuat kita mengerti segala sesuatu. Roh Kudus adalah Pembimbing kita,
yang memimpin kita seperti seorang bapa menggandeng tangan anaknya melalui
jalan yang sulit.
·
Roh Kudus mendorong
kita melakukan perbuatan baik untuk memperoleh Kerajaan Surgan
Roh Kudus
selalu aktif, selalu mendorong kita untuk berbuat baik, menggerakkan hati kita
untuk melakukan perbuatan yang berguna untuk keselamatan kekal dan sempurna
·
Roh Kudus membuat
kita anak-anak Allah dan ahli waris Kerajaan Surga.
Berkat
Roh Kudus masuk ke dalam jiwa kita melalui Baptisan, Allah Bapa menerima kita
sebagai anak-anak angkat-Nya dan Surga terbuka bagi kita. Kita tidak lagi di
bawah roh perhambaan dosa melainkan roh anak-anak Allah, sehingga kita dapat
memanggil Allah sebagai “Abba, Bapa” (Roma 8:15). Semua yang dipimpin oleh Roh
Allah adalah anak-anak Allah (Roma 8:14). Jika kita adalah anak-anak Allah,
kita juga adalah ahli waris kerajaan-Nya, bersamadengan Kristus (Roma 8:17).
Tujuh
Karunia Roh Kudus (lihat Yesaya 11:1-2)
1). Karunia takut akan Tuhan (Fear of The Lord)
Takut akan Tuhan adalah takut akan penghukuman Tuhan,
takut bahwa dirinya akan terpisah dari Tuhan. Ketakutan pada tahap ini membantu
seseorang dalam pertobatan awal. Namun, bukankah Rasul Yohanes mengatakan bahwa
dalam kasih tidak ada ketakutan? (lihat 1Yohanes 4:18) Takut akan penghukuman
Tuhan akan berubah menjadi takut menyedihkan hati Tuhan, kalau didasarkan pada
kasih. Inilah yang disebut takut karena kasih, seperti anak yang takut
menyedihkan hati bapanya.
2) Karunia keperkasaan (Fortitude)
Karunia
keperkasaan adalah keberanian untuk mengejar yang baik dan tidak takut dalam
menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghalangi tercapainya kebaikan tersebut.
Karunia keperkasaan dari Roh Kudus adalah keberanian untuk mencapai misi yang
diberikan oleh Tuhan, bukan berdasarkan pada kemampuan diri sendiri, namun
bersandar pada kemampuan Tuhan. Inilah yang dikatakan oleh rasul Paulus,
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang member kekuatan kepadaku.”
(Filipi 4:13). Juga, “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan
kita?” (Roma 8:31) Melalui karunia ini, Roh Kudus memberikan kekuatan kepada kita
untuk yakin dan percaya akan kekuatan Allah. Allah dapat menggunakan kita yang
terbatas dalam banyak hal untuk memberikan kemuliaan bagi nama Tuhan. Sebab
Allah memilih orang-orang yang bodoh, yang lemah, agar kemuliaan Allah dapat
semakin dinyatakan dan agar tidak ada yang bermegah di hadapan-Nya (lih.
1Korintus 1:27-29).
3) Karunia kesalehan (Piety)
Karunia
kesalehan adalah karunia Roh Kudus yang membentuk hubungan kita dengan Allah
seperti anak dengan bapa; dan pada saat yang bersamaan, membentuk hubungan
persaudaraan yang baik dengan sesama. Karunia ini menyempurnakan kebajikan
keadilan, yaitu keadilan kepada Allah – yang diwujudkan dengan agama – dan
keadilan kepada sesama. Karunia kesalehan memberikan kita kepercayaan kepada
Allah yang penuh kasih, sama seperti seorang anak percaya kepada bapanya. Hal
ini memungkinkan karena kita telah menerima Roh yang menjadikan kita anak-anak
Allah, yang dapat berseru “Abba, Bapa!” (lihat Roma 8:15). Dengan hubungan
kasih seperti ini, kita dapat melakukan apa saja yang diminta oleh Allah dengan
segera, karena percaya bahwa Allah mengetahui yang terbaik. Dalam doa, orang
ini menaruh kepercayaan yang besar kepada Allah, karena percaya bahwa Allah
memberikan yang terbaik, sama seperti seorang bapa akan memberikan yang terbaik
bagi anak- anaknya. Mereka yang menerima karunia kesalehan akan memberikan
penghormatan kepada Bunda Maria, para malaikat, para kudus, Gereja, sakramen,
karena mereka semua berkaitan dengan Allah. Juga, mereka yang diberi karunia
ini, juga akan membaca Kitab Suci dengan penuh hormat dan kasih, karena Kitab
Suci merupakan surat cinta dari Allah kepada manusia. Dalam hubungannya dengan
sesama, karunia kesalehan dapat menempatkan sesama sebagai saudara/i di dalam
Kristus, karena Allah mengasihi seluruh umat manusia dan menginginkan agar
mereka juga mendapatkan keselamatan. Mereka yang saleh ini akan menjadi lebih
bermurah hati kepada sesama. Dan dalam derajat yang lebih tinggi, mereka
bersedia memberikan dirinya demi kebaikan bersama.
4) Karunia nasihat (Counsel)
Karunia
Roh Kudus ini adalah karunia untuk mampu memberikan petunjuk jalan yang harus
ditempuh seseorang agar dapat memberikan kemuliaan yang lebih besar bagi nama
Tuhan. Karunia ini menerangi kebajikan kebijaksanaan, yang dapat memutuskan
dengan baik, pada waktu, tempat dan keadaan tertentu. Karunia ini perlu
dijalankan dengan benat-benar mendengarkan Roh Kudus, membiarkan diri dibimbing
olehNya, sehingga apapun nasihat dan keputusan yang kita berikan sesuai dengan
kehendak Allah.
5) Karunia pengenalan (Knowledge)
Karunia pengenalan memberikan kemampuan
kepada kita untuk menilai ciptaan dengan semestinya dan melihat kaitannya
dengan Sang Penciptanya (bandingkan Kebijaksanaan Salomo 13:1-3) Dengan karunia
ini, seseorang dapat memberikan makna akan hal-hal sederhana yang dilakukannya
setiap hari dan mengangkat ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu sebagai jalan
kekudusan. Ini berarti semua profesi harus dilakukan dengan jujur dapat menjadi
cara untuk bertumbuh dalam kekudusan. Semua hal di dunia ini dapat dilihat
dengan kaca mata Allah, dan dihargai sebagaimana Allah menghargai masing-masing
ciptaan-Nya.
6) Karunia pengertian (Understanding)
Karunia pengertian adalah karunia yang
memungkinkan kita mengerti kedalaman misteri iman, mengerti apa yang sebenarnya
diajarkan oleh Kristus dan misteri iman seperti apakah yang harus kita
percayai. Raja Daud memahami karunia ini, sehingga dengan penuh pengharapan dia
menuliskan, “Buatlah aku mengerti, maka aku akan memegang Taurat-Mu; aku hendak
memeliharanya dengan segenap hati.” (Mazmur 119:34). Karunia ini memberikan
kedalaman pengertian akan Kitab Suci, kehidupan rahmat, pertumbuhan dalam
sakramensakramen, dan juga kejelasan akan tujuan akhir kita, yaitu Surga.
Karunia ini mendorong agar apapun yang kita lakukan mengarah pada tujuan akhir
hidup ini.
7) Karunia kebijaksanaan (Wisdom)
Karunia kebijaksanaan ini memungkinkan
seseorang mampu melihat segala sesuatu dari kacamata ilahi. Orang yang memiliki
karunia ini dapat menimbang segala sesuatu dengan tepat, mempunyai sudut
pandang yang jelas akan kehidupan, melihat segala yang terjadi dalam kehidupan
sebagai rahmat Tuhan yang perlu disyukuri, sehingga ia tetap mampu bersukacita
sekalipun di dalam penderitaan. Karunia ini memungkinkan seseorang menjalani
kehidupan sehari-hari dengan pandangan terarah kepada Tuhan. Karunia ini
membuat seseorang menjadi cermin akan Kristus, seperti yang dituliskan oleh
rasul Paulus “Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang
tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah
Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang
semakin besar.” (1Korintus 3:8)
Menghayati buah-buah Roh Kudus dalam hidup sehari hari
Sesuai
dengan hakikatnya, Roh itu merupakan sesuatu yang ilahi, yang hadir dalam lambang-lambang
yang bisa dimengerti manusia. Walaupun demikian, karya-Nya bisa dirasakan dalam
kehidupan, terutama dalam buah-buahnya berupa tindakan manusia. Bacalah kutipan
Surat Santo Paulus kepada Umat di Galatia (Galatia 5: 16-26) kemudian,
amati buah-buah roh apa saja yang disebut didalamnya
Buku
___________. 1995. Ensiklopedi Gereja Jilid II.
Jakarta: Yayasan CLC. Baker, David L,.Dr . 1997. Mari Mengenal Perjanjian
Lama : Pentingnya Mempelajari Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung
Mulia Halaman : 13-14
Darmawijaya, Stanislaus. 1999. Gelar-Gelar Yesus.
Yogyakarta: Kanisius.
Dister, Nieo Syukur. 1992. Kristologi, Sebuah Sketsa.
Yogyakarta: Kanisius.
Dokpen KWI. 1993. Dokumen Konsili Vatikan II.
Jakarta: Obor
Fuellenbach, John,SVD. 2006. Terjemahan Rm. Eduard
Jebarus,Pr. Kerajaan Allah Pesan Inti Ajaran Yesus Bagi Dunia Modern.
Ende: Nusa Indah
Groenen dan Stefan Leks. 1993. Percakapan tentang
Agama Katolik. Yogyakarta: Kanisius.
Heuken. 1994. Ensiklopedi Gereja Jilid IV.
Jakarta: Yayasan CLC.
Katekismus Gereja Katolik. Ende: Nusa Indah.
Komisi Kateketik KWI. 1996. Iman Katolik.
Yogyakarta: Kanisius. Kristianto Yoseph, dkk. 2010. Menjadi Murid Yesus,
Pendidikan Agama Katolik untuk SMA/K Kelas X. Yogyakarta: Kanisius
LBI-LAI. 1993. Alkitab. Jakarta: LAI.
Leahy, Louis. 1984. Manusia Sebuah Misteri: Sintesa
Filosofis Tentang Makhluk Paradoksal. Jakarta: Gramedia.
Lukasik. 1997. Memahami Perayaan Ekaristi: Penjelasan
Tentang Unsur-Unsur Perayaan Ekaristi. Yogyakarta: Kanisius.
Marsunu Seto.YM. 2008. Allah Leluhur Kami.
Yogyakarta:Kanisius
Marsunu Seto.YM. 2008. Dari Penciptaan Sampai Babel.
Yogyakarta:Kanisius
Martini, Carlo M. 1991. terjemahan Leo L. Ladjar OFM. Perjalanan
Rohani Kedua Belas Murid Menurut Injil Markus. Yogyakarta: Kanisius
Nolan, Albert,OP. 1991. Terjemahan I. Suharyo,Pr. Yesus
Sebelum Agama Kristen Warta gembira Yang Memerdekakan. Yogyakarta: Kanisius
Purnomo, Aloys Budi. 1998. Roh Kudus Jiwa Gereja yang
Hidup. Yogyakarta: Kanisius.
____________ 2003. Sapta Karunia Bagi Kita. Yogyakarta:
Yayasan Pustaka Nusatama.
Rausch, Thomas. 2001. Katolisisme. Yogyakarta:
Kanisius.
Sinaga, Anicetus. 1996. Imam Triniter, Pedoman Hidup
Imam. Jakarta: Obor.
Team CLC. 1992. Tantangan Membina Kepribadian.
Jakarta: Yayasan CLC.
Team Retret Civita. 1986. Siapakah Aku. Jakarta:
Obor.
Tisera, Guido,SVD. 2001. Seperti Apakah Kerajaan Allah
Itu. Jakarta: Obor
Tom Jacobs. 1985. Sikap Dasar Kristiani.
Yogyakarta: Kanisius.
Internet
http://artikel.sabda.org/
http://bible.org/
http://katolik.org/
http://smartpsikologi.blogspot.com/
http://www.dianweb.org/
http://www.gotquestions.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar